Diterdjemahkan dari Bahasa Inggris, Penerbitan Foreign Languages Publishing House, Moskow 1954. Teks bahasa Inggris diselenggarakan berdasarkan edisi bahasa Djerman th. 1891, jang diberi kata pengantar dan disusun oleh Friedrich Engels.
Tjeramah² jang oleh Marx pada 14-30 Desember 1847.
Aslinja diterbitkan dalam Neue Rheinische Zeitung 5-8 dan 11 April 1849.
Diterbitkan sebagai brosur tersendiri, dengan kata pengantar dan disusun oleh Engels di Berlin pada tahun 1891. Terdjemahan ke bahasa Indonesia oleh S. Maun. Penerbit Jajasan "Pembaruan" Djakarta.
"Kata Pengantar" Oleh Friedrich Engels
Tulisan berikut ini terbit sebagai suatu seri tadjukrentjana dalam Neue Rheinische Zeitung[1] dari tanggal 4 April 1849 seterusnja. Tulisan itu berdasarkan tjeramah² jang diutjapkan oleh Marx pada tahun 1847 dimuka Perkumpulan Buruh Djerman di Brussel. Tulisan sebagaimana jang telah tertjetak ini tetap merupakan sebagian; perkataan pada achir nomor 269: "Akan disambung," tetap tak terpenuhi disebabkan oleh kedjadian² jang pada waktu itu datang menjesak susul-menjusul: serbuan terhadap Hongaria oleh Rusia, pemberontakan² di Dresden, Iserlohn, Elberfeld, Palatin dan Baden, jang menjebabkan diberangusnja suratkabar ini sendiri (19 Mei 1849). Naskah sambungannja tak diketemukan diantara surat² peninggalan Marx setelah dia wafat.
Kerdja-upahan dan Kapital telah terbit dalam sedjumlah edisi sebagai penerbitan jang tersendiri dalam bentuk brosur, jang terachir diterbitkan dalam tahun 1884, oleh Koperasi Pertjetakan Swiss, Hottingen-Zurich. Edisi² jang diterbitkan hingga kini memegang teguh redaksi persis menurut aslinja. Tetapi. Edisi baru jang sekarang ini harus diedarkan tidak kurang dari 10.000 eksemplar sebagai suatu brosur propaganda, dan dengan demikian maka tak dapat tidak timbul masalah pada saja apakah dalam keadaan² ini Marx sendiri akan menjetudjui suatu reproduksi aslinja dengan tiada perubahan.
Dalam tahun empatpuluhan, Marx masih belum menjelesaikan kritiknja terhadap ekonomi politik. Kritik ini baru selesai mendjelang achir tahun limapuluhan. Karena itu, tulisan²nja jang terbit sebelum bab pertama dari Sumbangan kepada Kritik tentang Ekonomi Politik (1859) dalam beberapa hal berbeda dengan jang ditulis sesudah tahun 1859, dan berisi pernjataan² dan kalimat² seluruhnja jang, dilihat dari sudut tulisan² kemudian, tampaknja kurang kena dan bahkan tidak tepat. Sudah barang tentu dalam edisi² biasa jang diperuntukan bagi umum, pendirian jang terdahulu itu mempunjai djuga tempatnja, sebagai bagian dari perkembangan pikiran penulisnja, dan baik penulis maupun umum mempunjai hak jang tak dapat dibantah atas reproduksi tulisan² jang terdahulu ini dengan tak diubah. Dan saja tak akan ada niat samasekali untuk mengubah sepatah katapun daripadanja.
Lain soalnja bilamana edisi baru itu praktis diperuntukkan se-mata² untuk propaganda dikalangan kaum buruh. Dalam hal jang demikian itu sudah tentu Marx akan menjelaraskan penguraian lama jang bertanggal tahun 1849 dengan pendiriannja jang baru. Dan saja merasa jakin bertindak sebagaimana jang akan diperbuatnja dalam mengusahakan untuk edisi ini beberapa perubahan dan tambahan jang diperlukan guna mentjapai tudjuan ini dalam semua hal jang penting². Karena itu, sebelumnja saja katakan kepada pembatja: ini bukanlah brosur seperti jang ditulis Marx pada tahun 1849 tetapi kira² seperti jang akan ditulisnja pada tahun 1891. Lagipula, naskah jang sebenarnja, telah diedarkan dalam sedemikian banjak eksemplar sehingga akan mentjukupi sampai saja dapat mentjetaknja lagi, dengan tak di-ubah², dalam edisi jang lengkap kelak.
Perubahan² saja semuanja berkisar pada satu hal. Menurut aslinja, buruh mendjual kerdjanja kepada kapitalis untuk mendapatkan upah; menurut naskah jang sekarang ini dia mendjual tenagakerdjanja. Dan untuk perubahan ini saja merasa wadjib memberikan pendjelasan itu kepada kaum buruh agar supaja mereka dapat mengerti bahwa ini bukanlah soal main sunglap dengan kata² belaka melainkan salahsatu dari hal jang terpenting dalam seluruh ekonomi politik. Saja merasa wadjib memberikan pendjelasan itu kepada kaum burdjuis, supaja mereka dapat mejakinkan diri betapa sangat lebih unggulnja kaum buruh jang tak terdidik itu, jang orang dengan mudah dapat membuat mereka memahamkan analisa² ekonomi jang paling sukar itu, daripada "orang² terpeladjar" kita djuga sombong jang baginja soal² jang berseluk-beluk itu tetap tinggal tak terpetjahkan seumur-hidupnja.
Ekonomi politik klasik[2] mengoper dari praktek industri, konsepsi tuanpabrik jang berlaku sekarang, jaitu bahwa dia membeli dan membajar kerdja kaum buruhnja. Konsepsi ini tjukup sekali bagi keperluan² dagang, pembukuan dan perhitungan² harga tuanpabrik. Tetapi, setjara naif dioperkan keekonomi politik, disitu konsepsi ini menimbulkan kesalahan² dan keruwetan² jang benar² adjaib.
Ilmu ekonomi melihat kenjataan bahwa harga semua barangdagangan, diantaranja djuga harga barangdagangan jang dinamakan "kerdja", senantiasa berubah; bahwa harga² itu naik turun sebagai akibat dari keadaan jang sangat ber-matjam², jang kerapkali tidak mempunjai hubungan apapun dengan produksi barangdagangan itu sendiri, sehingga harga tampaknja, biasanja, ditentukan oleh kebetulan belaka. Kemudian, segera setelah ekonomi politik muntjul sebagai suatu ilmu,[3] salahsatu dari tugasnja jang pertama jalah mentjari hukum jang tersembunji dibelakang kebetulan ini jang kelihatannja mengatur harga barangdagangan dan jang, sesungguhnja, mengatur djustru kebetulan ini. Didalam harga² barangdagangan, jang senantiasa bergojang dan berajun, sebentar naik sebentar turun, ekonomi politik mentjari titik pusat jang tetap disekitar mana berkisar gojangan dan ajunan itu. Pendeknja, ekonomi politik mulai dari harga barangdagangan untuk mentjari nilai barangdagangan sebagai hukum jang menguasai harga, nilai dengan mana semua kegojangan dalam harga harus didjelaskan dan jang kepadanja semuanja itu achirnja harus dikembalikan.
Ilmu ekonomi klasik kemudian berpendapat bahwa nilai barangdagangan ditentukan oleh kerdja jang terkandung didalamnja, jang diperlukan untuk pembuatannja. Dengan pendjelasan ini ia merasa puas. Dan kita djuga dapat berhenti disini untuk sementara waktu. Saja hanja hendak mengingatkan pembatja, untuk menghindari kesalahpahaman, bahwa pendjelasan ini pada masakini sudah mendjadi samasekali tidak mentjukupi lagi. Marx adalah orang jang per-tama² mengadakan penjelidikan setjara mendalam mengenai sifat-pentjipta-nilai daripada kerdja dan dalam mengadakan penjelidikan itu telah menemukan bahwa tidak semua kerdja jang kelihatannja, atau bahkan jang sesungguhnja, diperlukan bagi pembuatan suatu barangdagangan menambahkan padanja dalam segala keadaan nilai sebesar jang sesuai dengan banjaknja kerdja jang dipergunakan. Karena itu, djika kita sekarang berkata begitu sadja dengan ahli² ekonomi seperti Ricardo bahwa nilai sebuah barangdagangan ditentukan oleh kerdja jang diperlukan untuk pembuatannja itu, kita dalam mengatakan itu senantiasa memasukkan didalamnja sjarat² jang diadakan oleh Marx. Untuk disini tjukuplah sekian; selandjutnja bisa didapat dalam buku Marx Sumbangan kepada Kritik tentang Ekonomi Politik tahun 1859 dan djilid pertama Kapital.
Tetapi segera setelah ahli² ekonomi mengenakan ketentuan nilai oleh kerdja ini pada barangdagangan "kerdja", mereka terdjerumus kedalam kontradiksi demi kontradiksi. Bagaimanakah nilai "kerdja" itu ditentukan? Oleh kerdja jang diperlukan jang terkandung didalam barangdagangan. Tetapi berapa banjak kerdja jang terkandung didalam kerdja seorang buruh selama sehari, seminggu, sebulan, setahun? Kerdja sehari, seminggu, sebulan, setahun. Djika memang kerdja mendjadi ukuran bagi semua nilai, maka tentulah kita dapat menjatakan "nilai kerdja" hanja dengan kerdja sadja. Tetapi kita samasekali tidak tahu apa² tentang nilai kerdja sedjam, djika kita hanja tahu abhwa nilai itu sama dengan kerdja sedjam. Ini tidak membawa kita seudjung rambutpun lebih dekat pada tudjuan; kita tetap bergerak dalam satu lingkaran.
Oleh karena itu, ilmu ekonomi klasik mentjoba haluan lain. Dikatakannja: Nilai sebuah barangdagangan adalah sama dengan biaja produksinja. Tetapi apakah biaja produksi itu kerdja itu? Untuk mendjawab pertanjaan ini para ahli ekonomi harus sedikit mengarut logika. Bukannja menjelidiki biaja produksi kerdja itu sendiri, jang sajangnja tak dapat ditentukan, mereka terus menjelidiki biaja produksi buruh. Dan ini dapat ditentukan. Ia ber-ubah² menurut waktu dan keadaan, tetapi bagi suatu keadaan masjarakat tertentu, ia djuga tertentu, se-tidak²nja didalam batas² jang agak sempit. Kita kini hidup dibawah kekuasaan produksi kapitalis, dimana suatu klas penduduk jang besar, jang semakin bertambah banjak, dapat hidup hanja djika ia bekerdja buat pemilik alat² produksi-perkakas², mesin², bahan² mentah, dan bahan² keperluan hidup-untuk upah. Atas dasar tjara produksi ini biaja produksi buruh terdiri dari djumlah bahan² keperluan hidup-atau harga bahan² keperluan hidup itu menurut uang-jang rata² diperlukan untuk membuat dia sanggup bekerdja, mendjaga dia tetap sanggup bekerdja, dan untuk menggantinja dengan buruh baru, setelah dia pergi karena usia tua, sakit, atau mati-artinja untuk mengembangbiakkan klas buruh dalam djumlah² jang diperlukan. Marilah kita andaikan bahwa harga menurut uang dari bahan² keperluan hidup itu rata² tiga mark sehari.
Karena itu, buruh kita menerima upah tiga mark sehari dari sikapitalis jang mempekerdjakan dia. Untuk ini, sikapitalis menjuruh dia bekerdja, katakan sadja, duabelas djam sehari, dengan perhitungan kira² sebagai berikut:
Marilah kita umpamakan bahwa buruh kita itu-seorang tukangmesin-harus membuat sebagian dari suatu mesin jang dapat diselesaikannja dalam satu hari. Bahan² mentahnja-besi dan tembaga dalam bentuk jang disiapkan lebih dahulu sebagai jang diperlukan-berharga duapuluh mark. Pemakaian batubara untuk mesin uap, keausan mesin itu djuga, keausan mesinbubut dan perkakas² lainnja jang dipergunakan oleh buruh kita, bila dihitung untuk satu hari dan untuk andil buruh itu dalam penggunaan perkakas² itu, mempunjai nilai satu mark. Upah untuk sehari, menurut perumpamaan kita itu, tiga mark. Semuanja mendjadi duapuluhempat mark untuk bagian mesin kita itu. Tapi sikapitalis memperhitungkan bahwa ia akan memperoleh kembali, rata², duapuluhtudjuh mark dari para langganannja, atau lebih banjak tiga mark dari pengeluarannja.
Darimanakah asalnja tiga mark jang dikantongi sikapitalis itu? Menurut pernjataan ilmu ekonomi klasik, barangdagangan, rata², didjual menurut nilainja, jaitu, menurut harga jang sesuai dengan djumlah kerdja-perlu jang terkandung didalam barangdagangan² itu. Harga rata² dari bagian mesin kita itu-duapuluhtudjuh mark-djadi akan sama dengan nilainja, jaitu sama dengan kerdja jang terwudjud didalamnja. Tetapi dari duapuluhtudjuh mark ini, duapuluhsatu mark adalah nilai² jang sudah ada sebelum tukangmesin kita itu mulai bekerdja. Duapuluh mark sudah terkandung dalam bahan² mentah, satu mark dalam batubara jang dipakai selama pekerdjaan, atau dalam mesin dan perkakas jang telah dipergunakan dalam proses dan jang efisiensinja dikurangi dengan nilai sebesar itu. Tinggallah enam mark jang telah ditambahkan pada nilai bahan² mentah. Tetapi menurut persangkaan para ahli ekonomi kita sendiri, enam mark ini dapat timbul hanja dari kerdja jang ditambahkan pada bahan² mentah oleh buruh kita. Djadi kerdjanja selama duabelas djam telah mentjiptakan nilai baru sebanjak enam mark. Karena itu, nilai dari kerdjanja selama duabelas djam, sama dengan enam mark. Dengan begitu pada achirnja kita telah menemukan apakah "nilai kerdja" itu.
"Nanti dulu!" teriak tukangmesin kita. "Enam mark? Tapi saja menerima hanja tiga mark! Kapitalis saja bersumpah demi segala jang sutji bahwa nilai kerdja saja selama duabelas djam hanja tiga mark, dan kalau saja menuntut enam, dia mentertawakan saja. Bagaimana pendjelasannja?"
Kalau dulu kita terdjerumus dalam lingkaran jang tak berudjung pangkal dengan nilai kerdja kita, kini kita sungguh² tertjengkam dalam suatu kontradiksi jang tak-terpetjahkan. Kita mentjari nilai kerdja dan kita mendapatkan lebih daripada jang dapat kita gunakan. Bagi buruh, nilai kerdja selama duabelas djam jalah tiga mark, bagi sikapitalis enam mark, dari enam mark ini tiga mark dibajarkan oleh sikapitalis kepada siburuh sebagai upah dan tiga mark dikantonginja sendiri. Kalau begitu kerdja bukannja mempunjai satu tetapi dua nilai dan lagi nilai² jang sangat berbeda!
Kontradiksi itu mendjadi lebih² lagi gilanja serenta nilai² jang dinjatakan dengan uang itu kita kembalikan mendjadi waktu-kerdja. Selama duabelas djam kerdja tertjipta nilai baru sebanjak enam mark. Dari itu, dalam enam djam tertjipta tiga mark-djumlah jang diterima oleh buruh untuk duabelas djam kerdja. Untuk duabelas djam kerdja buruh menerima sebagai nilai setaranja hasil kerdja enam djam. Karena itu, atau kerdja mempunjai dua nilai, jang satu dua kali sebesar jang lain, atau duabelas sama dengan enam! Ke-dua²nja omongkosong belaka.
Bagaimanapun djuga berputarbelit semau kita, kita tidak dapat keluar dari kontradiksi ini, selama kita berbitjara tentang djual-beli kerdja dan nilai kerdja. Dan inipun terdjadi pada para ahli ekonomi. Tjabang terachir dari ilmu ekonomi klasik, mazhab Ricardo, telah kandas terutama karena tak-terpetjahkannja kontradiksi ini. Ilmu ekonomi klasik telah masuk kedjalan buntu. Orang jang menemukan djalan keluar dari djalan buntu ini jalah Karl Marx.
Jang telah dianggap oleh ahli² ekonomi sebagai biaja produksi "kerdja" bukanlah biaja produksi kerdja melainkan biaja produksi buruh jang hidup itu sendiri. Dan jang didjual oleh buruh ini kepada sikapitalis bukanlah kerdjanja. "Serenta kerdjanja itu betul² dimulai," kata Marx, "maka kerdja itu sudah bukan mendjadi miliknja lagi; karena itu tidak dapat didjual lagi olehnja." Paling banter, dia dapat mendjual bakal kerdjanja, jaitu berdjandji melakukan sedjumlah kerdja tertentu dalam suatu djangka waktu tertentu. Tetapi, dengan demikian, dia tidak mendjual kerdja (ini harus lebih dulu dilaksanakan) melainkan menjediakan tenagakerdjanja kepada sikapitalis untuk suatu djangka waktu tertentu (dalam hal kerdja djam²an) atau untuk tudjuan suatu hasil tertentu (dalam hak kerdja potongan) dengan mendapatkan pembajaran tertentu: ia menjewakan, atau mendjual, tenagakerdjanja. Tetapi tenagakerdja ini berpaut dengan dirinja dan tidak dapat dipisahkan daripadanja. Karena itu, biaja produksi tenagakerdja itu sama dengan biaja produksi dirinja; apa jang dinamakan oleh para ahli ekonomi biaja produksi kerdja sesungguhnja biaja produksi siburuh dan dengan itu djuga biaja produksi tenagakerdjanja. Dan dengan demikian dapatlah kita kembali dari biaja produksi tenagakerdja kenilai tenagakerdja dan menentukan djumlah kerdja-perlu sosial jang dibutuhkan untuk memproduksi tenagakerdja jang berkwalitet tertentu, sebagaimana dilakukan oleh Marx dalam bab tentang pendjualbelian tenagakerdja. (Kapital bab IV, 3)[4]
Sekarang apakah jang terdjadi setelah buruh mendjual tenagakerdjanja kepada sikapitalis, jaitu menjediakan tenagakerdjanja kepada sikapitalis dengan mendapatkan upah dalam pertukaran--upah-harian atau upah-potongan-jang telah disetudjui sebelumnja? Kapitalis membawa buruh kedalam bengkel atau pabriknja, tempat semua barang jang diperlukan untuk bekerdja-bahan² mentah, bahan² tambahan (batubara, tjat, dsb.), perkakas², mesin²-telah tersedia. Disini buruh mulai membanting tulang. Upahnja sehari mungkin, seperti diatas, tiga mark-dan dalam hubungan ini tak ada perbedaan sedikitpun apakah itu diterimanja sebagai upah-harian atau upah-potongan. Disini djuga kita umpamakan lagi bahwa dengan kerdjanja dalam duabelas djam buruh menambah nilai baru enam mark pada bahan² mentah jang telah diperlukan, nilai baru mana direalisasi oleh sikapitalis pada pendjualan baranghasil kerdja jang sudah djadi. Dari sini tiga mark dibajarkannja kepada siburuh, jang tiga mark lagi diambilnja untuk dirinja sendiri. Djika sekarang, buruh mentjiptakan nilai enam mark dalam duabelas djam, maka dalam enam djam dia mentjiptakan tiga mark. Karenanja, setelah ia bekerdja enam djam untuk sikapitalis, dia telah membajar kembali kepada sikapitalis nilai-imbangan tiga mark jang terkandung dalam upahnja. Setelah kerdja enam djam mereka keduanja balui, tak ada jang berhutang satu pfennigpun kepada jang lainnja.
"Nanti dulu!" teriak sikapitalis sekarang. "Saja telah menjewa buruh selama sehari suntuk, selama duabelas djam. Tetapi enam djam hanjalah setengah hari. Maka itu teruslah bekerdja sampai habis jang enam djam lagi-baru sesudah itu kita akan balui!" Dan, dalam kenjataannja, buruh harus memenuhi kontraknja jang dibuatnja "dengan sukarela," dan menurut kontrak ini ia telah berdjandji sendiri akan bekerdja selama duabelas djam penuh untuk memperoleh hasil kerdja jang makan enam djam kerdja.
Sama halnja djuga dengan upah-potongan. Marilah kita umpamakan bahwa buruh kita membuat duabelas potong dari satu barangdagangan dalam duabelas djam. Masing² potong itu makan biaja dua mark untuk bahan mentah dan keausan dan didjual dengan dua setengah mark. Kemudian, sikapitalis, menurut perumpamaan jang sama seperti diatas, akan memberikan kepada buruh duapuluhlima pfennig untuk setiap potong: sehingga mendjadi tiga mark untuk duabelas potong (1 mark = 100 pfennig-Red,JP), untuk memperoleh djumlah ini buruh memerlukan duabelas djam. Sikapitalis menerima tigapuluh mark untuk duabelas potong; memotong duapuluhempat mark untuk bahan² mentah dan keausan dan tinggal enam mark, dan dari djumlah ini ia membajar tiga mark kepada siburuh sebagai upah dan mengantongi tiga mark. Djadi sama sadja seperti diatas. Dalam hal ini djuga buruh bekerdja enam djam untuk dirinja sendiri, jaitu, guna penggantian upahnja (setengah djam dalam tiap² djam selama duabelas djam) dan enam djam untuk sikapitalis.
Kesukaran jang mengandaskan ahli² ekonomi jang terbaik, selama mereka berpangkal pada nilai "kerdja," hilang-lenjap serenta kita berpangkal pada nilai "tenagakerdja" sebagai gantinja. Dalam masjarakat kapitalis zaman kita sekarang ini tenagakerdja adalah suatu barangdagangan, suatu barangdagangan seperti setiap barangdagangan lainnja, namun suatu barangdagangan jang istimewa sekali. Jaitu, ia mempunjai sifat istimewa sebagai suatu daja jang mentjiptakan nilai, suatu sumber nilai, dan sesungguhnja, dengan perlakuan jang sepantasnja ia merupakan suatu sumber akan nilai jang lebih banjak daripada jang dimilikinja sendiri. Dengan keadaan produksi seperti sekarang ini, tenagakerdja manusia tidak hanja menghasilkan dalam sehari nilai jang lebih besar daripada jang dimilikinja dan biajanja sendiri; dengan setiap penemuan ilmiah baru, dengan setiap penemuan teknik baru, kelebihan hasilnja setiap hari diatas biajanja setiap hari bertambah besar, dan karenanja bagian dari hari-kerdja dimana buruh bekerdja untuk menghasilkan penggantian upah-hariannja berkurang; akibatnja, pada pihak lain, bagian dari hari-kerdja dimana ia harus menghadiahkan kerdjanja kepada sikapitalis tanpa dibajar itu bertambah besar.
Dan inilah susunan ekonomi seluruh masjarakat kita dewasa ini: hanja klas buruh sendirilah jang menghasilkan semua nilai. Sebab nilai hanjalah suatu pernjataan jang lain bagi kerdja, jaitu pernjataan dengan mana dalam masjarakat kapitalis kita dewasa ini dimaksudkan djumlah kerdja-perlu sosial jang terkandung dalam barangdagangan tertentu. Akan tetapi, nilai² jang dihasilkan kaum buruh ini bukan kepunjaan kaum buruh. Nilai² itu adalah kepunjaan para pemilik bahan² mentah, mesin², perkakas², dan dana-tjadangan jang memungkinkan pemilik² ini membeli tenagakerdja klas buruh. Oleh karena itu, dari seluruh djumlah baranghasil jang dihasilkan olehnja, klas buruh menerima kembali hanja sebagian sadja bagi dirinja sendiri. Dan sebagaimana baru sadja kita lihat, bagian lainnja, jang diambil oleh klas kapitalis untuk dirinja sendiri dan paling² harus membaginja dengan klas pemilik tanah, bertambah besar dengan setiap penemuan dan pendapatan baru, sedang bagian jang terbagi kepada klas buruh (dihitung per kepala) hanja bertambah sangat lambat dan tak seberapa atau samasekali tidak, dan bahkan dalam keadaan tertentu mungkin merosot.
Tetapi penemuan² dan pendapatan² jang silih-berganti dengan semakin tjepat, produktivitet kerdja manusia jang naik dari hari kehari sampai pada batas jang belum pernah terdengar dulu, achirnja menimbulkan suatu konflik jang mengakibatkan ekonomi kapitalis dewasa ini mesti binasa. Pada satu pihak kekajaan jang tak-terhingga dan kelimpahan baranghasil² jang tak terbelikan oleh para pembeli; pada pihak lain, massa banjak dari masjarakat jang diproletarkan, jang mendjadi buruh-upahan, dan djustru karena itulah dibikin tak mampu memiliki kelimpahan baranghasil² ini bagi dirinja sendiri. Pembagian masjarakat mendjadi klas ketjil jang luarbatas kajanja dan klas besar dari kaum pekerdja-upahan jang tak bermilik menimbulkan suatu masjarakat jang tertjekik karena kelimpahannja sendiri, sedang majoritet jang besar dari anggota²nja hampir, atau bahkan samasekali tidak terlindung dari kemiskinan jang luarbiasa. Keadaan seperti ini dari hari kehari mendjadi lebih gila dan-mendjadi lebih tidak perlu. Keadaan ini harus dilenjapkan, ia dapat dilenjapkan. Susunan masjarakat baru adalah mungkin dimana perbedaan² klas dewasa ini akan lenjap dan dimana-barangkali setelah satu periode peralihan jang pendek jang membawa beberapa penderitaan, tetapi bagaimanapun djuga mempunjai nilai moral jang tinggi-melalui penggunaan dan perluasan setjara berentjana atas tenaga² produktif raksasa jang telah ada dari semua anggota masjarakat, dan dengan kewadjiban bekerdja jang serbasama, maka alat² penghidupan, untuk menikmati hidup, untuk pengembangan dan penggunaan semua ketjakapan djasmani dan rochani, akan tersedia dalam ukuran jang sama dan dengan semakin penuh. Dan bahwa kaum buruh mendjadi semakin gigih untuk mentjapai susunan masjarakat baru ini akan didemonstrasikan dikedua tepi lautan pada Hari Satu Mei, esok hari, dan pada hari Minggu, 3 Mei.[5]
Friedrich Engels
London, 30 April, 1891
KETERANGAN
1) Neue Rheinische Zeitung (Suratkabar Rhein Baru): Terbit dikota Koeln dari tgl. 1 Djuni 1848 sampai 19 Mei 1849, Karl Marx adalah redaktur-kepalanja.
2) Dalam buku Kapital Marx berkata:
"……. Dengan ekonomi politik klasik, saja artikan ekonomi jang, sedjak zaman W. Petty, menjelidiki hubungan-hubungan produksi jang sesungguhnja didalam masjarakat burdjuis ….." (Djilid I, penerbitan Moskow 1954 dalam bahasa Inggris, hlm. 81)
Wakil² terpenting dari ekonomi politik klasik di Inggris ialah Adam Smith dan David Ricardo.
3) "Walaupun ia per-tama² mengambil bentuk dalam pikiran² beberapa orang zeni pada achir abad tudjuhbelas, namun ekonomi politik dalam arti sempit, dalam perumusannja setjara positif oleh kaum fisiokrat dan Adam Smith, pada hakekatnja adalah anak abad delapanbelas….." (F. Engels, Anti-Duhring, penerbitan Moskow 1954 dlm bahasa Inggris, hlm. 209).
4) Karl Marx, Kapital, Djilid I, penerbitan Moskow 1954 dlm bahasa Inggris, Bab VI, hlm. 167-176.
5) Serikatburuh² Inggris biasa merajakan Hariraja Satu Mei pada hari Minggu pertama sesudah tgl. 1 Mei, jang pada th. 1891 djatuh pada tgl. 3 Mei.
by: Edi Cahyono, 2002
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment