Gerakan Tani Indonesia

KERANGKA ACUAN
PENYELIDIKAN LAND-REFORM DAN GERAKAN TANI DI INDONESIA

Diselenggarakan oleh Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) bekerjasama dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)

Januari-April 2005

A. LATAR BELAKANG

Ketika berbicara mengenai land-reform sebagai suatu konsepsi dari berbagai konsepsi mengenai land reform yang mengemuka, tentunya konsepsi yang secara erat kaitannya dengan kepentingan dari subyek yang menjadi pelaku utama atau komponen pokok dari land-reform yang semestinya. Bila dilihat dari pengertiannya, land reform merupakan langkah untuk meningkatkan kekuatan produktif masyarakat pedesaan dengan cara melakukan perombakan pada struktur hubungan produksi setengah feodal yang berdominasi di wilayah pedesaan.
Land reform memiliki tiga aspek yang satu dengan lainnya tidak terpisahkan. Maksud-maksud tersebut adalah; pertama, aspek politik untuk mengubah relasi produksi yang berbasiskan kepemilikan monopoli atas tanah. Di dalam maksud ini, land reform adalah upaya yang secara struktural mengubah hubungan produksi yang timpang dengan cara menghapuskan kepemilikan monopoli atas tanah dan sumber-sumber agraria. Maksud ini berarti mendorong demokratisasi di lapangan ekonomi, politik, dan kebudayaan.
Kedua, land-reform memiliki aspek ekonomi untuk meningkatkan kemampuan ekonomi kaum tani di pedesaan. Langkah ini merupakan implikasi dari adanya pemberian atau perluasan (ekstensifikasi) lahan garapan untuk meningkatkan kapasitas produksi kaum tani. Peningkatan produksi ini sendiri dibantu oleh cara kerja yang lebih maju melalui penataan dan kolektivisasi produksi.
Ketiga, land reform memiliki aspek budaya. Dalam pengertian ini, perombakan struktur hubungan produksi feodalisme yang disertai dengan meningkatnya kekuatan produktif kaum tani di pedesaan yang disertai dengan penataan dan kolektivisasi produksi akan memberikan dorongan bagi perubahan cara kerja yang pada gilirannya akan mengubah kesadaran kerja di kalangan kaum tani. Kondisi inilah yang akan turut mendorong kemajuan kekuatan produktif kaum tani, terutama pada aspek kebudayaan.
Berangkat dari pengertian seperti disebutkan di atas, land-reform memiliki tujuan-tujuan yang lebih kongkrit. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
a. mengadakan pembagian tanah secara adil dengan menghapuskan monopoli atau merombak struktur agraria yang timpang untuk menciptakan pemerataan dalam hal perolehan hasil produksi dan keadilan sosial.
b. Melaksanakan prinsip tanah untuk petani (penggarap) sehingga tidak terjadi lagi spekulasi dan pemerasan dengan menggunakan obyek tanah.
c. Memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga negara, baik laki-laki maupun perempuan dengan memberikan hak politik dan hak ekonomi atas tanah tersebut.
d. Mengakhiri sistem tuan-tanah, menghapuskan feodalisme serta segala bentuk sistem kepemilikan yang tidak terbatas.
e. Mempertinggi produksi nasional melalui terselenggaranya pertanian intensif yang dilaksanakan secara kolektif melalui pembentukan koperasi-koperasi dan sistem kerja bersama guna menjamin produktivitas dan pemerataan kesejahteraan.
Seluruh aksi land-reform ditujukan untuk menghapuskan klas tuan tanah dan sistem kepemilikan monopoli atas tanah yang selama ini menjadi basis ekonomi dan politiknya. Pelaksanaan land-reform sendiri dilakukan dengan memperhatikan kekhususan dan keumuman kondisi dimana program tersebut dilaksanakan. Melalui analisis yang komprehensif atas klas-klas sosial dan perjuangan klas yang terjadai di wilayah dimana akan dilaksanakan program land-reform, secara umum land-reform dilaksanakan melalui dua tahap, yakni tahap aksi minimum dan aksi maksimum.
Yang dimaksud dengan aksi minimum land-reform adalah gerakan massa kaum tani yang dilancarkan untuk mendesakkan penurunan sewa dan penghapusan secara drastis segala bentuk peribaan. Hakikat dari gerakan ini adalah upaya untuk menghilangkan bentuk-bentuk penggunaan tanah sebagai obyek spekulasi dan pemerasan. Seperti diketahui, bentuk-bentuk sewa tanah dan peribaan adalah kekhususan yang terjadi dalam saling hubungan produksi setengah feodal. Sistem sewa tanah dan peribaan pada sistem relasi produksi setengah feodal adalah media yang mengikat saling hubungan antara tuan-tanah dengan petani penggarap, yang umumnya terdiri dari buruh tani dan tani miskin.
Program maksimum land-reform adalah penyitaan dan pendistribusian tanah-tanah yang dikuasai oleh tuan-tanah besar atau kapitalis yang mengusahakan tanahnya dengan membasiskan proses pemupukan kapitalnya dengan menggunakan hubungan produksi yang berciri sisa-feodal, seperti praktik sewa tanah dan peribaan. Aksi maksimum land-reform dilaksanakan pada saat gerakan kaum tani memiliki kekuatan politik yang memadai untuk melaksanakannya.
Pertanyaan yang kemudian patut diajukan adalah apakah land-reform merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh kaum tani di Indonesia? Pertanyaan ini adalah soal yang hendak diuji melalui studi land-reform yang saat ini hendak dilakukan. Akan tetapi dari gambaran umum yang ada mengenai kondisi kehidupan dan gerakan kaum tani saat ini, terlihat suatu keumuman mengenai pentingnya pelaksanaan land-reform di Indonesia.
Bentuk hubungan produksi yang diwariskan kolonialisme masih merupakan aspek yang mendominasi kehidupan kaum tani sekaligus menjadi biang dari segala permasalahan yang dialami sekitar 44,3 juta kaum tani di Indonesia. Ketimpangan struktur agraria, kegagalan revolusi hijau, jatuhnya harga komoditas pertanian lokal akibar serbuan komoditas impor, telah menjadi musabab dari memburuknya kehidupan kaum tani dan langgengnya segala bentuk diskriminasi terhadap kalangan terpinggirkan, khususnya kaum perempuan pedesaan.
Dewasa ini, di banyak tempat di Indonesia, kaum tani menunjukkan berbagai ekspresi yang menegaskan pentingnya pelaksanaan land-reform di Indonesia. Ekspresi ini secara kongkrit dinyatakan kaum tani melalui berbagai organisasi massa kaum tani yang secara getol terlibat dalam berbagai aksi, baik berupa demonstrasi maupun aksi-aksi pendudukan lahan garapan sebagai upaya memecahkan kebuntuan politik yang selama ini menyelubungi berbagai persoalan sosial yang hinggap dalam kehidupannya.
Memang tidak seluruh aksi massa kaum tani saat ini menunjukkan keberhasilan. Bahkan pada saat angin perubahan yang bertajuk “reformasi” berhembus cukup kencang, kaum tani masih menjadi obyek kekerasan. Berita-berita penangkapan, penganiayaan, bahkan penembakan sampai pada pembunuhan kepada kaum tani masih kerap muncul mengiringi setiap kali aksi yang dilakukan kaum tani. Hal ini menunjukkan bahwa secara politik, belum ada itikad yang nyata dari rejim-rejim yang dilahirkan oleh gerakan massa 1998 untuk membela kepentingan kongkrit kaum tani di Indonesia. Dengan kondisi ini, tanpa adanya perbaikan-perbaikan dalam konsepsi dan aksi, gerakan land reform di Indonesia bisa dipastikan akan mudah mengalami kebuntuan.
Namun seluruh kenyataan yang ada bukanlah faktor yang harus membuat kaum tani berkecil hati. Pelajaran normatif yang bisa dipetik dari kenyataan ini adalah kerja keras untuk memperhebat alat juang kaum tani adalah hal mutlak untuk segera dibangun. Perjuangan memang masih panjang, tapi kemenangan bukanlah mimpi. Soal yang harus dipecahkan adalah bagaimana mengubah kondisi hari ini agar memberi hari depan yang lebih baik bagi gerakan dan kehidupan kaum tani di Indonesia.
Dalam usaha untuk melaksanakan perbaikan yang terus-menerus terhadap gerakan kaum tani di Indonesia, kita sebenarnya dibantu oleh pengalaman-pengalaman masa lalu, baik yang terjadi di dalam negeri maupun dari luar negeri. Pengalaman-pengalaman tersebut bila dikaji dengan tepat serta disesuaikan dengan kondisi kongkrit yang ada akan memberikan masukan yang sangat berarti terhadap kemajuan praktik sosial gerakan. Dalam kerangka inilah pekerjaan penyelidikan sosial atas kondisi kehidupan dan gerakan kaum tani menduduki posisi yang cukup penting sebagai kebutuhan hari ini. Penyelidikan ini yang kemudian diberi judul besar sebagai Penyelidikan Land Reform dan Gerakan Tani di Indonesia.

B. TUJUAN PENYELIDIKAN

Secara umum, studi land-reform ini bertujuan untuk memajukan praktik sosial gerakan kaum tani di Indonesia. Praktik sosial adalah ukuran kualitatif mengenai tingkat perkembangan suatu materi sosial. Praktik sosial ini sendiri terdiri dari tiga aspek pokok, yakni praktik produksi, perjuangan klas, dan eksperimentasi ilmiah. Ketiganya merupakan sumber pengetahuan atau sumber ide yang memegang peranan memimpin aksi-aksi.
Dalam kerangka studi ini, obyek yang menjadi pokok kajian adalah praktik produksi atau kondisi kehidupan ekonomi dan politik kaum tani, perjuangan klas atau relasi antar klas-klas sosial yang terbangun dalam hubungan produksi, serta kajian mengenai rumusan-rumusan aksi yang kongkrit yang berdasarkan pada situasi kongkrit.
Secara lebih rinci, tujuan studi terbagi atas dua bagian. Pertama akan membahas masalah dinamika politik agraria kontemporer. Yang dimaksud dengan dinamika politik adalah relasi-relasi politik dari klas-klas sosial yang ada dalam masyarakat sebagai cermin dari bentuk-bentuk kontradiksi yang terjadi di lapangan agraria Indonesia. Analisis mengenai dinamika politik ini diarahkan untuk memberikan ulasan historis atas perkembangan atau perubahan politik yang terjadi.
Dalam pembahasan mengenai dinamika politik agraria, pembahasan mengenai dinamika gerakan land-reform menjadi salah satu poin pembahasan. Ulasan ini bermaksud untuk memetakan pandangan-pandangan gerakan kaum tani dalam menghadapi realitas sosial-politik, baik dari aspek nasional secara umum maupun aspek-aspek khusus di tingkat lokal. Khususnya mengenai pembahasan dinamika politik lokal, sasaran studinya diarahkan pada struktur politik di tingkat terendah yang secara langsung bersentuhan dengan kehidupan kaum tani. Hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan pokok pembahasan pada ruang yang paling mungkin dijangkau oleh daya kognisi kaum tani. Sementara pembahasan atas dinamika politik yang terjadi pada tingkat-tingkat antara, misalnya tingkat kabupaten maupun propinsi akan dijadikan masukan yang bersifat sekunder.
Poin penting dalam penyelidikan mengenai dinamika politik agraria adalah penilaian atas tingkat perkembangan gerakan tani kontemporer, pemetaan basis historis, dan analisis mengenai proyeksi masa depan gerakan tani.
Bagian kedua akan mengulas secara lebih detail mengenai potensi dan urgensi pelaksanaan land-reform. Pada bagian ini, pembahasan akan ditujukan pada upaya untuk mengulas aspek historis yakni kondisi kongkrit kehidupan dan praktik produksi kaum tani. Studi akan diarahkan pada investigasi atas tanah-tanah yang berada di bawah kekuasaan tuan-tanah yang akan menjadi menjadi obyek pelaksanaan land-reform. Maksud dari pembahasan ini adalah untuk menganalisis bentuk-bentuk aksi land-reform yang paling mungkin dilaksanakan baik dalam kerangka maksimum maupun minimum. Harapannya, hasil studi ini akan memberi manfaat langsung pada gerakan tani sebagai masukan untuk memperkaya program aksi baik aksi sebelum maupun setelah pelaksanaan land-reform serta bisa menjadi alat untuk memperhebat organisasi.

C. WILAYAH DAN SASARAN PENYELIDIKAN

Penyelidikan ini memiliki jangkauan wilayah yang bersifat nasional. Namun pelaksanaannya disesuaikan dengan kapasitas pengorganisasian yang paling mungkin untuk dilaksanakan. Penentuan wilayah penyelidikan diutamakan pada wilayah-wilayah yang saat ini merupakan wilayah basis utama dari gerakan kaum tani. Penentuan wilayah basis gerakan kaum tani sebagai sasaran studi disebabkan karena gerakan kaum tani memegang peranan yang turut mempengaruhi dinamika politik yang terjadi di wilayah tersebut.
Aspek lain yang turut diperhatikan dalam penentuan wilayah penyelidikan adalah karakteristik geografis, demografis, dan sosio-politik dari basis-basis yang bersangkutan. WF. Wertheim dalam “Indonesia in Time of Transition” menyebutkan bahwa karakteristik masyarakat pedesaan pada umumnya dapat dibagi ke dalam tiga bentuk, pertama karakteristik pedesaan dengan basis produksi pertanian sawah irigasi yang umumnya berada di wilayah pedalaman dan pesisir pulau Pulau Jawa, karakteristik desa-desa pesisi dan dataran rendah di sepanjang pesisir Jawa dan Sumatera yang menjadi pusat distribusi, dan karakteristik pedalaman Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, serta Papua yang umumnya berbasiskan ekonomi pertanian ladang.
Ketiganya menunjukkan basis struktur dan suprastruktur yang masing-masing memiliki kekhususan. Desa-desa yang merupakan wilayah basis pertanian sawah pada umumnya memiliki kesadaran dan pengetahuan produksi yang jauh lebih maju. Kemajuan teknologi pengairan telah mendorong meningkatnya kemampuan produksi. Ikatan feodal di wilayah pertanian sawah lebih kuat karena penduduk umumnya terkonsentrasi dalam perkampungan-perkampungan yang secara institusional merupakan pusat dari aktivitas produksi dan distribusi. Oleh karenanya, kebutuhan akan tanah menjadi semakin kongkrit dan kesadaran politik dari penduduknya, khususnya kaum berkembang jauh lebih maju. Hal ini yang kerap menunjang mudahnya kaum tani menerima propaganda land-reform.
Berbeda dengan masyarakat pedesaan dengan basis pertanian ladang. Aktivitas penduduk terdesentralisasi dalam satuan-satuan produksi berupa ladang yang karena jarak antara ladang cukup berjauhan mengakibatkan dinamika sosial kaum tani cukup rendah. Ikatan feodal di wilayah-wilayah tersebut juga tidak terlalu ketat namun terbagi dalam satuan-satuan politik dan ekonomi yang menyebar. Kekuatan produktif di wilayah-wilayah tersebut umumnya lebih rendah dibanding kaum tani sawah. Kesadaran politik dari kaum tani ladang cukup rendah karena rendahnya mobilitas transaksional antar penduduk.
Ikatan yang menjadi alat efektif untuk mempersatukan penduduk di wilayah-wilayah tersebut cenderung bersifat kultural. Hal inilah yang menyebabkan isu-isu adat/ulayat lebih mengena dan memiliki kemampuan yang cukup besar untuk menggerakan aksi kaum tani, terutama ketika berhadapan dalam situasi berkontradiksi dengan kekuatan feodal atau kekuatan modal yang lebih besar.
Sementara di kawasan pesisir yang pada masa lalu memegang peranan penting dalam lalu-lintas perdagangan nusantara, dinamika kaum tani dipengaruhi oleh aspek-aspek lain seperti industri. Tidak banyak kaum tani yang berhasil mempertahankan diri dari kepungan industri. Arus konversi lahan yang cukup deras, tampaknya menggerus kesadaran politik kaum tani untuk mempertahankan lahannya.
Indikator lain yang ditetapkan sebagai wilayah sasaran penyelidikan adalah wilayah-wilayah yang saat ini menunjukkan kebangkitan gerakan tani. Pada wilayah-wilayah tersebut, pola interaksi yang terbangun antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan land reform lebih dinamis. Pihak-pihak yang dimaksud adalah pihak-pihak yang memiliki peranan dalam perimbangan politik wilayah. Di samping itu, aspek lain yang hendak diselidiki adalah proses kebangkitan gerakan tani (bentuk-bentuk kesadaran yang melatarbelakangi, karakteristik kepemimpinan, kapasitas politik organisasi, dan mekanisme serta struktur organisasi).
Kriteria terakhir yang diajukan dalam kerangka acuan ini adalah wilayah-wilayah yang merupakan basis perputaran modal, seperti wilayah di dekat perkebunan atau kehutanan. Di wilayah-wilayah ini, pada umumnya, petani adalah sumber tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan pemerintah maupun swasta yang bergerak di sektor agraria.
Secara historis, keberadaan perusahaan-perusahaan perkebunan terkait dengan proyek kolonialisme untuk melakukan intensifikasi agraria, guna meningkatkan produktivitas dengan melakukan konsolidasi lahan untuk menjalankan politik pertanian kolonialisme. Desa-desa di sekitar wilayah perkebunan atau kehutanan memiliki karakteristik tertentu sebagai akibat dari interaksi dan kontradiksi antara penduduk di wilayah tersebut dengan institusi-institusi perkebunan dan kehutanan.
Gambaran di atas dapat dikembangkan dengan memasukkan variabel-variabel baru, misalnya dengan menganalisis kontradiksi-kontradiksi yang terjadi dalam kehidupan kaum tani yang secara ekonomi, politik, maupun kultural berada di dekat atau di dalam areal-areal perkebunan modern besar. Singkatnya karakteristik yang beragam dari kondisi kongkrit kehidupan kaum tani akan membentuk kesadaran politik dan dinamika politik yang juga cukup beragam. Idealnya, penyelidikan ini mampu menangkap keberagaman tersebut untuk memetakan serangkaian resolusi kongkrit yang bisa dipegang sebagai panduan aksi bagi kaum tani.
Kriteria wilayah seperti di atas tersebar di seluruh kawasan Indonesia. Dalam kerangka penyelidikan ini, wilayah-wilayah yang menjadi sasaran penyelidikan adalah Propinsi Jawa Barat, Propinsi Jawa Tengah, Propinsi Jawa Timur, Propinsi Sulawesi Tengah, dan Propinsi Sumatera Selatan. Di masing-masing wilayah, penyelidikan dilakukan secara khusus pada tingkat desa dengan mengambil satu atau dua desa yang dijadikan contoh. Pada tingkat itu, secara primer, penyelidikan diarahkan untuk memetakan karakter keadaan sosial-ekonomi kaum tani yang hidup di desa tersebut. Sedangkan aspek sekunder yang juga diselidiki adalah kondisi umum kaum tani dan perimbangan politik, khususnya politik agraria di tingkat kabupaten dan propinsi.

D. PRINSIP-PRINSIP PENYELIDIKAN

Prinsip utama dari pelaksanaan Penyelidikan Land-Reform dan Gerakan Tani Indonesia ini merupakan upaya yang tidak terpisahkan dari usaha untuk membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakan kaum tani. Keterlibatan aktif kaum tani dalam setiap langkah penyelidikan merupakan suatu hal pokok yang menjadi salah satu tolok ukur dari kualitas kajian yang dihasilkan. Pelaksanaan penyelidikan berbeda dengan penyelidikan yang dilakukan oleh peneliti profesional yang kerap menjaga jarak dengan obyek yang diteliti. Penyelidikan ini dilakukan dengan cara menjadikan kaum tani sebagai pelaku penyelidikan dan menjadikan kehidupannya sebagai obyek dari penyelidikan. Oleh karena, harapan maksimum dari penyelidikan ini bukan semata-mata diperolehnya data-data kongkrit mengenai kehidupan kaum tani, melainkan rumusan gagasan yang komprehensif untuk memandu gerakan tani.
Untuk memenuhi persyaratan tersebut, penyelidikan ini harus terkait erat dengan poin-poin yang bersifat resolutif yang dapat dioperasionalkan dalam gerakan tani dari hari-ke hari. Artinya penyelidikan ini mengandung prinsip penyelidikan atas suatu masalah sebagai upaya untuk memecahkan masalah tersebut (to investigate a problem is to solve it). Dengan kata lain, penyelidikan ini dimaksudkan untuk menjadi alat untuk melakukan penelitian ilmiah, artinya penelitian yang tidak hanya sebagai menjelaskan permasalahan melainkan juga mampu untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Obyek yang menjadi kajian studi adalah kondisi material praktik produksi dan perjuangan klas kaum tani. Oleh karenanya, penyelidikan ini terpusat pada eksplorasi atas persoalan-persoalan kongkrit guna menemukan simpulan-simpulan yang kongkrit. Langkah ini bertujuan untuk mengatasi dogmatisme dan empirisisme yang sebenarnya merupakan bentuk-bentuk subyektivisme yang jauh dari kadar keilmiahan sebagai jaminan atas objektivitas penyelidikan. Dengan demikian, diharapkan muncul simpulan-simpulan kongkrit serta obyektif sebagai panduan aksi yang mampu mengatasi penyakit-penyakit yang berasal dari pikiran-pikiran avonturisme dan reformisme.
Dengan demikian, dari keseluruhan prinsip di atas ditujukan untuk menggambarkan kondisi dan bentuk-bentuk pertentangan antar klas-klas sosial yang ada dalam masyarakat serta memberikan rumusan taktik yang tepat untuk mengatasi pertentangan-pertentangan tersebut. Kemenangan kaum tani dalam gerakan land-reform akan ditentukan oleh seberapa dalam pemahaman kaum tani itu sendiri atas kondisi kongkrit kehidupan sosial ekonomi dan politiknya.

E. METODE DAN TAHAPAN-TAHAPAN KERJA PENYELIDIKAN

Metode yang diterapkan untuk melakukan penyelidikan sosial ini adalah mengaitkan aktivitas penyelidikan dengan gerakan massa kaum tani di pedesaan. Metode ini diterapkan dengan rumusan praktis sebagai berikut.
a. Melaksanakan Pertemuan untuk melakukan penggalian data dan menyelenggarakan penyelidikan pendalaman melalui diskusi. Langkah ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan kondisi benar dan memperoleh kongklusi yang tepat. Tanpa dengan melaksanakan diskusi, akan sangat mudah suatu penyelidikan tergelincir pada jebakan subyektivisme, karena gambaran permasalahan dan kongklusi atau pemecahannya akan cenderung bersifat parsial atau sepotong-sepotong.
b. Pihak-pihak yang hadir dalam diskusi tersebut adalah kalangan yang berasal dari klas-klas sosial yang paling bawah (tani miskin dan buruh tani). Klas-klas ini memiliki pengetahuan dan pengalaman yang paling detail mengenai bentuk-bentuk penindasan feodalisme dan menjadi klas yang paling berkepentingan dengan pelaksanaan land-reform. Di samping dengan melihat karakter atau status klasnya, perlu juga diperhitungkan aspek usia karena semakin tua memiliki pengalaman yang lebih banyak. Meski demikian bukan berarti membatasi keterlibatan dari kalangan yang usianya lebih muda. Karena biasanya kalangan yang lebih muda memiliki kesanggupan dan ketajaman dalam melihat persoalan kekinian.
c. Jumlah peserta diskusi tidak dibatasi namun disesuaikan dengan kapasitas pelaksanaan diskusi itu sendiri. Jumlah peserta diskusi yang banyak akan memberikan keuntungan-keuntungan tertentu, misalnya keuntungan untuk memperoleh data-data yang bersifat statistik. Namun kesulitan akan dihadapi manakala diskusi diarahkan pada upaya pendalaman pada aspek-aspek yang sifatnya kualitatif. Oleh karenanya, disarankan pelaksanaan diskusi dibatasi pada jumlah yang proporsional dengan tentu saja memperhatikan komposisi klas-klas sosial yang ada.
d. Pemandu diskusi harus menyiapkan outline yang detail yang berisi poin-poin penting yang hendak dibahas dalam diskusi. Outline ini dimaksudkan untuk menjadi pegangan dalam diskusi, di mana masalah-masalah yang belum jelas bisa dicatat dan diperdalam melalui diskusi. Outline ini juga berfungsi sebagai panduan untuk merumuskan hasil diskusi dalam bentuk tulisan yang terstruktur dan jelas sebagai hasil dari penyelidikan.
e. Semua pihak yang terlibat harus bertanggungjawab atas kelangsungan diskusi dan penyelidikan. Pembagian peran hanya dilakukan dalam rangka menunjang kelancaran diskusi dan bukan untuk menghambat partisipasidari pihak-pihak yang terlibat—terutama partisipasi kaum tani—dalam diskusi tersebut. Bagi seorang petugas yang baru sekali melaksanakan penyelidikan, sebaiknya melatih diri dengan melakukan penyelidikan pada aspek-aspek khusus dari tema-tema yang hendak diselidiki. Pelatihan ini akan memberikan masukan pengalaman yang dapat meningkatkan kapasitas kerja penyelidikan.
f. Ukuran keberhasilan dari suatu diskusi baik dalam upaya penggalian masalah maupun pendalaman dan pemecahan masalah adalah tingkat partisipasi dari peserta diskusi. Untuk itu, penting untuk dilakukan evaluasi dan catatan-catatan mengenai proses pelaksanaan diskusi.
g. Di samping menuliskan kembali hasil penyelidikan, petugas yang menanggungjawabi pekerjaan penyeledikan ini diharuskan untuk membuat catatan-catatan mengenai masalah-masalah ditemui dalam diskusi yang membutuhkan penanganan khusus dari organisasi dalam kurun waktu segera dan mengajukannya secara resmi kepada organisasi.

F. KERANGKA PEMIKIRAN


Penyelidikan ini diarahkan untuk mengetahui keadaan sosial dan kesadaran politik kaum tani. Gambaran ini merupakan uraian yang bersifat kualitatif mengenai tingkat perkembangan praktik sosial gerakan tani. Seperti dipaparkan di atas, untuk melihat tingkat perkembangan praktik sosial, analisis yang pertama kali perlu dilakukan adalah analisis mengenai praktik produksi.

F.1 Praktik Produksi
Di dalam melakukan analisis mengenai praktik produksi, terdapat tiga aspek yang menjadi kajian utama, yakni aspek geografis untuk mengetahui di mana letak praktik produksi dilaksanakan, kemudian aspek demografis untuk mengetahui siapa yang menjadi pelaku dalam praktik produksi, dan ketiga bagaimana cara produksi yang diterapkan.
Di dalam melakukan analisis mengenai aspek geografis, tekanan pembahasannya diarahkan pada dua soal, yakni faktor letak dan kegunaan. Yang dimaksud dengan letak adalah kondisi geografis suatu wilayah, apakah merupakan wilayah pegunungan, dataran atau hamparan, atau pesisir pantai. Mengenai masalah kegunaan yang dianalisis adalah manfaat kongkrit dari geografi yang dianalisis. Dari kedua faktor tersebut, faktor kegunaan memegang peranan yang lebih mempengaruhi terbentuknya kesadaran sosial manusia oleh karena dinamika atau perubahannya berkembang lebih cepat dibanding faktor letak.
Aspek kedua yang mempengaruhi praktik produksi masyarakat adalah karakter populasi. Faktor-faktor yang diulas dalam aspek ini adalah faktor jumlah dan kepadatan. Yang dimaksud dengan jumlah adalah angka keseluruhan dari populasi yang ada di suatu wilayah, sedangkan kepadatan adalah perbandingan antara jumlah populasi dengan luas areal tempat aktivitas produksi dan sosial dari populasi tersebut. Dari kedua faktor ini, faktor yang lebih menentukan adalah kepadatan. Pasalnya, kepadatan penduduk menentukan kuantitas interaksi yang mempengaruhi dinamika sosial-budaya dari penduduk tersebut.
Aspek ketiga yakni cara produksi. Di dalam menganalisis cara produksi, pembahasan dilakukan dengan menguraikan saling hubungan antara kekuatan produktif dan hubungan (relasi) produksi. Kekuatan produktif adalah elemen yang memegang peranan menentukan atau peranan pokok dalam kegiatan produktif. Faktor-faktor yang terdapat dalam kekuatan produktif adalah tenaga (be)kerja dan alat produksi. Alat (sarana) produksi sendiri terbagi dalam dua jenis yakni alat kerja dan sasaran produksi. Antara tenaga kerja dan alat produksi, peranan yang lebih menentukan dalam proses produksi adalah tenaga kerja. Sementara alat produksi adalah sarana yang memegang peranan menunjang atau mempengaruhi proses produksi.
Hubungan produksi adalah bentuk dari sistem relasi antar klas-klas yang terlibat dalam kegiatan produksi. Hubungan produksi memiliki peranan dalam membentuk karakter corak produksi. Faktor yang diulas dalam menganalisis sistem relasi antar klas-klas sosial dalam suatu hubungan produksi adalah partisipasi produksi, yakni pola keterlibatan klas-klas sosial dalam proses produksi dan distribusi (hasil) produksi, yakni sistem pembagian hasil produksi.

F.2 Klas-Klas Sosial dan Perjuangan Klas
Analisis kedua yang dilakukan dalam kerangka menilai praktik sosial gerakan kaum tani adalah masalah klas-klas sosial dan perjuangan klas. Pada hakikatnya, ulasan mengenai klas-klas sosial dan perjuangan klas, masih terkait dengan permasalahan sebelumnya di lapangan praktik produksi. Bisa dikatakan analisis mengenai klas-klas sosial dan perjuangan klas merupakan kelanjutan dari analisis sebelumnya, terutama pada analisis mengenai hubungan produksi.
Masalah ini lebih banyak mengulas masalah dinamika politik dan perjuangan land-reform yang dilakukan kaum tani. Dinamika politik agraria akan mengulas bagaimana hubungan produksi tercermin dalam struktur politik kekuasaan yang berdominasi. Konsentrasi pembahasan mengenai dinamika politik agraria diarahkan untuk melihat lebih dalam mengenai perjalanan sejarah politik agraria berikut latar belakang ekonomi-politik yang melatari perubahan-perubahan tersebut.
Aspek yang secara erat terkait dengan dinamika tersebut adalah peranan gerakan kaum tani di satu sisi sebagai kekuatan politik yang progresif dan memegang peranan menentukan. Sementara peranan dari politik klas-klas yang berkuasa sebagai elemen berada pada segi yang mendominasi terbentuknya struktur politik agraria. Sedangkan bentuk struktur politik agraria ini sendiri merupakan ikhtiar dari klas-klas yang berkuasa untuk melakukan balancing of power dengan dinamina gerakan yang bersifat progresif dari kaum tani.
Di dalam kenyataan politik hari ini, pertentangan antara kaum tani dengan klas tuan-tanah dan kapitalis komprador dapat dilihat dari tiga aspek pokok, yakni aspek ideologi atau nilai-nilai dasar, aspek politik, dan aspek organisasi. Baik kaum tani maupun klas tuan tanah mengembangkan ketiga aspek tersebut untuk memperkukuh posisi politiknya masing-masing, baik sebagai upaya mempertahankan diri maupun usaha untuk merebut posisi dalam konteks dinamika politik agraria di Indonesia.
Dengan dasar itu, analisis mengenai klas-klas sosial dan analisis klas akan mencoba mengurai lebih dalam mengenai aspek-aspek ideologi, politik, dan organisasi. Di dalam aspek ideologi, pembahasan akan diarahkan pada bagaimana bentuk dan proses pembentukan ideologi. Di dalam aspek politik, analisis akan diarahkan pada bagaimana ideologi atau cara pandang disebarluaskan dan dimaterialkan menjasi suatu kekuatan politik, baik dilakukan sendiri-sendiri atau dengan melakukan kerjasama (front). Sementara di lapangan organisasi, analisis akan dicurahkan pada bagaimana bentuk dan proses pembentukan organisasi sebagai alat pelaksana ide untuk mewujudkan kepentingan politik klas.

F.3 Perumusan Resolusi
Secara teoretis yang dimaksud dengan eksperimentasi ilmiah adalah usaha untuk menemukan atau memperbaiki materi sebelumnya untuk mendapatkan materi baru yang lebih baik. Dalam konteks penyelidikan land reform dan gerakan tani yang dilakukan saat ini, percobaan ilmiah diarahkan untuk mendapatkan gambaran yang kongkrit mengenai kontradiksi antara kondisi obyektif dengan kenyataan subyektif. Oleh karenanya, percobaan ilmiah dapat dibahasakan sebagai perumusan resolusi atau pedoman-pedoman aksi baru guna memperbaiki kualitas aksi yang dilakukan pada masa sebelumnya.
Perumusan resolusi ini diarahkan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan, baik dalam praktik produksi maupun dalam perjuangan klas. Resolusi atau anti-thesis atas praktik produksi akan memiliki muatan politik, karena secara langsung terkait dengan aktivitas politik, propaganda, dan kampanye massa di kalangan kaum tani. Sedangkan resolusi mengenai klas-klas sosial dan perjuangan klas akan memberikan masukan pada usaha-usaha untuk menopang gerakan pembetulan di lapangan organisasi.

G. PENYELENGGARA DAN WAKTU PELAKSANAAN

Seluruh kegiatan penyelidikan ini dilakukan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dengan bekerjasama dengan organisasi-organisasi gerakan tani, baik di tingkat nasional maupun kabupaten. Tim ini akan bekerja melakukan penyelidikan dengan berintegrasi dengan kehidupan kaum tani, sembari melakukan studi mengenai historis gerakan tani dan politik agraria secara umum di tingkat nasional.
Pelaksanaan penyelidikan ini diawali dengan penyiapan tim bersama (joint committee) antara KPA dengan organisasi-organisasi tani di tingkat wilayah. Proses penyiapan tim ini dilakukan pada minggu pertama dan kedua bulan Januari 2005. Selanjutnya, proses pelaksanaan penyelidikan dilakukan mulai minggu ketiga Januari 2005. Penyelidikan ini sebenarnya tidak memiliki batasan waktu yang kongkrit, akan tetapi diharapkan tim sudah mampu merampungkan penyelidikan awal pada minggu kedua bulan April 2005. Hal ini disebabkan laporan sementara penyelidikan diharapkan mampu dirampungkan pada akhir April 2005.
Sistem pelaporan yang diterapkan adalah pelaporan berjenjang, dengan membagi tenggat tiga bulan pertama dalam tiga jenjang pelaporan. Pada jenjang pertama, pelaporan tim akan memuat proses persiapan dan karakteristik praktik produksi kaum tani. Jenjang kedua, pelaporannya akan memuat historis gerakan kaum tani dan imbangan politik yang terjadi sebelum dan sesudah kebangkitan gerakan kaum tani. Pada jenjang ketiga, pelaporannya akan memuat resolusi-resolusi mengenai bentuk-bentuk pelaksanaan land-reform yang paling mungkin dilaksanakan di wilayah tersebut. Sistem ini diterapkan guna memudahkan proses penyusunan laporan akhir.
Berikut ini tabel kerja dan pelaporan
Pelaksanaan dan Pelaporan Januari 2005 Februari 2005 Maret 2005 April 2005
Penyiapan Tim
Studi Praktik Produksi
Laporan I
Studi Praktik Gerakan Tani
Laporan II
Studi Proyeksi Land Reform
Laporan II
Laporan Umum Nasional

H. STRUKTUR PENULISAN LAPORAN

Laporan penyelidikan ini akan terdiri dari laporan wilayah, yang merupakan laporan hasil penyelidikan yang dituliskan oleh tim investigasi wilayah dan laporan umum yang merupakan rangkuman dari keseluruhan laporan wilayah. Baik laporan wilayah maupun laporan umum akan dimuat dalam enam bab pembahasan. Keenam bab tersebut adalah;
Bab I, yakni bab pendahuluan yang memuat rangkuman proses persiapan pelaksanaan penyelidikan. Yang dibahas dalam bab pendahuluan ini adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan sebelum penyelidikan, seperti persiapan-persiapan pembentukan tim, pengorganisasian kerja, penyiapan material, penentuan waktu, dan aspek-aspek lain yang terkait dengan kelancaran penyelidikan.
Bab II membahas mengenai karakteristik geografis dan demografis dari wilayah yang menjadi obyek penyelidikan. Pada aspek geografis, pembahasan akan diarahkan pada analisis mengenai letak dan kegunaan serta kualitas tanah, air, udara, jalur transportasi, dan beberapa aspek lain yang terkait dengan masalah geografis. Pada aspek penduduk, ulasan akan diarahkan selain menghitung jumlah dan kepadatan, juga dilihat latar belakang budaya adat istiadat, bahasa asli, dan agama.
Bab III membahas masalah dinamika politik agraria. Ulasannya akan diisi dengan bagaimana proses historisnya, latar belakang klas dari pihak-pihak yang memegang peranan menentukan maupun mempengaruhi terhadap corak kekuasaan yang berlaku serta bentuk-bentuk relasinya dengan kaum tani. Di samping melakukan analisis terhadap politik agraria yang dijalankan, pembahasan di dalam bab ini juga diarahkan pada upaya merekonstruksi saling hubungan antar berbagai institusi, baik sipil maupun militer, terutama dalam aspek-aspek yang terkait dengan respon-respon politik atas bangkitnya gerakan tani.
Bab IV membahas mengenai struktur agraria. Bagaimana bentuk-bentuk hubungan produksi dan kekuatan produktif yang ada di dalam masyarakat. Di samping memetakan hubungan produksi dan kekuatan produktif yang ada, di dalam bab ini diharapkan dibahas pula mengenai istilah-istilah lokal yang terkait dengan kegiatan produksi maupun sebutan-sebutan setempat atas mengenai klas-klas sosial tertentu yang ada.
Bab V membahas perjuangan atau gerakan massa kaum tani untuk mendorong pelaksanaan land-reform. Pembahasannya diarahkan analisis historis dan karakter, baik dari aspek ideologi, politik, maupun organisasi dari gerakan massa kaum tani setempat.
Bab IV membahas mengenai resolusi-resolusi atau soal-soal pokok yang mendesak untuk dipecahkan dalam kerangka perjuangan politik land-reform dan pembangunan organisasi massa sebagai tulang-punggung gerakan land-reform. Kemudian bagian Penutup, yakni catatan-catatan khusus yang bersifat evaluatif atas proses penyelidikan yang dilaksanakan.

No comments:

Post a Comment