Cheryl Cole Hairstyles

Cheryl Cole is a singer and entertainer. She became part of the popular girl band "Girls Aloud". Cheryl has done some ball room dancing and even some modeling. Her long hair always looks so chic and her wardrobe always in style.

Is it just us or does celebrity hair seem to grow at a phenomenal rate? Well, this is not a superhuman skill gifted to those that make the A-list, or even the D-list, it's all down to the magic of hair extensions. Be they human hair extensions, synthetic ones or good old clip hair extensions, celebrities can't get enough of Rapunzel length locks.

Cheryl Cole's tumbling brunette tresses are courtesy of real hair extensions, the Lucinda Ellery salon being a favourite first port of call for faking length and fullness. In fact, Girls Aloud could keep the hair extension business afloat by themselves with Sarah, Cheryl, Kimberley and Nicola all choosing the best hair extensions to add glamour and variety to their styles.


They're not the only ones to opt for hair extensions to create that Hollywood babe look however. High School Musical hotties Vanessa Hudgens and Ashley Tisdale have both succumbed to the allure of lengthy locks without the irritating years of waiting the rest of us have to endure.

One thing we will say about this beauty trend is that cheap hair extensions are going to look just that, cheap. Don't believe us? Then take a look through our gallery and pay particular attention to the D-listers... you have been warned.

Elvis Presley Hairstyle

Elvis set the style trends for men throughout his life with his famous side burns and full tousled look

This style works best if hair is straight or has a loose curl or wave. Start with a shaped to fit style cut with full tapered sides and neckline. Front is left longer to stand full and brushed back without a part. Sideburns are sometimes full and stop at bottom of ears. Works with most face shapes.

To Get This Look This style requires a few extra styling steps to achieve the desired effects If hair is wavy-curly type. Begin by combing a dab Styling Balm through damp hair, section and blow dry to smooth surface and relax curl. When dry, brush a puff of Foaming Pomade through hair for shape, shine and frizz control
For Straight Hair, comb a puff of Gel Mousse or Spray Gel through damp hair, comb in place to air dry or blow dry and brush a puff of Foaming Pomade through for texture, shape. For high gloss and firm hold, mist with Finishing Spray and finger comb for natural look

What is the most iconic trademark regarding Elvis. The first and foremost must be the unique Elvis hairstyle. In the mid 50s Elvis had natural dishwater blonde hair with long sideburns. In the 60s his hair was styled by Hollywood and dyed jet black and without the trademark side burns. In the 70s Elvis' wore his hair longer and grew his side burns.

Recently, Elvis Presley has topped a poll of the most iconic hairstyles of all time. The King, who was blond but dyed his hair black, beat Marilyn Monroe, who came second in the survey. Third was Audrey Hepburn.

UUD Tentang Pendidikan

1. Pengantar
2. Bab I Ketentuan Umum
3. Bab II Dasar, Fungsi, dan Tujuan
4. Bab III Hak Warga Negara untuk Memperoleh Pendidikan
5. Bab IV Satuan, Jalur, dan Jenis Pendidikan
6. Bab V Jenjang Pendidikan
7. Bab VI Peserta Didik
8. Bab VII Tenaga Kependidikan
9. Bab VIII Sumber Biaya Pendidikan
10. Bab IX Kurikulum
11. Bab X Hari Belajar dan Libur Sekolah
12. Bab XI Bahasa Pengantar
13. Bab XII Penilaian
14. Bab XIII Peranserta Masyarakat
15. Bab XIV Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional
16. Bab XV Pengelolaan
17. Bab XVI Pengawasan
18. Bab XVII Ketentuan Lain-lain
19. Bab XVIII Ketentuan Pidana
20. Bab XIX Ketentuan Peralihan
21. Bab XX Ketentuan Penutup
Pengantar
Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan melalui undang-undang berupa Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 dan ditetapkan pada tanggal 27 Maret 1989.
Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang ;
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ;
3. Sistem pendidikkan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional ;
4. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya;
5. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditempatkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran;
6. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu;
7. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan;
8. Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik;
9. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;
10. Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
11. Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia;
12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan nasional.
Bab II Dasar, Fungsi, dan Tujuan
Pasal 2
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
Pasal 4
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Bab III. Hak Warga Negara untuk Memperoleh Pendidikan
Pasal 5
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk nemperoleh pendidikan.
Pasal 6
Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.
Pasal 7
Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 8
1. Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
2. Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab IV. Satuan, Jalur, dan Jenis Pendidikan
Pasal 9
1. Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.
2. Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan bersinambungan.
3. Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan sejenis.
Pasal 10
1. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
2. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan bersinambungan.
3. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan.
4. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan.
5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak menyangkut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
1. Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
2. Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat- tingkat akhir masa pendidikan.
3. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
4. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.
5. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Depatemen Pemerintah atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.
6. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
7. Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
8. Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.
9. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab V. Jenjang Pendidikan
Bagian Kesatu Umum
Pasal 12
1. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
2. Selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diselenggarakan pendidikan prasekolah.
3. Syarat-syarat dan tata cara pendirian serta bentuk satuan, lama pendidikan, dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Pendidikan Dasar
Pasal 13
1. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
2. Syarat-syarat dan tata cara pendirian, bentuk satuan, lama pendidikan dasar, dan penyelenggaraan pendidikan dasar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
1. Warga negara yang berumur 6 (enam) tahun berhak mengikuti pendidikan dasar.
2. Warga negara yang berumur 7 (tujuh) tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat.
3. Pelaksanaan wajib belajar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga Pendidikan Menengah
Pasal 15
1. Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
2. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan keagamaan.
3. Lulusan pendidikan menengah yang memenuhi persyaratan berhak melanjutkan pendidikan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Pendidikan Tinggi
Pasal 16
1. Pendidikan tinggi merupakan kelanjutkan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyakarat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
2. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
3. Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian tertentu.
4. Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
5. Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu tertentu.
6. Institut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis.
7. Unversitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.
8. Syarat-syarat dan tata cara pendirian, struktur perguruan tinggi dan penyelenggaraan pendidikan tinggi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
1. Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
2. Sekolah tinggi, institut, dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan/ atau profesional.
3. Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional.
Pasal 18
1. Pada perguruan tinggi ada gelar sarjana, magister, doktor, dan sebutan profesional.
2. Gelar sarjana hanya diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas.
3. Gelar magister dan doktor diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas yang memenuhi persyaratan.
4. Sebutan profesional dapat diberikan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional.
5. Institut dan universitas yang memenuhi persyaratan berhak untuk memberikan gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) kepada tokoh-tokoh yang dianggap perlu memperoleh penghargaan amat tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan ataupun kebudayaan.
6. Jenis gelar dan sebutan, syarat-syarat dan tata cara pemberian, perlindungan dan penggunaannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
1. Gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki gelar dan/atau sebutan yang bersangkutan.
2. Penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan atau dalam bentuk singkatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20
Penggunaan gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang diperoleh dari perguruan tinggi di luar negeri harus digunakan dalam bentuk asli sebagaimana diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan, secara lengkap ataupun dalam bentuk singkatan.
Pasal 21
1. Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor.
2. Pengangkatan guru besar atau profesor sebagai jabatan akademik didasarkan atas kemampuan dan prestasi akademik atau keilmuan tertentu.
3. Syarat-syarat dan tata cara pengangkatan termasuk penggunaan sebutan guru besar atau profesor ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
1. Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
2. Perguruan tinggi memiliki otonomi dalam pengelolaan lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi dan penelitian ilmiah.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab VI. Peserta Didik
Pasal 23
1. Pendidikan nasional bersifat terbuka dan memberikan keleluasaan gerak kepada peserta didik.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 24
Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut:
1. mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
2. mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan;
3. mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku;
4. pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak dimasuki;
5. memperoleh penilaian hasil belajarnya;
6. menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan;
7. mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat.
Pasal 25
1. Setiap peserta didik berkewajiban untuk
1. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2. mematuhi semua peraturan yang berlaku;
3. menghormati tenaga kependidikan;
4. ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban, dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan.
5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 26
Peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing- masing.
Bab VII. Tenaga Kependidikan
Pasal 27
1. Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
2. Tenaga kependidikan, meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
3. Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen.
Pasal 28
1. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan jenjang pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga pendidik yang mempunyai wewenang mengajar.
2. Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga pendidik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar.
3. Pengadaan guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah pada dasarnya diselenggarakan melalui lembaga pendidikan tenaga keguruan.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
1. Untuk kepentingan pembangunan nasional, Pemerintah dapat mewajibkan warga negara Republik Indonesia atau meminta warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu menjadi tenaga pendidik.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
Setiap tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan tertentu mempunyai hak- hak berikut:
1. memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial :
a. tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri;
2. Pemerintah dapat memberi tunjangan tambahan bagi tenaga kependidikan ataupun golongan tenaga kependidikan tertentu;
3. tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat memperoleh gaji dan tunjangan dari badan/perorangan yang bertanggung jawab atas satuan pendidikan yang bersangkutan;
4. memperoleh pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja;
5. memperoleh perlindungan hukum dalam melakukan tugasnya;
6. memperoleh penghargaan seuai dengan darma baktinya;
7. menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 31
Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk :
1. membina loyalitas pribadi dan peserta didik terhadap ideologi negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. menjunjung tinggi kebudayaan bangsa;
3. melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian;
4. meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa;
5. menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa, dan negara.
Pasal 32
1. Kedudukan dan penghargaan bagi tenaga kependidikan diberikan berdasarkan kemampuan dan prestasinya.
2. Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Pemerintah.
3. Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
Bab VIII. Sumber Daya Pendidikan
Pasal 33
Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan/atau keluarga peserta didik.
Pasal 34
1. Buku pelajaran yang digunakan dalam pendidikan jalur pendidikan sekolah disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
2. Buku pelajaran dapat diterbitkan oleh Pemerintah ataupun swasta.
Pasal 35
Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat harus menyediakan sumber belajar.
Pasal 36
1. Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah.
2. Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi tanggung jawab badan/perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan.
3. Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Bab IX Kurikulum
Pasal 37
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Pasal 38
1. Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.
2. Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri atau Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri.
Pasal 39
1. Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
2. Isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat :
a. pendidikan Pancasila;
3. pendidikan agama;
4. pendidikan kewarganegaraan.
5. Isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang :
a. pendidikan Pancasila;
6. pendidikan agama;
7. pendidikan kewarganegaraan;
8. bahasa Indonesia;
9. membaca dan menulis;
10. matematika (termasuk berhitung);
11. pengantar sains dan teknologi;
12. ilmu bumi;
13. sejarah nasional dan sejarah umum;
14. kerajinan tangan dan kesenian;
15. pendidikan jasmani dan kesehatan;
16. menggambar; serta
17. bahasa Inggris.
18. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Bab X. Hari Belajar dan Libur Sekolah
Pasal 40
1. Jumlah sekurang-kurangnya hari belajar dalam 1 (satu) tahun untuk setiap satuan pendidikan diatur oleh Menteri.
2. Hari-hari libur untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Menteri dengan mengingat ketentuan hari raya nasional, kepentingan agama, dan faktor musim.
3. Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat mengatur hari-hari liburnya sendiri dengan mengingat ketentuan yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Bab XI. Bahasa Pengantar
Pasal 41
Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia.
Pasal 42
1. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan dan sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
2. Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
Bab XII. Penilaian
Pasal 43
Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik dilakukan penilaian.
Pasal 44
Pemerintah dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar suatu jenis dan/atau jenjang pendidikan secara nasional.
Pasal 45
Secara berkala dan berkelanjutan Pemerintah melakukan penilaian terhadap kurikulum serta sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan.
Pasal 46
1. Dalam rangka pembinaan satuan pendidikan, Pemerintah melakukan penilaian setiap satuan pendidikan secara berkala.
2. Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan secara terbuka.
Bab XIII. Peranserta Masyarakat
Pasal 47
1. Masyarakat sebagai mitra Pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
2. Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
3. Syarat-syarat dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab XIV. Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional
Pasal 48
1. Keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan Menteri berkenaan dengan sistem pendidikan nasional diselenggarakan melalui suatu Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dan yang menyampaikan saran, dan pemikiran lain sebagai bahan pertimbangan.
2. Pembentukan Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional dan pengangkatan anggota-anggotanya dilakukan oleh Presiden.
Bab XV. Pengelolaan
Pasal 49
Pengelolaan sistem pendidikan nasional adalah tanggung jawab Menteri.
Pasal 50
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang dislenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri dan Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah lain yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 51
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh badan/perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Bab XVI. Pengawasan
Pasal 52
Pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah ataupun oleh masyarakat dalam rangka pembinaan perkembangan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 53
Menteri berwenang mengambil tindakan administratif terhadap penyelenggara satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
Bab XVII. Ketentuan Lain-lain
Pasal 54
1. Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia di luar negeri khusus bagi peserta didik warga negara adalah bagian dari sistem pendidikan nasional.
2. Satuan pendidikan yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia oleh perwakilan negara asing khusus bagi peserta didik warga negara asing tidak termasuk sistem pendidikan nasional.
3. Peserta didik warga negara asing yang mengikuti pendidikan di satuan pendidikan yang merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional wajib menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi dan dari satuan pendidikan yang bersangkutan.
4. Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka kerja sama internasional atau yang diselenggarakan oleh pihak asing di wilayah Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dan sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab XVIII. Ketentuan Pidana
Pasal 55
1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 18 (delapan belas) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kejahatan.
Pasal 56
1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 29 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran.
Bab XIX. Ketentuan Peralihan
Pasal 57
1. Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550),
2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550),
3. dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
4. Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) yang ada pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini.
Bab XX. Ketentuan Penutup
Pasal 58
Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini,
1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550),
5. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550),
6. dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
7. Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 59
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diumumkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Politik Negara Indonesia

Dari masa ke masa


Adalah menjadi hal yang tidak asing lagi ketika keseharian kita membicarakan, mengagungkan bahkan menghujat Negara akibat munculnya peroalan persoalan yang hari ini banyak menyengsarakan rakyat. Sebelum kita berdiskusi banyak mengenai seluk beluk Negara alangkah baiknya menurut saya, kita akan memberikan pengertian secara bersama menyamakan pengertian Negara secara definitf ?. alat untuk menciptakan ketertiban Thomas Hobbes berpendapat,sebagai manifestasi contrak sosial JJ Rossou berpendapat begitu Mr loegman berpendapat, bahwa Negara adalah organisasi kekuasaan dan masih banyak para pemikir lainya yang berpendapat yang kalau semua saya tulis didini tentunya gak ada waktu yang cukup psanjang untuk membahasnya.. beberapa pendapat diatas tentunya bukanlah definisi yang harus dibenarkan. Tapi anggaplah definisi definisi tersebut bisa dijadikan sebagai komparasi definitive secara teotik melihat Negara. Membicarakan negara kita tidak akan bisa berbicara lebih jauh tanpa kita, juga mengethui rezim dan pemerintah. Membicarakan rezezim secara sederhana saya memahami meminjam perspektif rezim menurt George Sorrose yang mengatakan bahwa rezim adalah sersangkain struktur social yang keberadaanya eksis dalam realitas tertentu. Sedangkan pemerintah saya memahami lembaga yang membentuk dan menjalankan kebijakan Negara.

Revolusi Naisonal 1945 sampai Rezim ordde lama

Disadari atau tidak proklamasi kemerdekaan tanggal 17 agustus tahun 1945 terilhami oleh kejelian kaum muda dalm melihat situasi ekonomi politik dunia pada akhir perang dunia kedua yang memunculkan sekutu sebagai pemenang. Secara de Jure proklamasi bisa dijadikan landasan untuk melakukan upaya upaya yang sah dalam mengusir segala bentuk pemerintahan colonial. Secara de facto institusi kelembagaan Negara terbentuk dengan dibebentuknya PPKI yang menggantikan BPUPKI. Dimana PPKI mempunyai kewenangan untuk memilih dan melantik Presiden dan wakil presiden serta bersama presiden melantik pembantu presiden. Dibwah pemerintahan yang masih belum sdtabil belanda bersama sekutu melancarkan agresi yang memaksa pemrintah Indonesia untuk berunding melalui parjanjian Konverensi meja bundar dan perjanjian renville yang pada hasilnya pemerintah menyepakati hasil perjanjian yang banyak merugikan Indonesia. Republik indonesia serikat yang sebagai konsekwensinya hanya terbatas pada Madura jawa dan Sumatra. adalah wilah Indonesia menjadi dibentuklah. Ini tidak berlaku lama setelah banyak mendapatkan pertentangan di tingkat baik kekuatan politik maupun masyarakat umum. Setelah dibentuknya DPRS yang bertugas untuk menyiapkan pemilu, untuk memilih DPR dan dewan konstituante. Proses politik di bawah efforia kemerdekaan di bawah sistrem pemerintahan parlemeter ini, pada akhirnya memunculkan perimbangan politik yang mambuat cabinet silih berganti di jatuhkan. Hal ini dijadikan dasar legitimasi bagi soekarno yang saat itu berkolaborasi dengan militer untuk mengeluarkan dekrit presiden 5 juli 1959 sebagi konsekwensinya hal ini memunculkan system pemerintahan presidential. Yang sentralistik

Era ini biasa disebut sebagai era demokrasi terpimpin. Pusat kekuasaan telah kembali ke tangan Presiden sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan. Langkah ini diambil Soekarno sebagi upaya mengendalikan keadaan ekonomi dan politik negara yang tiada menentu. Akan tetapi upaya ini nampaknya tidak memberikan hasil yang diharapkan. Pada tanggal 1 Otober 1965 telah terjadi pemberontakan PKI dengan isu Dewan Jenderal yang akan mengkudeta kekuasaan Soekarno. Lalu pada tanggal terjadi unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa dan rakyat pada tanggal 10 januari 1966 yang dikenal dengan TRITURA. Yang berisikan: Satu, Bubarkan PKI. Dua, Rombak Kabinet Dwikora. Tiga, Turunkan Harga (yang mana harga pada waktu itu sampai menyentuh angka 630%). Inilah akhir dari pemerintahan Soekarno yang berakhir secara tragis.
Sistem dan Format Politik Orde Baru (10 Januari 1966)

Secara politis, pada era ini terkenal dengan nama Negara Korporasi (corporates state). Negara korporasi ini dibangun atas asumsi : Satu, Warga Negara tidak boleh melibatkan diri dalam politik, cukup berkutat dalam bidang ekonomi yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dua, Elit politik dipercaya mempunyai kemampuan yang lebih dan memahami seluruh persoalan masyarakat. Atau lebih sederhananya negara bersifat dominant dan masyarakat bersifat sub-ordinan.

Pada era Orde Baru terjadi yang namanya pemusian partai. Dalam artian, sekian banyak partai yang dulu terdapat pada era Orde Lama terjadi peleburan parati dalam upaya partisipasi politik. Partai yang tersisa hanya PDI, PPP, dan GOLKAR (walaupun tidak dapat dikatakan sebagai partai). Partai-partai Islam dileburkan ke dalam PPP. Yang Nasionalis ke dalam PDI, sedangkan GOLKAR sebagai mesin politiknya Soeharto yang bebas ke mana saja.

Masa-masa perpolitikan di Indonesia pada saat itu dinamakan sebagai era politik massa mengambang (Floating Mass). Tidak adanya kebebasan dalam berpolitik, karena semuanya harus sesuai dengan apa yang dikatakan pemerintah. Media Masa, Pers, MPR,DPR dan seluruh elemen politik yang ada semuanya dikuasai oleh pemerintah.

Jika model perpolitikan yang diterapkan pada masa orde baru adalah demikian
adanya, maka dapat digambarkan bagaimana dampak yang ditimbulkan dari model sistem tersebut. Gejolak politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya terus terjadi. Kasus-kasus yang terjadi seperti Ambon, Aceh, Lampung, Tanjung Priok dan masih banyak lagi yang itu tidak pernah terselesaikan sampai sekarang.

Dapatlah digambarkan bagaimana hasil yang ada. Depolitisasi yang dilakukan kepada masyarakat berakibat masyarakat menjadi apolitis, kurang peka dalam menanggapi kebijakkan-kebijakkan pemerintah yang itu tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Masyarakat mulai dari petani sampai mahasiswa jadi malas berpolitik melihat gejala politik yang telah terjadi pada era orde baru. Rakyat menjadi skeptis, ragu-ragu dalam bertindak, acuh tak acuh dalam melihat segala realita yang ada. Lalu ditambah dengan pragmatisme masyarakat dalam melakukan segala tindakan yang itu dapat dikatakan cenderung reaksioner. Tanpa berpikir dua kali, tiada perhitungan, yang akibatnya kehancuran.

"IMPERIALISME" Sebuah Pengantar

Pengantar Dasar Kapitalisme

Kapitalisme adalah istilah yang dipakai untuk menamai sistem ekonomi atau lebih tepatnya corak produksi (mode of production) yang mendominasi dunia sejak runtuhnya feodalisme sampai saat ini. Dalam perkembangannya, Kapitalisme tidak lagi semata-mata soal ekonomi, tapi sudah masuk dalam politik, social, budaya dan sebagainya.
Corak produksi adalah dasar dari hubungan-hubungan sosial yang terbentuk antar manusia. Dalam kehidupannya dalam alam ini, manusia untuk dapat bertahan hidup harus berproduksi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia tidak dapat dengan begitu saja mengambil apa yang ada dalam alam, ia harus mengolahnya lebih lanjut agar dapat sesuai dengan kebutuhannya.
Bahan-bahan dari alam itu kemudian diolah dengan perkakas (alat kerja) yang ada menggunakan tenaga kerja yang dimiliki manusia untuk kemudian dijadikan makanan, pakaian, tempat tinggal, dsb. Atas dasar inilah (corak produksi) kemudian dalam masyarakat terbentuk politik, hukum, kebudayaan, kebudayaan, dsb.
Kapitalisme ialah corak produksi yang menumpukan dirinya pada penguasaan para pemilik pribadi (swasta) atas alat-alat produksi yang nonpribadi (tanah, tambang, instalasi industri dan sebagainya, yang secara keseluruhan disebut sebagai modal atau kapital). Sedangkan dilain pihak ada para pekerja/buruh yang biarpun bebas namun tidak punya alat produksi, menjual tenaga kerjanya kepada para penguasa alat produksi (kapitalis).

Sifat dan watak

1. Akumulasi

“ Merubah uang menjandi alat-alat produksi dan tenaga kerja , adalah langkah pertama untuk mendapatkan nilai yang akan berfungsi sebagai kapita l. Selanjutnya, alat-alat produksi tersebut di ubah menjadi komoditi yang nilainya melebihi nilai-nilai komponennya dan oleh karenanya mengandung kapital asli yang dikeluarkan dimuka dan ditambah nilai lebih. Komoditi ini kemudian mesti lempar dalam peredaran, maka dibutuhkan pasar. Mereka mesti dijual, nilainya direalisasikan dalam uang, uang ini kembali diubah menjadi kapital, dan begitulah berkali-kali dan berulang-ulang, ini merupakan peredaran kapital ”.

Pengubahan uang menjadi kapital ini, hasilnya adalah :
1. Produk menjadi milik sikapitalis bukan pekerja.
2. Nilai produk ini meliputi, diluar nilai kapital yang dikeluarkan dimuka ( modal awal ), suatu nilai lebih yang membebankan kerja bagi si pelerja tetapi tidak membenani si kapitalis dengan apapun dan tetap menjadi milik si kapitalis. Disinilah eksploitasi dan keterasingan si pekerja atas hasil kerjanya.
3. Bahwa pekerja tetap mempertahankan tenaga kerjanya, dan ia dapat menjualnya kembali bila ia menemukan seorang pembeli lainnya.
Kapitalisme yang bertumpu pada modal tentunya akan selalu mencari keuntungan yang sebesar-besarnya ( high profit ). Karl marx melihat sifat ini sebagai sifat buruk dari kapitalisme dalam segi ekonominya. Dan dari segi sosiologi akumulasi kapital telah menciptakan kepincangan ekonomi atau gap yang tinggi dan stratifikasi atau penciptaan kelas-kelas dalam masyarakat yaitu kelas kaya atau para pemilik modal (borjuis) dan kelas tidak berpunya (proletar), perbedaan kepentingan yang tidak bisa didamaikan diantara kedua klas ini, sumber konflik antar kelas yang melahirkan perjuangan klas ( Klas Borjuasi vs Klas Proletar ). Para pemilik modal yang banyak memiliki alat-alat produksi sangat memungkinkan untuk memperoleh laba yang besar dengan memberikan buruh upah besi atau natural wages yaitu sekedar untuk bertahan hidup ( baca : upah murah ). Akumulasi akan semakin berhasil jika para kapitalis bisa menindas kaum buruh sekeras-kerasnya. Dan sudah menjadi hukum dalam kapitalisme bahwa kaum borjuasi hidup atas hasil kerja/keringat orang lain yang menjual tenaga kerja padanya ( Klas Pekerja ).

2. Eksploitasi


Upah alami yang diterima oleh para buruh hanya cukup sekedar penyambung hidup secara subsisten, yaitu untuk memenuhi kebutuhan yang sangat pokok-pokok saja. Padahal nilai kerja dari buruh jauh lebih besar dari jumlah upah yang diterima. Kelebihan dari nilai produktivitas kerja buruh diambil atau dinikmati oleh para pemilik modal yang disebut oleh marx sebagai surplus value (nilai lebih). Makin kecil upah yang diterima oleh buruh, makin besar nilai lebih yang dinikmati pemilik modal, maka semakin besar penghisapan atau eksploitasi dari pemilik modal terhadap kaum buruh. Misalnya segelondong kayu, sebongkah sulfur dan setumpuk karton dan kertas amplas, yang bernilai Rp 1 juta. Kalau ditumpuk dalam gudang tidak akan menghasilkan nilai. Kemudian Bahan baku tersebut diolah para buruh melalui kerja, ternyata bernilai Rp 1,2 juta. Maka ada selisih di kita sebesar 200 ribu. Ini adalah nilai lebih yang dihasilkan oleh buruh. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah kemana nilai lebih yang berjumlah 200 ribu tersebut atau bagaimana distribusinya. Di bawah sistem kapitalisme Rp 1 juta kembali kepemilik modal, 100 ribu untuk keuntungan si kapitalis, 25 ribu untuk cadangan modal usaha, 25 ribu untuk biaya administrasi, 50 ribu untuk buruh.

3. Ekspansi

Proses produksi dalam kapitalisme dimulai dengan menanam modal, kemudian diolah para pekerja menjadi suatu komoditi tertentu. Setelah menjadi komoditi itu dijual yang nantinya akan menghasilkan keuntungan. Dalam proses penjualan tentunya harus ada pasar atau tempat pemasaran, sehingga komoditi yang dihasilkan tersebut bisa habis terjual. Fenomena tersebutlah yang melahirkan sipat kapitalisme yang bernama ekspansi. Ekspansi yang dilakukan oleh kapitalis sebenarnya hanya untuk mencari pasar sebesar-besarnya bagi produk mereka dan untuk mencari bahan baku dengan cara ; pemberian hutang dengan, investasi ( langsung maupun tak langsung ), pendudukan dan mendukung rezim pro modal, perang, dll.
Untuk mendukung operasionalnya ( memeras dan menimbun ) diberbagai belahan dunia, Klas borjuasi bersekutu membentuk berbagai perangkat keras misalnya; WTO, WB, ADB, TNc, MNC dan sebagainya.

Imperialisme


• Pengertian Imperialisme
Kebutuhan akan pasar yang senantiasa meluas untuk barang-barang hasilnya mengejar borjuasi ke seluruh muka bumi. Ia harus bersarang di mana-mana, bertempat di mana-mana, mengadakan hubungan-hubungan di mana-mana.
Melalui penghisapannya atas pasar dunia borjuasi telah memberikan sifat kosmopolitan kepada produksi dan konsumsi di tiap-tiap negeri.
Imperialisme tidak hanya ada di masyarakat kapitalis saat ini. Imperialisme juga pernah ada pada masa lalu, kita mengenal Imperium Roma, Imperium Byzantium, dll. Namun bentuk dan coraknya berbeda pada imperialisme pada masyakarat kapitalis saat ini. Pada akhir abad ke 19 dan permulaan abad ke-20, pertukaran komoditi telah menciptakan internasionalisasi hubungan ekonomi dan internasionalisasi kapital, bersamaan dengan peningkatan produksi sekala besar, sehingga kompetisi digantikan dengan monopoli. Dengan kata lain, dalam persaingan bebas, kenaikan produksi berskala luas akan diambil alih oleh monopoli.
Ciri dominan bisnis kapitalis adalah perusahaan-perusahaan yang tidak bisa lagi berkompetisi baik di dalam negerinya sendiri maupun ketika berhubungan dengan negeri-negeri lain, berubah menjadi monopoli persekutuan pengusaha, semacam perserikatan pengusaha (trust), membagi-bagi pasar dunia bagi kepentingan akumulasi kapitalnya masing-masing.
Mendiskusikan imperialisme, sepertinya kita harus mengingat nama Cecil John Rhodes . Rhodes adalah seorang kolonialis dan pendukung berat perluasan imperialisme Inggris di Afrika. Sebabnya, ia percaya bahwa ekonomi dan kesejahteraan dunia akan berjalan lebih baik jika diatur oleh orang-orang Barat yang beradab. Ketika membangun rel kereta api sebagai jalur perdagangan kolonial di Afrika, Rhodes mengungkapkan kata-katanya yang terkenal “Demi bintang di langit, dan dunia luas yang di luar jangkauan, jika bisa aku pasti akan menduduki planet lain”.
Adalah sebuah keharusan bagi kita untuk mempelajari corak dari imperialisme agar kita mengetahui bagaimana caranya menghantamnya dan melepaskan diri dari cengkramnya, dalam karakter revolusi sosialis yang kita perjuangkan.
Imperialisme telah menjadi bahan perdebatan serius di antara kalangan pemikir dan para pegiat gerakan revolusioner. Beberapa pemikir seperti Hannah Arendt, Eric J. Hobsbawm, Johan Galtung, Kautsky, dan Vladimir Lenin adalah di antara orang-orang yang tercatat sebagai pemikir-pemikir yang men-teorisasikan imperialisme. Namun dari semua pemikir tersebut kita hanya akan mengambil teori Lenin tentang imperialisme.
Lenin mengaitkan antara imperialisme dengan perkembangan kapitalisme. Bagi Lenin, imperialisme adalah tahapan terkini yang tak terelakkan dalam logika perkembangan kapitalisme. Imperialisme lahir dalam suatu krisis kapitalisme di suatu negeri. Agar keluar dari krisis periodiknya, kapitalisme harus keluar untuk mencari pasar baru, mengekspansi batas-batas negara-bangsa untuk mencari lahan, tenaga kerja, dan bahan-bahan mentah untuk produksi kapitalis yang lebih murah. Seperti yang pernah dikatakan oleh Cecil J. Rhodes:
“Kita kaum negarawan kolonial harus mendapatkan tanah-tanah baru untuk dijadikan tempat tiggal bagi kelebihan penririk, untuk mendapatkan tanah-tanah bari bagi barang-barang uang dihasilkan di pabrikpabrik dan tambang-tambang. Imperium, seperti yang selalu saya katakan, adalah massalah roti dan mentega. Kalai hendak menghindari perang dalam negeri, kau harus menjadi imperialis.”

LIMA KARAKTER IMPERIALISME


1. Konsentrasi Produksi dan Monopoli

Konsentrasi produksi dan monopoli terjadi melalui perkembangan dan pembangunan industri yang berlangsung cepat, sehingga terjadi penumpukan kapital di tangan segelintir kapitalis. Ini adalah proses bagaimana dominasi dan monopoli produksi terjadi dalam masyarakat. Konsentrasi produksi adalah hasil dari persaingan bebas dan penumpukan modal (utamanya modal mesin produksi, bahan mentah, dan peralatan produksi lainnya). Dalam waktu krisis, proses ini akan semakin cepat berlangsung. Karena banyak kapitalis kecil yang tersingkir atau hancur, dan segelintir kapitalis besar akan semakin menggurita. Monopoli akan menggantikan persaingan bebas dan mendominasi produksi dengan total (artinya juga mendominasi masyarakat). Perkembangan produksi yang cepat mendorong konsentrasi kapital.
Ciri dominan bisnis kapitalis adalah perusahaan-perusahaan yang tidak bisa lagi berkompetisi baik di dalam negerinya sendiri maupun ketika berhubungan dengan negeri-negeri lain, berubah menjadi monopoli persekutuan pengusaha, semacam perserikatan pengusaha (trust), membagi-bagi pasar dunia bagi kepentingan akumulasi kapitalnya masing-masing.
Industri besar dengan mesin dan teknologi maju dan memproduksi dalam skala yang besar adalah industri yng paling tepat untuk keberadaan monopoli. Konsentrasi produksi dan monopoli akan terjadi melalui berbagai jalan:
a. Perjanjian tentang harga dan penjualan yang tidak konsisten, dan berbasis pada konsensus dan pemenuhan sukarela dari mereka yang membuat produk.
b. Firma kartel dan asosiasi para monopolis.
c. Perusahaan induk (holding company).
d. Merger, dengan berbagai jalan, yaitu: menjadi anggota dalam cabang industri yang sama, hanya terlibat dalam berbagai pemrosesan bahan mentah, produsen untuk bahan mentah dan perantara bagi produk tertentu, terlibat dalam berbagai lini produksi namun berada di bawah satu korporasi.
Adam Smith dalam tulisannya mengatakan, secara alami bahwa manusia akan selalu memperoleh dorongan untuk dapat meningkatkan agar lebih baik bagi dirinya sendiri. Kemudian menjelaskan bahwa perdagangan bebas (free trade) akan membawa keuntungan bagi kedua Negara tersebut, jika salah satu dari kedua Negara tersebut tidak memaksa untuk memperoleh surplus perdagangan yang dapat menciptakan deficit neraca perdagangan bagi mitra dagangnya. (ternyata dalam perkembangannya pemaksaan itu telah terjadi, bahkan dalam wujud yang paling tak beradab, yaitu penaklukan).
Selama waktu persaingan bebas, tipe dari sebuah perusahaan adalah “murni”, maksudnya adalah perusahaan tersebut hanya memproduksi satu jenis produk. Akan tetapi selama masa imperialisme, mereka tidak lagi memproduksi satu jenis produk. Karena para kapitalis monopoli ingin memjaga rata-rata keuntungan yang stabil melalui menurun atau (bila tidak) memindahkan pertukaran dalam perdagangan. Walaupun dia mendikte pasar tapi juga harus melakukan aktivitas tersebut untuk memastikan dan menjamin mereka dapat memenangkan persaingan di antara perusahaan yang melakukan merger. Di sini pembangunan teknologi mungkin untuk diakumulasi. Sehingga pendapatan yang lebih besar juga diperoleh di samping pendapatan umum yang biasa yang diperoleh. Ini yang memperkuat posisi mereka dalam krisis. Monopoli dapat dengan sangat menentukan mendominasi seluruh perekonomian, karena sebagian besar kapital industri dan produksi terkonsentrasi di tangan segelintir perusahaan besar atau kelompok kecil dari para kapitalis. Ada tiga tahap bagaimana monopoli tumbuh dari persaingan bebas, yaitu:
 1860-1870, puncak dari persaingan bebas di negara kapitalis pada saat revolusi industri yang dimulai dari Inggris.
 1873-1890, periode transisi di mana banyak perusahaan dan kapitalis kecil yang mulai runtuh dan merger atau diakuisisi oleh perusahaan yang lebih besar.
 1900-1903, krisis yang semakin membuat kapitalis kecil runtuh dan dimulainya monopoli. Kapitalisme monopoli menjadi fondasi dari sistem kapitalisme di negeri kapitalis.
Contoh monopoli dewasa ini:
Di bidang pertanian misalnya, perdagangan gandum dunia sekitar 80 % didistribusikan oleh hanya dua perusahaan saja, yaitu Cargill dan Archer Daniels Midland. 75 % pangsa pasar perdagangan pisang dunia, dikuasai oleh hanya lima perusahaan saja, Del Monte, Dole Food, Chiquita, Fyffes, dan Noboa.
Saat ini paling tidak ada empat perusahaan air yang menguasai sektor privatisasi air diseluruh dunia, yaitu Thames/Lyon, Vivendi, Veolia dan Suez. Mereka menguasai 75 % pangsa pasar air dunia dengan pendapatan sebesar 400 miliar – 3 triliun USD per tahun. Tahun 2001, sedikitnya terdapat 246 perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK), dengan total produksi sebesar 4,2 milyar liter. Dimana 65 % merupakan pangsa pasarnya Aqua miliknya Danone Group dan Ades kepunyaannya the Coca Cola Company, sedangkan sisanya yang 35 % diperebutkan oleh 244 perusahaan AMDK lokal.
Bahkan sampai hari amerika serikat tengah mengalami krisis, banyak dari perusahaan-perusahaan besar masih berdiri kokoh disana. (Lihat Lampiran 1)

2. Kapital Finans (Uang) dan Oligarki Keuangan
Selama masa persaingan bebas, bank hanya mediator dalam penjualan dan pertukaran produk. Bank mengumpulkan pendapatan (uang) dari para kapitalis dan Rakyat pada umumnya, peranannya pasif. Namun dalam era imperialisme, uang yang masuk didistribusikan oleh bank melalui pinjaman sehingga dia mulai masuk dalam kegiatan produksi. Peranan bank menjadi sangat dibutuhkan oleh kapitalis, karena bank juga dapat digunakan untuk menambah kapital. Di sini peran bank yang dibentuk oleh kapitalis menjadi aktif (bahkan kapitalis juga membangun bank-nya sendiri untuk semakin banyak mengeruk keuntungan).
Selama masa persaingan bebas, bank dapat laba dari bunga pinjaman kapitalis. Proses ini yang membuat uang menjadi aktif. Dalam masa imperialisme, bank tidak hanya dapat laba dari bunga pinjaman, namun laba tersebut digunakannya lebih lanjut untuk investasi (menanamkan modal pada kegiatan produksi). Dalam beberapa kasus pemilik bank juga seorang kapitalis produksi (atau sebaliknya), ini yang memudahkan mereka bekerja sama dalam melakukan penanaman kapital atau invesatsi .
Produksi dan keuangan punya hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain, karenanya banyak kapitalis industri yang membangun korporasi keuangan (bank) sendiri. Dalam masa krisis dewasa ini di negara terjajah (negara-negara dunia ketiga), bantuan negara imperialis atau lembaga-lembaga imperialis akan ditujukan pada sektor keuangan, karena imperialisme butuh alat untuk mendistribusikan kapital dengan cepat (bank adalah pilihan utamanya). Tak heran di Indonesia, program bantuan IMF utamanya ditujukan pada rekapitalisasi perbankan .
Karena kapital uang dan oligarkhi keuangan, anggaran pengeluaran dari pemerintah Amerika Serikat sangat besar. Terutama untuk menjaga bonds . Di tahun 1981, pemerintah Amerika Serikat setiap harinya menjual 20 Milyar Dollar AS worth of bonds, 10 tahun kemudian naik menjadi 124 Milyar Dollar AS. Bonds memiliki bunga tinggi dan menjadi pendapatan yang tinggi untuk oligarkhi keuangan. Di IMF, Amerika Serikat mempunyai banyak hutang, tapi dia dapat menunggak pembayarannya karena menguasai lembaga tersebut.

3. Ekspor Kapital
Selama era imperialisme ada polarisasi negara di dunia, yaitu: negara-negara kapitalis kaya yang diuntungkan dari penanaman modal dan meminjamkan hutang ke negara yang lain, dan negara-negara yang kekurangan modal, terjerat hutang, dan selalu mendapat penanaman modal langsung dari negara kapitalis kaya (jumlah negara-negara ini lebih besar).
Eksport kapital berkembang dari hasil akumulasi kapital. Agar tidak terjadi krisis overproduksi karena surplus kapital, maka mereka mengeksportnya ke luar negeri. Alasan utamanya adalah untuk memproteksi dan menambah pendapatan mereka dan rata-rata keuntungan.
Sejak negara terjajah (negara-negara dunia ketiga) sangat terbelakang dalam industri, mempunyai sedikit kapital, upah buruh yang murah, memiliki cadangan bahan mentah yang luas dan harga tanah yang murah, maka keuntungan dari penanaman modal dari eksport kapital akan didapat. Bentuk-bentuk dari eksport kapital adalah direct invesment atau penanaman kapital langsung, pinjaman hutang, bantuan strukturisasi industri manufaktur, bantuan (semacam hibah), dan lain-lain. Dengan cara ini perusahaan yang ada di negara asal (biasa disebut 'home country') bisa mengendalikan perusahaan dan bahkan negara/pemerintahan yang ada di negara tujuan investasi (biasa disebut 'host country') baik sebagian atau seluruhnya.
Negara yang menonjol melakukan investasi di Indonesia, di antaranya Inggris US$ 789 juta, Kanada US$ 533,4 juta, Singapura US$ 430,2 juta, Belanda US$ 322,9 juta, dan Jepang US$ 299,7 juta.

4. Pembagian Dunia di antara Negara-negara Kapitalis

Dominasi monopoli yang secara terus menerus akan mengakibatkan konsentrasi kapital dan produksi. Kekayaan negara dihabiskan oleh beberapa negara imperialis. Monopoli internasional adalah satu dari karakterisktik imperialisme.
Sebelum PD II alatnya adalah organisasi atau perjanjian internasional. Setelah PD II, Multi-National Corporation (peruasahaan dari berbagai negara) dan Trans National Corporation (perusahaan lintas negara) adalah bentuk monopoli internasional. MNC adalah perusahaan yang dikendalikan dan berbasis di satu negara (AS, Jepang, Jerman, Uni Eropa). TNC adalah perusahaan dengan sistem manajemen membagi kepemilikan, penjualan, manager, dan pekerja, perusahaan dipecah di berbagai negara. TNC muncul di Eropa, selama masa kapitalis monopoli ketika dua negara atau lebih muncul untuk melakukan persaingan dengan MNC dari AS, contohnya: 5 MNC terbesar atas produk konsumsi menguasai 70% pasar dunia. Lima MNC terbesar atas produk otomotif, pesawat, penerbangan, barang-barang elektronik dan baja menguasai 50% produksi. Lima MNC terbesar dalam industri minyak, komputer dan media massa memproduksi sebanyak 40% dari penjualan dunia.
MNC mulai mendominasi setelah PD II karena setelah perang, industri menurun dan AS hanya satu-satunya negara yang masih kuat sehingga terjadi akumulasi kapital yang cepat untuk kemudian memacu perkembangan teknologi di AS. Kapitalis monopoli mendapat keuntungan untuk memperoleh bahan mentah dan buruh murah di berbagai negara. Negara kapitalis monopoli bertanggungjawab terhadap bantuan pada MNC untuk melakukan ekspansi industrinya.

5. Pembagian Dunia di antara Kekuatan Besar
Secara bersama-sama dengan konsentrasi menurut pembagian ekonomi dunia, hubungan di antara negara-negara dimunculkan menurut pembagian teritorial dunia dalam perjuangan untuk nempengaruhi, perjuangan untuk kolonialisasi dan neo-kolonialisasi. Selama masa imperialisme, pembangunan teknologi melaju yang membutuhkan wilayah yang lebih besar untuk meletakkan surplus kapital dan mendapatkan bahan mentah. Karena alasan itu, mereka mengintensifkan kebijakan kolonialisasi untuk mengontrolnya dan menjaga dari pesaingnya. Selama masa kompetisi bebas, kolonialisme diterapkan karena terdapat kondisi di mana masih banyak wilayah yang “kosong” di dunia. Selama era imperialisme, kekuatan imperialis sudah membagi dunia dengan total. Saat itu negara-negara di bagi menjadi 2, yaitu: pengeksploitasi dan yang di eksploitasi.

• Imperialisme sebagai tahapan tertinggi dari kapitalisme
Dunia masih di dominasi oleh sebuah sistem yang membaginya dalam dua pihak, kaya dan miskin, yang mengeksploitasi dan yang dieksploitasi--tidak hanya antar bangsa, tapi juga diantara bangsa itu sendiri. Sistem yang memaksa orang (klas pekerja atau proletariat) untuk bekerja agar bisa tetap hidup di bawah kontrol mereka (klas penguasa atau borjuasi) yang memiliki semua industri-industri kunci. Klas penguasa dari berbagai bangsa yang berbeda bersaing untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan mengeksploitasi yang lainnya demi keuntungan. Watak dasar sistem inilah --Imperialisme-- yang dianalisa oleh Lenin di tahun 1916.
Sebuah kejadian yang menguatkan pembangunan teori Lenin adalah Perang Dunia I, kaum marxis memahaminya sebagai pertempuran diantara klas penguasa di negara-negara kapitalis maju untuk meraih kontrol sepenuhnya atas dunia beserta sumber daya alamnya. Telah banyak peperangan yang terjadi di abad ini karena pertempuran yang sama, demi pasar yang lebih besar untuk penjualan produk mereka, dan kontrol yang lebih besar atas sumber daya alam dan kaum buruh yang bisa dieksploitasi.
Lenin mejelaskan bahwa kapitalisme hanya dapat menjadi imperialisme pada tingkzgt tertenti dan sangat tinggi perkembangannya. Secara keonomi, hal terpenting dari proses ini adalah penyingkiran persaingan bebas kapitalis oleh monopoli kapitlis. Persaingan bebas merupakan cirak kuhusus fundamenil kapitalisme dan corak khisis fundamentil prodiksi barang dagarnan pada umumnya, monopoli adalah lawan langsung dari persaingan bebas. Kita melihat industri besar telah mendesak industri kecil, menggeser industri besar ke dalam industri yang lebih besar lagi. Membawa konsentrasi produksi dan kapital ke tempat yang darinya telah tumbuh atau sedang tumbuh monopoli: kartel2, sindikat2 dan trust2 dan meleburkan diri dengan mereka, kapital kempunyaan bank-bank besar.
Imperialisme adalah tingkat monopoli dari kapitalisme. Di satu pihak kapital finansial bank-bank yang sangat besar, berpadu dengan kapital serikat2 industrialis dan di lain pihak, pembagian dunia adalah peralihan dari politik kolonial yang telah meluas tanpa rintanganhingga meliputoi daerah2 yang belum dirampas oleh sesuatu negara kapitalis ke politik kolonial yang yang berupa penguasaan monopolis atas wilayah di dunia ini yang telah sama sekali dibagi habis.

• Kebenaluan dan kelapukan kapitalisme
Sseperti yang telah dikemukakan di atas, batu dasar dari imperialisme adalah, monopoli. Monopoli akan mengakibatkan kecendurungan ke arah kemacetan dan keruntuhan.
• Sejarah dan Perkembangan di Abad XX
Imperialisme awal abad XX menyempurnakan pembagian atas dunia dikalangan segemgam negara-negara, yang sekarang ini masing-masingnya menghisap (artinya menarik laba raksasa dari) negeri terjajah. Masing masing dianara mereka itu menempati kedudukan monopoli di dalam pasar dunia berkat kartel2, sindikat2 dan trust2

Gerakan Tani Indonesia

KERANGKA ACUAN
PENYELIDIKAN LAND-REFORM DAN GERAKAN TANI DI INDONESIA

Diselenggarakan oleh Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) bekerjasama dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)

Januari-April 2005

A. LATAR BELAKANG

Ketika berbicara mengenai land-reform sebagai suatu konsepsi dari berbagai konsepsi mengenai land reform yang mengemuka, tentunya konsepsi yang secara erat kaitannya dengan kepentingan dari subyek yang menjadi pelaku utama atau komponen pokok dari land-reform yang semestinya. Bila dilihat dari pengertiannya, land reform merupakan langkah untuk meningkatkan kekuatan produktif masyarakat pedesaan dengan cara melakukan perombakan pada struktur hubungan produksi setengah feodal yang berdominasi di wilayah pedesaan.
Land reform memiliki tiga aspek yang satu dengan lainnya tidak terpisahkan. Maksud-maksud tersebut adalah; pertama, aspek politik untuk mengubah relasi produksi yang berbasiskan kepemilikan monopoli atas tanah. Di dalam maksud ini, land reform adalah upaya yang secara struktural mengubah hubungan produksi yang timpang dengan cara menghapuskan kepemilikan monopoli atas tanah dan sumber-sumber agraria. Maksud ini berarti mendorong demokratisasi di lapangan ekonomi, politik, dan kebudayaan.
Kedua, land-reform memiliki aspek ekonomi untuk meningkatkan kemampuan ekonomi kaum tani di pedesaan. Langkah ini merupakan implikasi dari adanya pemberian atau perluasan (ekstensifikasi) lahan garapan untuk meningkatkan kapasitas produksi kaum tani. Peningkatan produksi ini sendiri dibantu oleh cara kerja yang lebih maju melalui penataan dan kolektivisasi produksi.
Ketiga, land reform memiliki aspek budaya. Dalam pengertian ini, perombakan struktur hubungan produksi feodalisme yang disertai dengan meningkatnya kekuatan produktif kaum tani di pedesaan yang disertai dengan penataan dan kolektivisasi produksi akan memberikan dorongan bagi perubahan cara kerja yang pada gilirannya akan mengubah kesadaran kerja di kalangan kaum tani. Kondisi inilah yang akan turut mendorong kemajuan kekuatan produktif kaum tani, terutama pada aspek kebudayaan.
Berangkat dari pengertian seperti disebutkan di atas, land-reform memiliki tujuan-tujuan yang lebih kongkrit. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
a. mengadakan pembagian tanah secara adil dengan menghapuskan monopoli atau merombak struktur agraria yang timpang untuk menciptakan pemerataan dalam hal perolehan hasil produksi dan keadilan sosial.
b. Melaksanakan prinsip tanah untuk petani (penggarap) sehingga tidak terjadi lagi spekulasi dan pemerasan dengan menggunakan obyek tanah.
c. Memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga negara, baik laki-laki maupun perempuan dengan memberikan hak politik dan hak ekonomi atas tanah tersebut.
d. Mengakhiri sistem tuan-tanah, menghapuskan feodalisme serta segala bentuk sistem kepemilikan yang tidak terbatas.
e. Mempertinggi produksi nasional melalui terselenggaranya pertanian intensif yang dilaksanakan secara kolektif melalui pembentukan koperasi-koperasi dan sistem kerja bersama guna menjamin produktivitas dan pemerataan kesejahteraan.
Seluruh aksi land-reform ditujukan untuk menghapuskan klas tuan tanah dan sistem kepemilikan monopoli atas tanah yang selama ini menjadi basis ekonomi dan politiknya. Pelaksanaan land-reform sendiri dilakukan dengan memperhatikan kekhususan dan keumuman kondisi dimana program tersebut dilaksanakan. Melalui analisis yang komprehensif atas klas-klas sosial dan perjuangan klas yang terjadai di wilayah dimana akan dilaksanakan program land-reform, secara umum land-reform dilaksanakan melalui dua tahap, yakni tahap aksi minimum dan aksi maksimum.
Yang dimaksud dengan aksi minimum land-reform adalah gerakan massa kaum tani yang dilancarkan untuk mendesakkan penurunan sewa dan penghapusan secara drastis segala bentuk peribaan. Hakikat dari gerakan ini adalah upaya untuk menghilangkan bentuk-bentuk penggunaan tanah sebagai obyek spekulasi dan pemerasan. Seperti diketahui, bentuk-bentuk sewa tanah dan peribaan adalah kekhususan yang terjadi dalam saling hubungan produksi setengah feodal. Sistem sewa tanah dan peribaan pada sistem relasi produksi setengah feodal adalah media yang mengikat saling hubungan antara tuan-tanah dengan petani penggarap, yang umumnya terdiri dari buruh tani dan tani miskin.
Program maksimum land-reform adalah penyitaan dan pendistribusian tanah-tanah yang dikuasai oleh tuan-tanah besar atau kapitalis yang mengusahakan tanahnya dengan membasiskan proses pemupukan kapitalnya dengan menggunakan hubungan produksi yang berciri sisa-feodal, seperti praktik sewa tanah dan peribaan. Aksi maksimum land-reform dilaksanakan pada saat gerakan kaum tani memiliki kekuatan politik yang memadai untuk melaksanakannya.
Pertanyaan yang kemudian patut diajukan adalah apakah land-reform merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh kaum tani di Indonesia? Pertanyaan ini adalah soal yang hendak diuji melalui studi land-reform yang saat ini hendak dilakukan. Akan tetapi dari gambaran umum yang ada mengenai kondisi kehidupan dan gerakan kaum tani saat ini, terlihat suatu keumuman mengenai pentingnya pelaksanaan land-reform di Indonesia.
Bentuk hubungan produksi yang diwariskan kolonialisme masih merupakan aspek yang mendominasi kehidupan kaum tani sekaligus menjadi biang dari segala permasalahan yang dialami sekitar 44,3 juta kaum tani di Indonesia. Ketimpangan struktur agraria, kegagalan revolusi hijau, jatuhnya harga komoditas pertanian lokal akibar serbuan komoditas impor, telah menjadi musabab dari memburuknya kehidupan kaum tani dan langgengnya segala bentuk diskriminasi terhadap kalangan terpinggirkan, khususnya kaum perempuan pedesaan.
Dewasa ini, di banyak tempat di Indonesia, kaum tani menunjukkan berbagai ekspresi yang menegaskan pentingnya pelaksanaan land-reform di Indonesia. Ekspresi ini secara kongkrit dinyatakan kaum tani melalui berbagai organisasi massa kaum tani yang secara getol terlibat dalam berbagai aksi, baik berupa demonstrasi maupun aksi-aksi pendudukan lahan garapan sebagai upaya memecahkan kebuntuan politik yang selama ini menyelubungi berbagai persoalan sosial yang hinggap dalam kehidupannya.
Memang tidak seluruh aksi massa kaum tani saat ini menunjukkan keberhasilan. Bahkan pada saat angin perubahan yang bertajuk “reformasi” berhembus cukup kencang, kaum tani masih menjadi obyek kekerasan. Berita-berita penangkapan, penganiayaan, bahkan penembakan sampai pada pembunuhan kepada kaum tani masih kerap muncul mengiringi setiap kali aksi yang dilakukan kaum tani. Hal ini menunjukkan bahwa secara politik, belum ada itikad yang nyata dari rejim-rejim yang dilahirkan oleh gerakan massa 1998 untuk membela kepentingan kongkrit kaum tani di Indonesia. Dengan kondisi ini, tanpa adanya perbaikan-perbaikan dalam konsepsi dan aksi, gerakan land reform di Indonesia bisa dipastikan akan mudah mengalami kebuntuan.
Namun seluruh kenyataan yang ada bukanlah faktor yang harus membuat kaum tani berkecil hati. Pelajaran normatif yang bisa dipetik dari kenyataan ini adalah kerja keras untuk memperhebat alat juang kaum tani adalah hal mutlak untuk segera dibangun. Perjuangan memang masih panjang, tapi kemenangan bukanlah mimpi. Soal yang harus dipecahkan adalah bagaimana mengubah kondisi hari ini agar memberi hari depan yang lebih baik bagi gerakan dan kehidupan kaum tani di Indonesia.
Dalam usaha untuk melaksanakan perbaikan yang terus-menerus terhadap gerakan kaum tani di Indonesia, kita sebenarnya dibantu oleh pengalaman-pengalaman masa lalu, baik yang terjadi di dalam negeri maupun dari luar negeri. Pengalaman-pengalaman tersebut bila dikaji dengan tepat serta disesuaikan dengan kondisi kongkrit yang ada akan memberikan masukan yang sangat berarti terhadap kemajuan praktik sosial gerakan. Dalam kerangka inilah pekerjaan penyelidikan sosial atas kondisi kehidupan dan gerakan kaum tani menduduki posisi yang cukup penting sebagai kebutuhan hari ini. Penyelidikan ini yang kemudian diberi judul besar sebagai Penyelidikan Land Reform dan Gerakan Tani di Indonesia.

B. TUJUAN PENYELIDIKAN

Secara umum, studi land-reform ini bertujuan untuk memajukan praktik sosial gerakan kaum tani di Indonesia. Praktik sosial adalah ukuran kualitatif mengenai tingkat perkembangan suatu materi sosial. Praktik sosial ini sendiri terdiri dari tiga aspek pokok, yakni praktik produksi, perjuangan klas, dan eksperimentasi ilmiah. Ketiganya merupakan sumber pengetahuan atau sumber ide yang memegang peranan memimpin aksi-aksi.
Dalam kerangka studi ini, obyek yang menjadi pokok kajian adalah praktik produksi atau kondisi kehidupan ekonomi dan politik kaum tani, perjuangan klas atau relasi antar klas-klas sosial yang terbangun dalam hubungan produksi, serta kajian mengenai rumusan-rumusan aksi yang kongkrit yang berdasarkan pada situasi kongkrit.
Secara lebih rinci, tujuan studi terbagi atas dua bagian. Pertama akan membahas masalah dinamika politik agraria kontemporer. Yang dimaksud dengan dinamika politik adalah relasi-relasi politik dari klas-klas sosial yang ada dalam masyarakat sebagai cermin dari bentuk-bentuk kontradiksi yang terjadi di lapangan agraria Indonesia. Analisis mengenai dinamika politik ini diarahkan untuk memberikan ulasan historis atas perkembangan atau perubahan politik yang terjadi.
Dalam pembahasan mengenai dinamika politik agraria, pembahasan mengenai dinamika gerakan land-reform menjadi salah satu poin pembahasan. Ulasan ini bermaksud untuk memetakan pandangan-pandangan gerakan kaum tani dalam menghadapi realitas sosial-politik, baik dari aspek nasional secara umum maupun aspek-aspek khusus di tingkat lokal. Khususnya mengenai pembahasan dinamika politik lokal, sasaran studinya diarahkan pada struktur politik di tingkat terendah yang secara langsung bersentuhan dengan kehidupan kaum tani. Hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan pokok pembahasan pada ruang yang paling mungkin dijangkau oleh daya kognisi kaum tani. Sementara pembahasan atas dinamika politik yang terjadi pada tingkat-tingkat antara, misalnya tingkat kabupaten maupun propinsi akan dijadikan masukan yang bersifat sekunder.
Poin penting dalam penyelidikan mengenai dinamika politik agraria adalah penilaian atas tingkat perkembangan gerakan tani kontemporer, pemetaan basis historis, dan analisis mengenai proyeksi masa depan gerakan tani.
Bagian kedua akan mengulas secara lebih detail mengenai potensi dan urgensi pelaksanaan land-reform. Pada bagian ini, pembahasan akan ditujukan pada upaya untuk mengulas aspek historis yakni kondisi kongkrit kehidupan dan praktik produksi kaum tani. Studi akan diarahkan pada investigasi atas tanah-tanah yang berada di bawah kekuasaan tuan-tanah yang akan menjadi menjadi obyek pelaksanaan land-reform. Maksud dari pembahasan ini adalah untuk menganalisis bentuk-bentuk aksi land-reform yang paling mungkin dilaksanakan baik dalam kerangka maksimum maupun minimum. Harapannya, hasil studi ini akan memberi manfaat langsung pada gerakan tani sebagai masukan untuk memperkaya program aksi baik aksi sebelum maupun setelah pelaksanaan land-reform serta bisa menjadi alat untuk memperhebat organisasi.

C. WILAYAH DAN SASARAN PENYELIDIKAN

Penyelidikan ini memiliki jangkauan wilayah yang bersifat nasional. Namun pelaksanaannya disesuaikan dengan kapasitas pengorganisasian yang paling mungkin untuk dilaksanakan. Penentuan wilayah penyelidikan diutamakan pada wilayah-wilayah yang saat ini merupakan wilayah basis utama dari gerakan kaum tani. Penentuan wilayah basis gerakan kaum tani sebagai sasaran studi disebabkan karena gerakan kaum tani memegang peranan yang turut mempengaruhi dinamika politik yang terjadi di wilayah tersebut.
Aspek lain yang turut diperhatikan dalam penentuan wilayah penyelidikan adalah karakteristik geografis, demografis, dan sosio-politik dari basis-basis yang bersangkutan. WF. Wertheim dalam “Indonesia in Time of Transition” menyebutkan bahwa karakteristik masyarakat pedesaan pada umumnya dapat dibagi ke dalam tiga bentuk, pertama karakteristik pedesaan dengan basis produksi pertanian sawah irigasi yang umumnya berada di wilayah pedalaman dan pesisir pulau Pulau Jawa, karakteristik desa-desa pesisi dan dataran rendah di sepanjang pesisir Jawa dan Sumatera yang menjadi pusat distribusi, dan karakteristik pedalaman Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, serta Papua yang umumnya berbasiskan ekonomi pertanian ladang.
Ketiganya menunjukkan basis struktur dan suprastruktur yang masing-masing memiliki kekhususan. Desa-desa yang merupakan wilayah basis pertanian sawah pada umumnya memiliki kesadaran dan pengetahuan produksi yang jauh lebih maju. Kemajuan teknologi pengairan telah mendorong meningkatnya kemampuan produksi. Ikatan feodal di wilayah pertanian sawah lebih kuat karena penduduk umumnya terkonsentrasi dalam perkampungan-perkampungan yang secara institusional merupakan pusat dari aktivitas produksi dan distribusi. Oleh karenanya, kebutuhan akan tanah menjadi semakin kongkrit dan kesadaran politik dari penduduknya, khususnya kaum berkembang jauh lebih maju. Hal ini yang kerap menunjang mudahnya kaum tani menerima propaganda land-reform.
Berbeda dengan masyarakat pedesaan dengan basis pertanian ladang. Aktivitas penduduk terdesentralisasi dalam satuan-satuan produksi berupa ladang yang karena jarak antara ladang cukup berjauhan mengakibatkan dinamika sosial kaum tani cukup rendah. Ikatan feodal di wilayah-wilayah tersebut juga tidak terlalu ketat namun terbagi dalam satuan-satuan politik dan ekonomi yang menyebar. Kekuatan produktif di wilayah-wilayah tersebut umumnya lebih rendah dibanding kaum tani sawah. Kesadaran politik dari kaum tani ladang cukup rendah karena rendahnya mobilitas transaksional antar penduduk.
Ikatan yang menjadi alat efektif untuk mempersatukan penduduk di wilayah-wilayah tersebut cenderung bersifat kultural. Hal inilah yang menyebabkan isu-isu adat/ulayat lebih mengena dan memiliki kemampuan yang cukup besar untuk menggerakan aksi kaum tani, terutama ketika berhadapan dalam situasi berkontradiksi dengan kekuatan feodal atau kekuatan modal yang lebih besar.
Sementara di kawasan pesisir yang pada masa lalu memegang peranan penting dalam lalu-lintas perdagangan nusantara, dinamika kaum tani dipengaruhi oleh aspek-aspek lain seperti industri. Tidak banyak kaum tani yang berhasil mempertahankan diri dari kepungan industri. Arus konversi lahan yang cukup deras, tampaknya menggerus kesadaran politik kaum tani untuk mempertahankan lahannya.
Indikator lain yang ditetapkan sebagai wilayah sasaran penyelidikan adalah wilayah-wilayah yang saat ini menunjukkan kebangkitan gerakan tani. Pada wilayah-wilayah tersebut, pola interaksi yang terbangun antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan land reform lebih dinamis. Pihak-pihak yang dimaksud adalah pihak-pihak yang memiliki peranan dalam perimbangan politik wilayah. Di samping itu, aspek lain yang hendak diselidiki adalah proses kebangkitan gerakan tani (bentuk-bentuk kesadaran yang melatarbelakangi, karakteristik kepemimpinan, kapasitas politik organisasi, dan mekanisme serta struktur organisasi).
Kriteria terakhir yang diajukan dalam kerangka acuan ini adalah wilayah-wilayah yang merupakan basis perputaran modal, seperti wilayah di dekat perkebunan atau kehutanan. Di wilayah-wilayah ini, pada umumnya, petani adalah sumber tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan pemerintah maupun swasta yang bergerak di sektor agraria.
Secara historis, keberadaan perusahaan-perusahaan perkebunan terkait dengan proyek kolonialisme untuk melakukan intensifikasi agraria, guna meningkatkan produktivitas dengan melakukan konsolidasi lahan untuk menjalankan politik pertanian kolonialisme. Desa-desa di sekitar wilayah perkebunan atau kehutanan memiliki karakteristik tertentu sebagai akibat dari interaksi dan kontradiksi antara penduduk di wilayah tersebut dengan institusi-institusi perkebunan dan kehutanan.
Gambaran di atas dapat dikembangkan dengan memasukkan variabel-variabel baru, misalnya dengan menganalisis kontradiksi-kontradiksi yang terjadi dalam kehidupan kaum tani yang secara ekonomi, politik, maupun kultural berada di dekat atau di dalam areal-areal perkebunan modern besar. Singkatnya karakteristik yang beragam dari kondisi kongkrit kehidupan kaum tani akan membentuk kesadaran politik dan dinamika politik yang juga cukup beragam. Idealnya, penyelidikan ini mampu menangkap keberagaman tersebut untuk memetakan serangkaian resolusi kongkrit yang bisa dipegang sebagai panduan aksi bagi kaum tani.
Kriteria wilayah seperti di atas tersebar di seluruh kawasan Indonesia. Dalam kerangka penyelidikan ini, wilayah-wilayah yang menjadi sasaran penyelidikan adalah Propinsi Jawa Barat, Propinsi Jawa Tengah, Propinsi Jawa Timur, Propinsi Sulawesi Tengah, dan Propinsi Sumatera Selatan. Di masing-masing wilayah, penyelidikan dilakukan secara khusus pada tingkat desa dengan mengambil satu atau dua desa yang dijadikan contoh. Pada tingkat itu, secara primer, penyelidikan diarahkan untuk memetakan karakter keadaan sosial-ekonomi kaum tani yang hidup di desa tersebut. Sedangkan aspek sekunder yang juga diselidiki adalah kondisi umum kaum tani dan perimbangan politik, khususnya politik agraria di tingkat kabupaten dan propinsi.

D. PRINSIP-PRINSIP PENYELIDIKAN

Prinsip utama dari pelaksanaan Penyelidikan Land-Reform dan Gerakan Tani Indonesia ini merupakan upaya yang tidak terpisahkan dari usaha untuk membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakan kaum tani. Keterlibatan aktif kaum tani dalam setiap langkah penyelidikan merupakan suatu hal pokok yang menjadi salah satu tolok ukur dari kualitas kajian yang dihasilkan. Pelaksanaan penyelidikan berbeda dengan penyelidikan yang dilakukan oleh peneliti profesional yang kerap menjaga jarak dengan obyek yang diteliti. Penyelidikan ini dilakukan dengan cara menjadikan kaum tani sebagai pelaku penyelidikan dan menjadikan kehidupannya sebagai obyek dari penyelidikan. Oleh karena, harapan maksimum dari penyelidikan ini bukan semata-mata diperolehnya data-data kongkrit mengenai kehidupan kaum tani, melainkan rumusan gagasan yang komprehensif untuk memandu gerakan tani.
Untuk memenuhi persyaratan tersebut, penyelidikan ini harus terkait erat dengan poin-poin yang bersifat resolutif yang dapat dioperasionalkan dalam gerakan tani dari hari-ke hari. Artinya penyelidikan ini mengandung prinsip penyelidikan atas suatu masalah sebagai upaya untuk memecahkan masalah tersebut (to investigate a problem is to solve it). Dengan kata lain, penyelidikan ini dimaksudkan untuk menjadi alat untuk melakukan penelitian ilmiah, artinya penelitian yang tidak hanya sebagai menjelaskan permasalahan melainkan juga mampu untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Obyek yang menjadi kajian studi adalah kondisi material praktik produksi dan perjuangan klas kaum tani. Oleh karenanya, penyelidikan ini terpusat pada eksplorasi atas persoalan-persoalan kongkrit guna menemukan simpulan-simpulan yang kongkrit. Langkah ini bertujuan untuk mengatasi dogmatisme dan empirisisme yang sebenarnya merupakan bentuk-bentuk subyektivisme yang jauh dari kadar keilmiahan sebagai jaminan atas objektivitas penyelidikan. Dengan demikian, diharapkan muncul simpulan-simpulan kongkrit serta obyektif sebagai panduan aksi yang mampu mengatasi penyakit-penyakit yang berasal dari pikiran-pikiran avonturisme dan reformisme.
Dengan demikian, dari keseluruhan prinsip di atas ditujukan untuk menggambarkan kondisi dan bentuk-bentuk pertentangan antar klas-klas sosial yang ada dalam masyarakat serta memberikan rumusan taktik yang tepat untuk mengatasi pertentangan-pertentangan tersebut. Kemenangan kaum tani dalam gerakan land-reform akan ditentukan oleh seberapa dalam pemahaman kaum tani itu sendiri atas kondisi kongkrit kehidupan sosial ekonomi dan politiknya.

E. METODE DAN TAHAPAN-TAHAPAN KERJA PENYELIDIKAN

Metode yang diterapkan untuk melakukan penyelidikan sosial ini adalah mengaitkan aktivitas penyelidikan dengan gerakan massa kaum tani di pedesaan. Metode ini diterapkan dengan rumusan praktis sebagai berikut.
a. Melaksanakan Pertemuan untuk melakukan penggalian data dan menyelenggarakan penyelidikan pendalaman melalui diskusi. Langkah ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan kondisi benar dan memperoleh kongklusi yang tepat. Tanpa dengan melaksanakan diskusi, akan sangat mudah suatu penyelidikan tergelincir pada jebakan subyektivisme, karena gambaran permasalahan dan kongklusi atau pemecahannya akan cenderung bersifat parsial atau sepotong-sepotong.
b. Pihak-pihak yang hadir dalam diskusi tersebut adalah kalangan yang berasal dari klas-klas sosial yang paling bawah (tani miskin dan buruh tani). Klas-klas ini memiliki pengetahuan dan pengalaman yang paling detail mengenai bentuk-bentuk penindasan feodalisme dan menjadi klas yang paling berkepentingan dengan pelaksanaan land-reform. Di samping dengan melihat karakter atau status klasnya, perlu juga diperhitungkan aspek usia karena semakin tua memiliki pengalaman yang lebih banyak. Meski demikian bukan berarti membatasi keterlibatan dari kalangan yang usianya lebih muda. Karena biasanya kalangan yang lebih muda memiliki kesanggupan dan ketajaman dalam melihat persoalan kekinian.
c. Jumlah peserta diskusi tidak dibatasi namun disesuaikan dengan kapasitas pelaksanaan diskusi itu sendiri. Jumlah peserta diskusi yang banyak akan memberikan keuntungan-keuntungan tertentu, misalnya keuntungan untuk memperoleh data-data yang bersifat statistik. Namun kesulitan akan dihadapi manakala diskusi diarahkan pada upaya pendalaman pada aspek-aspek yang sifatnya kualitatif. Oleh karenanya, disarankan pelaksanaan diskusi dibatasi pada jumlah yang proporsional dengan tentu saja memperhatikan komposisi klas-klas sosial yang ada.
d. Pemandu diskusi harus menyiapkan outline yang detail yang berisi poin-poin penting yang hendak dibahas dalam diskusi. Outline ini dimaksudkan untuk menjadi pegangan dalam diskusi, di mana masalah-masalah yang belum jelas bisa dicatat dan diperdalam melalui diskusi. Outline ini juga berfungsi sebagai panduan untuk merumuskan hasil diskusi dalam bentuk tulisan yang terstruktur dan jelas sebagai hasil dari penyelidikan.
e. Semua pihak yang terlibat harus bertanggungjawab atas kelangsungan diskusi dan penyelidikan. Pembagian peran hanya dilakukan dalam rangka menunjang kelancaran diskusi dan bukan untuk menghambat partisipasidari pihak-pihak yang terlibat—terutama partisipasi kaum tani—dalam diskusi tersebut. Bagi seorang petugas yang baru sekali melaksanakan penyelidikan, sebaiknya melatih diri dengan melakukan penyelidikan pada aspek-aspek khusus dari tema-tema yang hendak diselidiki. Pelatihan ini akan memberikan masukan pengalaman yang dapat meningkatkan kapasitas kerja penyelidikan.
f. Ukuran keberhasilan dari suatu diskusi baik dalam upaya penggalian masalah maupun pendalaman dan pemecahan masalah adalah tingkat partisipasi dari peserta diskusi. Untuk itu, penting untuk dilakukan evaluasi dan catatan-catatan mengenai proses pelaksanaan diskusi.
g. Di samping menuliskan kembali hasil penyelidikan, petugas yang menanggungjawabi pekerjaan penyeledikan ini diharuskan untuk membuat catatan-catatan mengenai masalah-masalah ditemui dalam diskusi yang membutuhkan penanganan khusus dari organisasi dalam kurun waktu segera dan mengajukannya secara resmi kepada organisasi.

F. KERANGKA PEMIKIRAN


Penyelidikan ini diarahkan untuk mengetahui keadaan sosial dan kesadaran politik kaum tani. Gambaran ini merupakan uraian yang bersifat kualitatif mengenai tingkat perkembangan praktik sosial gerakan tani. Seperti dipaparkan di atas, untuk melihat tingkat perkembangan praktik sosial, analisis yang pertama kali perlu dilakukan adalah analisis mengenai praktik produksi.

F.1 Praktik Produksi
Di dalam melakukan analisis mengenai praktik produksi, terdapat tiga aspek yang menjadi kajian utama, yakni aspek geografis untuk mengetahui di mana letak praktik produksi dilaksanakan, kemudian aspek demografis untuk mengetahui siapa yang menjadi pelaku dalam praktik produksi, dan ketiga bagaimana cara produksi yang diterapkan.
Di dalam melakukan analisis mengenai aspek geografis, tekanan pembahasannya diarahkan pada dua soal, yakni faktor letak dan kegunaan. Yang dimaksud dengan letak adalah kondisi geografis suatu wilayah, apakah merupakan wilayah pegunungan, dataran atau hamparan, atau pesisir pantai. Mengenai masalah kegunaan yang dianalisis adalah manfaat kongkrit dari geografi yang dianalisis. Dari kedua faktor tersebut, faktor kegunaan memegang peranan yang lebih mempengaruhi terbentuknya kesadaran sosial manusia oleh karena dinamika atau perubahannya berkembang lebih cepat dibanding faktor letak.
Aspek kedua yang mempengaruhi praktik produksi masyarakat adalah karakter populasi. Faktor-faktor yang diulas dalam aspek ini adalah faktor jumlah dan kepadatan. Yang dimaksud dengan jumlah adalah angka keseluruhan dari populasi yang ada di suatu wilayah, sedangkan kepadatan adalah perbandingan antara jumlah populasi dengan luas areal tempat aktivitas produksi dan sosial dari populasi tersebut. Dari kedua faktor ini, faktor yang lebih menentukan adalah kepadatan. Pasalnya, kepadatan penduduk menentukan kuantitas interaksi yang mempengaruhi dinamika sosial-budaya dari penduduk tersebut.
Aspek ketiga yakni cara produksi. Di dalam menganalisis cara produksi, pembahasan dilakukan dengan menguraikan saling hubungan antara kekuatan produktif dan hubungan (relasi) produksi. Kekuatan produktif adalah elemen yang memegang peranan menentukan atau peranan pokok dalam kegiatan produktif. Faktor-faktor yang terdapat dalam kekuatan produktif adalah tenaga (be)kerja dan alat produksi. Alat (sarana) produksi sendiri terbagi dalam dua jenis yakni alat kerja dan sasaran produksi. Antara tenaga kerja dan alat produksi, peranan yang lebih menentukan dalam proses produksi adalah tenaga kerja. Sementara alat produksi adalah sarana yang memegang peranan menunjang atau mempengaruhi proses produksi.
Hubungan produksi adalah bentuk dari sistem relasi antar klas-klas yang terlibat dalam kegiatan produksi. Hubungan produksi memiliki peranan dalam membentuk karakter corak produksi. Faktor yang diulas dalam menganalisis sistem relasi antar klas-klas sosial dalam suatu hubungan produksi adalah partisipasi produksi, yakni pola keterlibatan klas-klas sosial dalam proses produksi dan distribusi (hasil) produksi, yakni sistem pembagian hasil produksi.

F.2 Klas-Klas Sosial dan Perjuangan Klas
Analisis kedua yang dilakukan dalam kerangka menilai praktik sosial gerakan kaum tani adalah masalah klas-klas sosial dan perjuangan klas. Pada hakikatnya, ulasan mengenai klas-klas sosial dan perjuangan klas, masih terkait dengan permasalahan sebelumnya di lapangan praktik produksi. Bisa dikatakan analisis mengenai klas-klas sosial dan perjuangan klas merupakan kelanjutan dari analisis sebelumnya, terutama pada analisis mengenai hubungan produksi.
Masalah ini lebih banyak mengulas masalah dinamika politik dan perjuangan land-reform yang dilakukan kaum tani. Dinamika politik agraria akan mengulas bagaimana hubungan produksi tercermin dalam struktur politik kekuasaan yang berdominasi. Konsentrasi pembahasan mengenai dinamika politik agraria diarahkan untuk melihat lebih dalam mengenai perjalanan sejarah politik agraria berikut latar belakang ekonomi-politik yang melatari perubahan-perubahan tersebut.
Aspek yang secara erat terkait dengan dinamika tersebut adalah peranan gerakan kaum tani di satu sisi sebagai kekuatan politik yang progresif dan memegang peranan menentukan. Sementara peranan dari politik klas-klas yang berkuasa sebagai elemen berada pada segi yang mendominasi terbentuknya struktur politik agraria. Sedangkan bentuk struktur politik agraria ini sendiri merupakan ikhtiar dari klas-klas yang berkuasa untuk melakukan balancing of power dengan dinamina gerakan yang bersifat progresif dari kaum tani.
Di dalam kenyataan politik hari ini, pertentangan antara kaum tani dengan klas tuan-tanah dan kapitalis komprador dapat dilihat dari tiga aspek pokok, yakni aspek ideologi atau nilai-nilai dasar, aspek politik, dan aspek organisasi. Baik kaum tani maupun klas tuan tanah mengembangkan ketiga aspek tersebut untuk memperkukuh posisi politiknya masing-masing, baik sebagai upaya mempertahankan diri maupun usaha untuk merebut posisi dalam konteks dinamika politik agraria di Indonesia.
Dengan dasar itu, analisis mengenai klas-klas sosial dan analisis klas akan mencoba mengurai lebih dalam mengenai aspek-aspek ideologi, politik, dan organisasi. Di dalam aspek ideologi, pembahasan akan diarahkan pada bagaimana bentuk dan proses pembentukan ideologi. Di dalam aspek politik, analisis akan diarahkan pada bagaimana ideologi atau cara pandang disebarluaskan dan dimaterialkan menjasi suatu kekuatan politik, baik dilakukan sendiri-sendiri atau dengan melakukan kerjasama (front). Sementara di lapangan organisasi, analisis akan dicurahkan pada bagaimana bentuk dan proses pembentukan organisasi sebagai alat pelaksana ide untuk mewujudkan kepentingan politik klas.

F.3 Perumusan Resolusi
Secara teoretis yang dimaksud dengan eksperimentasi ilmiah adalah usaha untuk menemukan atau memperbaiki materi sebelumnya untuk mendapatkan materi baru yang lebih baik. Dalam konteks penyelidikan land reform dan gerakan tani yang dilakukan saat ini, percobaan ilmiah diarahkan untuk mendapatkan gambaran yang kongkrit mengenai kontradiksi antara kondisi obyektif dengan kenyataan subyektif. Oleh karenanya, percobaan ilmiah dapat dibahasakan sebagai perumusan resolusi atau pedoman-pedoman aksi baru guna memperbaiki kualitas aksi yang dilakukan pada masa sebelumnya.
Perumusan resolusi ini diarahkan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan, baik dalam praktik produksi maupun dalam perjuangan klas. Resolusi atau anti-thesis atas praktik produksi akan memiliki muatan politik, karena secara langsung terkait dengan aktivitas politik, propaganda, dan kampanye massa di kalangan kaum tani. Sedangkan resolusi mengenai klas-klas sosial dan perjuangan klas akan memberikan masukan pada usaha-usaha untuk menopang gerakan pembetulan di lapangan organisasi.

G. PENYELENGGARA DAN WAKTU PELAKSANAAN

Seluruh kegiatan penyelidikan ini dilakukan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dengan bekerjasama dengan organisasi-organisasi gerakan tani, baik di tingkat nasional maupun kabupaten. Tim ini akan bekerja melakukan penyelidikan dengan berintegrasi dengan kehidupan kaum tani, sembari melakukan studi mengenai historis gerakan tani dan politik agraria secara umum di tingkat nasional.
Pelaksanaan penyelidikan ini diawali dengan penyiapan tim bersama (joint committee) antara KPA dengan organisasi-organisasi tani di tingkat wilayah. Proses penyiapan tim ini dilakukan pada minggu pertama dan kedua bulan Januari 2005. Selanjutnya, proses pelaksanaan penyelidikan dilakukan mulai minggu ketiga Januari 2005. Penyelidikan ini sebenarnya tidak memiliki batasan waktu yang kongkrit, akan tetapi diharapkan tim sudah mampu merampungkan penyelidikan awal pada minggu kedua bulan April 2005. Hal ini disebabkan laporan sementara penyelidikan diharapkan mampu dirampungkan pada akhir April 2005.
Sistem pelaporan yang diterapkan adalah pelaporan berjenjang, dengan membagi tenggat tiga bulan pertama dalam tiga jenjang pelaporan. Pada jenjang pertama, pelaporan tim akan memuat proses persiapan dan karakteristik praktik produksi kaum tani. Jenjang kedua, pelaporannya akan memuat historis gerakan kaum tani dan imbangan politik yang terjadi sebelum dan sesudah kebangkitan gerakan kaum tani. Pada jenjang ketiga, pelaporannya akan memuat resolusi-resolusi mengenai bentuk-bentuk pelaksanaan land-reform yang paling mungkin dilaksanakan di wilayah tersebut. Sistem ini diterapkan guna memudahkan proses penyusunan laporan akhir.
Berikut ini tabel kerja dan pelaporan
Pelaksanaan dan Pelaporan Januari 2005 Februari 2005 Maret 2005 April 2005
Penyiapan Tim
Studi Praktik Produksi
Laporan I
Studi Praktik Gerakan Tani
Laporan II
Studi Proyeksi Land Reform
Laporan II
Laporan Umum Nasional

H. STRUKTUR PENULISAN LAPORAN

Laporan penyelidikan ini akan terdiri dari laporan wilayah, yang merupakan laporan hasil penyelidikan yang dituliskan oleh tim investigasi wilayah dan laporan umum yang merupakan rangkuman dari keseluruhan laporan wilayah. Baik laporan wilayah maupun laporan umum akan dimuat dalam enam bab pembahasan. Keenam bab tersebut adalah;
Bab I, yakni bab pendahuluan yang memuat rangkuman proses persiapan pelaksanaan penyelidikan. Yang dibahas dalam bab pendahuluan ini adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan sebelum penyelidikan, seperti persiapan-persiapan pembentukan tim, pengorganisasian kerja, penyiapan material, penentuan waktu, dan aspek-aspek lain yang terkait dengan kelancaran penyelidikan.
Bab II membahas mengenai karakteristik geografis dan demografis dari wilayah yang menjadi obyek penyelidikan. Pada aspek geografis, pembahasan akan diarahkan pada analisis mengenai letak dan kegunaan serta kualitas tanah, air, udara, jalur transportasi, dan beberapa aspek lain yang terkait dengan masalah geografis. Pada aspek penduduk, ulasan akan diarahkan selain menghitung jumlah dan kepadatan, juga dilihat latar belakang budaya adat istiadat, bahasa asli, dan agama.
Bab III membahas masalah dinamika politik agraria. Ulasannya akan diisi dengan bagaimana proses historisnya, latar belakang klas dari pihak-pihak yang memegang peranan menentukan maupun mempengaruhi terhadap corak kekuasaan yang berlaku serta bentuk-bentuk relasinya dengan kaum tani. Di samping melakukan analisis terhadap politik agraria yang dijalankan, pembahasan di dalam bab ini juga diarahkan pada upaya merekonstruksi saling hubungan antar berbagai institusi, baik sipil maupun militer, terutama dalam aspek-aspek yang terkait dengan respon-respon politik atas bangkitnya gerakan tani.
Bab IV membahas mengenai struktur agraria. Bagaimana bentuk-bentuk hubungan produksi dan kekuatan produktif yang ada di dalam masyarakat. Di samping memetakan hubungan produksi dan kekuatan produktif yang ada, di dalam bab ini diharapkan dibahas pula mengenai istilah-istilah lokal yang terkait dengan kegiatan produksi maupun sebutan-sebutan setempat atas mengenai klas-klas sosial tertentu yang ada.
Bab V membahas perjuangan atau gerakan massa kaum tani untuk mendorong pelaksanaan land-reform. Pembahasannya diarahkan analisis historis dan karakter, baik dari aspek ideologi, politik, maupun organisasi dari gerakan massa kaum tani setempat.
Bab IV membahas mengenai resolusi-resolusi atau soal-soal pokok yang mendesak untuk dipecahkan dalam kerangka perjuangan politik land-reform dan pembangunan organisasi massa sebagai tulang-punggung gerakan land-reform. Kemudian bagian Penutup, yakni catatan-catatan khusus yang bersifat evaluatif atas proses penyelidikan yang dilaksanakan.