Kontrol Buruh dan Nasionalisasi – Bagian I

Written by Rob Lyon Friday,
05 December 2008
Bahasa Indonesia translation of Workers’ Control and Nationalization - Part One (January 13, 2006)


Kawan-kawan, kita telah meluangkan banyak waktu mendiskusikan revolusi Venezuela dalam beberapa hari terakhir ini, dan suatu elemen penting yang telah kita diskusikan adalah masalah cogestion atau co-management.
Cogestion bisa memiliki arti yang berbeda-beda untuk banyak orang, tetapi ini jelas bahwa bagi kelas buruh Venezuela, perjuangan untuk co-management adalah perjuangan untuk manajemen dan kontrol buruh yang sejati, dan transformasi menuju masyarakat sosialis.
Perjuangan kontrol buruh di Venezuela yang sedang berkembang menandakan keterlibatan kelas buruh Venezuela yang menentukan di dalam revolusi Bolivarian. Karena berkembangannya perjuangan ini di Venezuela, kita harus mendiskusikan persoalan-persoalan  penting ini dalam barisan kita sendiri guna memberikan para kamerad sebuah gambaran yang jelas mengenai perkembangan di Venezuela dan untuk menjelaskan slogan-slogan dan posisi kita dalam mempersiapkan perjuangan revolusioner di berbagai negara di seluruh dunia.

Prinsip-Prinsip Kontrol Buruh

Kontrol buruh memiliki arti yang jelas: kelas buruh dan wakil-wakilnya di pabrik-pabrik memiliki hak untuk memeriksa pembukuan (neraca keuangan) sebuah perusahaan atau industri dll, mengecek dan mengontrol seluruh pemasukan dan pengeluaran, dan tindakan-tindakan manajemen.
Dalam buku Program Transisional, Trotsky menjelaskan bahwa langkah pertama menuju kontrol nyata atas industri adalah dengan menghapus "rahasia-rahasia bisnis". Rahasia-rahasia bisnis, akuntasi dan pembukuan perusahaan, tentu saja dipakai untuk membenarkan penyerangan terhadap kelas buruh seperti pemotongan gaji, pemecatan, dan peningkatan jam kerja.
Ketika para bos mengklaim bangkrut, atau mengklaim bahwa mereka kehilangan keuntungan dan menuntut hal-hal yang sedemikian rupa (pemotongan gaji, pemecatan, dan peningkatan jam kerja), kontrol buruh memberikan para pekerja kesempatan untuk memeriksa pembukuan perusahaan dan meneliti situasi yang sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk menyingkap kapitalisme, untuk menunjukkan kepada kelas buruh detil-detil dari cara kerja sistem kapitalis, sebagai sebuah langkah menuju penghancurannya
Tugas-tugas mendesak dari kontrol buruh adalah untuk menjelaskan kredit dan debit masyarakat: pertama-tama memeriksa pendapatan dari setiap perusahaan untuk menentukan pendapatan nasional dari setiap kapitalis dan tentu saja pendapatan dari kelas penguasa secara keseluruhan. Tugas lain dari kontrol buruh adalah menunjukkan pemborosan tenaga kerja manusia dan pengejaran profit kotor, dan juga mengekspose transaksi-transaksi rahasia, penipuan, dan korupsi yang sudah inheren di dalam sistem kapitalisme.
Trotsky juga menjelaskan bahwa kontrol buruh atas industri merupakan sebuah "sekolah bagi perencanaan ekonomi", memberikan kesempatan bagi kaum buruh untuk memperoleh sebuah pemahaman ilmiah tentang bagaimana ekonomi berfungsi supaya umat manusia dengan sadar dan demokratis bisa merencanakan produksi dan ekonomi secara keseluruhan. Melalui pengalaman kontrol buruh, kelas buruh mempersiapkan diri mereka untuk menjalankan manajemen langsung terhadap industri-industri yang dinasionalisasi.
Dengan demikian, kontrol buruh atas industri biasanya tidak bertahan lama, tidak stabil, dan merupakan bentuk kekuatan ganda di dalam pabrik atau perusahaan, dan tidak bisa bertahan selamanya kecuali jika kontrol ini ditransformasikan menjadi manajemen langsung.
Di sini kita bisa melihat perbedaan antara tuntutan manajemen dan kontrol buruh yang transisional dan revolusioner, dan tuntutan partisipasi buruh yang reformis dan setengah-setengah.
Trotsky telah menjelaskan hal ini pada tahun 1930-an bahwa, di bawah kapitalisme, jika partisipasi buruh dalam manajemen produksi ingin bertahan lama, stabil, dan "normal", itu harus bersandar pada basis kolaborasi kelas, dan bukan perjuangan kelas.
Kolaborasi seperti itu akan selalu direalisasikan melalui lapisan atas dari serikat buruh dan manajemen. Bahkan pada tahun 1930-an terdapat beberapa contoh partisipasi buruh di Jerman ("demokrasi ekonomi"), dan di Inggris ("Mondisme"). Akan tetapi, seperti yang terjadi kemudian di Eropa pada tahun 1970-an, ini bukanlah kontrol buruh atas modal, tetapi pengabdian birokrasi buruh terhadap modal. Esensinya, para birokrat buruh digunakan untuk menopang modal, dan diperalat untuk mengalihkan perjuangan buruh ke saluran-saluran yang "aman".
Dan bagaimana mengenai ide partisipasi buruh yang terjadi di Eropa? Partisipasi buruh, atau yang biasa disebut demokrasi industri, telah didiskusikan dan dimplementasikan secara luas pada tahun 1970-an di Eropa. Ini merupakan respon atas pertumbuhan militansi gerakan buruh yang diekspresikan pada peristiwa-peristiwa Mei 1968 di Perancis dan di beberapa tempat lain, pemogokan buruh tambang di Inggris tahun 1972 dan 1974, beberapa pemogokan umum di Italia dan Denmark, dan gelombang pemogokan-pemogokan yang menyebar ke Jerman Barat.
Kelas penguasa berusaha keras menahan gerakan-gerakan ini dengan "social partnership" dan menggiring pergolakan buruh masuk ke jalur-jalur "aman". Dengan melibatkan lapisan atas dari serikat-serikat buruh, para bos berharap meningkatkan efisiensi dan level profit mereka.
Sebenarnya, contoh-contoh ini bisa dilihat lebih jauh ke belakang yakni pada tahun 1920-an di Inggris, ketika Sir Alfred Mond dari ICI, monopoli besar bahan-bahan kimia, mencoba untuk menciptakan "demokrasi industrial" di pabrik-pabriknya.
Dengan partisipasi buruh semacam ini, para birokrat buruh dapat memberikan pihak manajemen (baca para bos) informasi dan saran-saran dari para pekerja. Sebagaimana kita semua tahu, para pekerjalah - yakni mereka yang melakukan pekerjaan - yang tahu bagaimana cara terbaik untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Pada saat yang sama, melalui partisipasi buruh, dengan aman manajemen bisa juga memberikan instruksi kepada para pekerja dan mendiskreditkan para birokrat buruh dengan membuatnya seolah-olah merekalah yang bertanggungjawab atas keputusan-keputusan yang tidak populer.
Komite-komite dari para birokrat ini, yang merupakan organ-organ dari partisipasi buruh, sejatinya adalah komite-komite yang tidak memiliki kekuatan, tempat dimana kaum buruh dapat melepaskan sedikit kemarahannya. Partisipasi buruh juga telah menciptakan ilusi bahwa para pekerja memiliki suatu pengaruh dalam pembuatan keputusan - hal ini untuk menghindari kaum buruh dan organisasinya melakukan aksi independen. Contohnya di Jerman, komite-komite ini tidak bisa menyerukan pemogokan. Ini memberikan para bos dan para birokrat buruh kemampuan untuk melangkaui dan melemahkan serikat buruh. Bahkan, dewan-dewan buruh ini terus-menerus dibenturkan dengan serikat buruh sebagai usaha untuk melemahkan mereka (serikat buruh). Para bos dengan mudah menggunakan taktik "divide et impera", memainkan satu organisasi untuk melawan organisasi yang lain.
Pengalaman pertisipasi buruh telah menciptakan sebuah stratum baru yang terdiri dari para fungsionaris industri yang memiliki kepentingan yang sama dengan pihak manajemen - pendeknya, ia telah menciptakan suatu stratum istimewa di dalam kelas buruh.
Dan apa hasil dari semua ini? Saya membaca sebuah artikel di Independent edisi Kamis (28 Juli 2006) mengenai sebuah skandal korupsi di Volkswagen. Sebuah skandal masif baru saja diekspos di VW yang menyangkut dana terselubung, prostitusi, mobil sport, dll, dan direktur-direktur dewan buruh. Beberapa dari mereka telah menghabiskan 1 juta Euro dari uang perusahaan untuk rumah-rumah, jalan-jalan, dan mobil-mobil untuk kekasih gelapnya di seantero penjuru dunia. Ini yang tertulis di The Independent:
"Pihak-pihak utama yang mendapatkan anggaran hiburan yang besar dari Mr. Gebauer bukanlah warga Jerman biasa, tetapi segelintir pimpinan dewan buruh VW yang beruntung. Setiap perusahaan besar Jerman diharuskan membuat ruang untuk pimpinan-pimpinan ini, yang dipilih oleh para pekerja di pabrik untuk mengambil bagian dalam keputusan-kepurusan investasi. Ini adalah bagian penting dari model konsensus Jerman dan membantu untuk mencegah pemogokan-pemogokan di satu negara dimana serikat buruh masih memiliki kekuatan yang berarti."
Inilah hasil akhir dari partisipasi buruh. Para birokrat serikat buruh, yang sudah tidak memiliki koneksi apapun dengan anggota-anggota serikat buruh, berkolusi dengan pihak manajemen dan eksekutif. Kepentingan kaum buruh dilempar ke sungai, ditukar dengan prostitusi, viagra dan jalan-jalan ke Brasil.
Dengan kata lain, kontrol buruh melalui komite-komite pabrik, atau dewan-dewan buruh adalah mungkin hanya atas dasar perjuangan kelas yang tajam. Di bawah kondisi "normal", kaum borjuasi tidak akan mentolerir kontrol buruh yang sejati, mereka tidak akan pernah mentolerir kekuasaan ganda di pabriknya. Kemampuan kelas pekerja untuk menegakkan kontrol atas produksi ditentukan oleh kekuatan gerak yang menyeluruh dari kelas proletar dalam melawan borjuasi. Kontrol buruh yang sejati harus dipaksakan kepada para pemilik modal, dan oleh karena itu terjadi seiring dengan periode krisis revolusioner masyarakat - ini terjadi seiring dengan menguatnya proletariat dan mundurnya kelas penguasa. Dengan demikian, kontrol buruh yang sejati terjadi seiring dengan periode revolusi proletariat.
Inilah mengapa di Venezuela, meskipun ada ketegangan dan masalah-masalah seputar masalah kontrol  buruh yang akan kita bahas nanti, kita menyaksikan suatu pertumbuhan dari kontrol buruh. Perjuangan yang ini atau yang itu mungkin bersifat defensif di Venezuela, tetapi perluasan dan pertumbuhan dari cogestion terkait dengan gerak ofensif dari kelas buruh dan kemunduran kelas penguasa secara keseluruhan. Bangsa ini menemukan dirinya sendiri dalam situasi revolusioner, kaum buruh sedang bergerak maju, dan para bos dimana-mana mengambil langkah mundur.
Dalam perjuangan untuk kontrol buruh sejati, kelas buruh niscaya bergerak ke depan menuju perampasan kekuasaan dan alat-alat produksi. Pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan di bawah kontrol buruh atau manajemen buruh, hanya bisa beroperasi di dalam batas-batas ekonomi secara keseluruhan, yakni dalam batas-batas kapitalisme. Tidak mungkin berdiri sebuah pulau sosialisme di dalam lautan kapitalisme.
Satu contoh adalah pabrik pelebur aluminum Alcan di Jonquiere, Quebec. Alcan adalah pelebur aluminium terbesar dunia. Pelebur raksasa di Jonquiere tersebut direncanakan tutup pada tahun 2014 mendatang. Di awal tahun 2004, Alcan tiba-tiba mengumumkan bahwa mereka akan menutup pabrik tersebut. Sebagai bagian dari perjuangan untuk mempertahankan pekerjaan mereka, para buruh menduduki pabrik tersebut. Mereka segera menyadari adanya sabotase dari pihak manajemen dan segera menendang keluar para mandor dan para manajer dari pabrik. Setelah ini, mereka melaporkan bahwa produksi mengalami peningkatan ketimbang saat sebelum para buruh mengambil alih kendali.
Tetapi seluruh sistem kapitalis bersekutu untuk menghancurkan para buruh di pabrik Alcan. Media dan negara melakukan tekanan yang hebat kepada mereka. Perusahaan-perusahaan yang lain menolak untuk menjual bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi aluminium dan pabrik pelebur ini dibuat sekarat. Sayangnya, pada akhirnya, perjuangan tersebut gagal (baca Workers in Québec seize Alcan Smelter)
Pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan di bawah kontrol buruh, seperti di pabrik pelebur Alcan atau yang sekarang ada di Venezuela, harus berinteraksi dengan, membeli produk-produk dari, dan menjual barang-barangnya ke sektor privat. Mereka harus berinteraksi dengan pasar. Oleh karena itu, mereka berada dalam di bawah tekanan kapitalisme. Secara logika hal ini mendorong kaum buruh untuk berjuang melawan kekuatan modal.
Masalah kredit, bahan baku, dan pasar dengan segera menunjukkan perlunya untuk memperluas kontrol buruh melewati batas-batas satu perusahaan. Contoh baik dari ini adalah ALCASA, sebuah pabrik aluminium milik negara di Venezuela, yang saat ini berada di bawah bentuk cogestion yang paling maju. Selama periode sabotase para bos  (lock-out) pada tahun 2002-2003, para penyabot memangkas suplai gas ke pabrik ALCASA dan menghentikan produksi. Buruh ALCASA, bersama-sama dengan para buruh dari pabrik baja sekitarnya, mempersenjatai diri mereka, berbondong-bondong menuju ke pabrik gas, menerobos pengamanan para polisi dari pihak oposisi dan memaksa memulai kembali produksi untuk menjamin suplai gas.
Dengan dominasi yang kuat dari pasar dunia, dan ketergantungan tiap-tiap negara atas perdagangan dunia, masalah ekspor-impor mendorong perlunya kontrol buruh pada level nasional. Ini dengan segera memperhadapkan organ-organ inti dari kontrol buruh dengan organ-organ dari kelas penguasa.
Kita tidak boleh berpikir secara mekanikal atau formal dalam konsepsi kita mengenai perkembangan revolusi sosialis, tetapi kita bisa melihat bagaimana kontrol buruh industri, atau kekuaasaan ganda di dalam pabrik, umumnya terjadi seiring dengan atau menghasilkan periode kekuasaan ganda di negara. Kekuasaan ganda di pabrik, dan kekuasaan ganda dalam negara tidak akan selalu dilahirkan pada hari yang sama. Kadang-kadang, kontrol buruh akan muncul sebelum kekuasaan ganda dalam negara, dan di saat yang lain justru sebaliknya.
Kontradiksi yang tak terdamaikan yang inheren dalam rejim kontrol buruh, inheren dalam rejim kekuasaan ganda, akan menajam dan mencapai suatu tahapan yang kritis dimana kontradiksi-kontradiksi ini tak bisa ditolerir lagi oleh kedua kubu. Kekuasaan ganda adalah sebuah tahapan dari perjuangan kelas dimana kontradiksi-kontradiksi kelas telah menjadi sedemikian tajamnya sehingga masyarakat terpecah ke dalam dua kubu yang saling bermusuhan, dua kekuatan yang bermusuhan, yang satu konservatif dan reaksioner, dan yang satu lainnya sedang tumbuh dan bersifat revolusioner. Satu-satunya jalan keluar dari situasi ini adalah kelas pekerja mengambil kekuasaan dan mengklaim kemenangan untuk revolusi, atau ini akan berakhir dengan kekalahan revolusi dan kemenangan kontra-revolusi. Kita hanya perlu melihat perbedaan dari kemenangan Revolusi Rusia dan kekalahan Revolusi Jerman dan Italia (yang melahirkan fasisme di Italia dan Jerman) untuk memahami ini.
Sebagaimana di Venezuela hari ini, kontrol buruh atas industri tidak hanya kontrol terhadap perusahaan-perusahaan yang operasional, tetapi juga mengontrol pabrik-pabrik yang setengah-operasional dan pabrik-pabrik yang ditutup atau dibiarkan menganggur. Tugas membuka kembali perusahaan-perusahaan yang telah ditutup ini di bawah komite-komite pabrik secara tidak langsung merupakan suatu permulaan dari sebuah perencanaan ekonomi. Pabrik-pabrik ini harus disuplai dengan bahan baku dan mampu mengirim produk-produknya. Ini secara langsung mengarah pada masalah administrasi industri negara. Seperti yang bisa juga kita lihat di Venezuela, perusahaan-perusahaan milik negara ini menghadapi sabotase dan masih berada di bawah tekanan kapitalisme, secara nasional maupun internasional. Ini akan secara langsung mendorong kita menuju masalah ekspropriasi para pemilik modal.
Ini semua berarti bahwa kontrol buruh bukanlah sebuah kondisi yang dapat bertahan lama, bukanlah sebuah kondisi "normal". Ini merupakan indikasi dari perjuangan kelas yang menajam, dan masalah kekuasaan ganda dalam industri harus diselesaikan. Sebagai sebuah langkah transisional yang eksis di bawah puncak dari perjuangan kelas, kontrol buruh merupakan sebuah jembatan ke arah nasionalisasi industri yang revolusioner, yang terjadi seiring dengan transisi dari rejim borjuasi ke proletariat.
Adalah penting bagi kita untuk memahami perbedaan antara kontrol buruh dan manajemen buruh. Ini telah menjadi sumber kebingungan yang historis, dan kita harus menjernihkan masalah ini. Kontrol buruh berarti bahwa kontrol berada di tangan buruh, tetapi kepemilikan masih tetap berada di tangan kapitalis. Kontrol buruh mungkin dominan, mencakup keseluruhan aspek, tetapi hanya tetap sebagai kontrol.
Trotsky menjelaskan:
"Tujuan utama dari slogan [kontrol buruh] adalah perkembangan rejim transisional di dalam industri ketika para kapitalis dan para manajernya tidak bisa lagi mengambil suatu langkah tanpa persetujuan kaum buruh; tetapi pada pihak yang lain, ketika kaum buruh belumlah menyiapkan prasyarat-prasyarat politik untuk nasionalisasi, atau belumlah memiliki manajemen teknis, atau belum menciptakan organ-organ yang esensial untuk ini. Jangan lupa bahwa kontrol buruh disini bukan hanya mengenai kontrol produksi, tetapi juga penjualan produk-produk dan menyuplai pabrik dengan bahan baku, dan perangkat baru dan juga kredit operasi dll."
Manajemen industri-industri yang dinasionalisasi memerlukan format negara dan administrasi yang baru, dan terutama sekali ini memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan bentuk organisasi yang tepat. Dalam periode latihan ini, yang terjadi sebelum atau sesudah perebutan kekuasaan, kelas pekerja mempunyai kepentingan untuk menyerahkan manajemen kepada pihak administrasi yang berpengalaman, di bawah kontrol buruh. Periode ini hanyalah untuk mempersiapkan elemen-elemen dari perencanaan ekonomi.
Manajemen buruh atas industri datang dari atas karena hal ini terkait dengan kekuasaan negara dan sebuah perencanaan ekonomi. Kontrol datang dari bawah dan dijalankan oleh komite-komite pabrik, sedangkan organ-organ manajemen terpusat di dewan-dewan buruh, terpusat di kekuasaan negara. Adalah penting untuk menjelaskan bahwa komite-komite pabrik tidaklah lenyap, bahwa peran mereka, meskipun berubah, masih penting.
Kita bukanlah kaum sindikalis. Kita tidak percaya bahwa kepemilikan pabrik-pabrik harus berada di tangan para pekerja di masing-masing pabrik tersebut. Salah satu tugas-tugas penting dalam perkembangan masyarakat sosialis adalah kepemilikan kolektif, kepemilikan sosial atas alat-alat produksi dan penghapusan kompetisi industrial dalam masyarakat - ini  dimulai dengan kepemilikan negara atas alat-alat produksi.
Pada tahun 1917, Trotsky ditanya di dalam sebuah wawancara: apakah kaum buruh di tiap-tiap pabrik harus memiliki pabrik tempat dimana mereka bekerja, dan apakah keuntungannya akan dibagi diantara kaum buruh? Dia menjawabnya dengan mengatakan: "Tidak, pembagian keuntungan adalah sebuah gagasan borjuis. Para pekerja dalam suatu pabrik akan dibayar dengan gaji yang memadai. Seluruh keuntungan yang tidak dibayarkan kepada para pemilik [yang akan menerima 5%-6% setiap tahun dari investasinya] akan menjadi milik masyarakat." [In Defence of Russian Revolution, Workers' Control and Nationalization oleh Leon Trotsky]. (Catatan: disini adalah kasus dimana pabrik-pabrik belumlah sepenuhnya diekpropriasi, yang ada di bawah kontrol buruh tetapi masih dimiliki oleh kapitalis secara penuh maupun parsial)
Dalam sebuah negara pekerja, jika manajemen utama dari industri tidak berada di tangan dewan-dewan buruh yang mewakili negara dan kelas buruh secara keseluruhan, maka industri-industri dan perusahaan-perusahaan tersebut akan bersaing satu sama lain, dan sebagai akibatnya mustahil untuk mengkoordinir sebuah rencana ekonomi nasional dan secara esensial ini berarti kita masih berada di bawah kapitalisme. Inilah mengapa kita menentang ide kaum Anarkis dan sindikalis bahwa para buruh di tiap-tiap industri harus memiliki pabrik-pabrik mereka sendiri. Gagasan mengenai kepemilikan "lokal" ini, dimana kaum buruh di suatu pabrik akan memiliki pabrik tersebut, tidak mengubah peran produktif dan sosial dari pabrik tersebut. Ia masih merupakan sebuah perusahaan milik pribadi dan tidak dimiliki secara sosial. Sebuah perusahaan yang dimiliki oleh kaum buruh melalui suatu koperasi atau komite manajemen-swadaya masih merupakan sebuah perusahaan kapitalis, yang bergantung pada profit - tidak peduli apakah ini dimiliki oleh sebuah koperasi buruh beranggotakan 12, 250 atau hanya 1 orang. Ini bukan kepemilikan sosial. Hanya nasionalisasi industri-industri, dibawah kepemilikan negara dan kontrol buruh yang dapat menjamin karakter sosial dan nasionalisasi dari industri.
Program Marxis untuk manajemen buruh dan ekonomi yang terencana secara demokratis adalah dengan memiliki dewan-dewan manajemen dari semua industri yang telah dinasionalisasi, yang terpilih dan disusun sebagai berikut: 1/3 anggota dari dewan ini harus terdiri dari para buruh di industri tersebut melalui serikat buruh mereka guna melindungi kepentingan-kepentingan buruh di lapangan dan menyalurkan kreatifitas, pengetahuan, dan keahlian mereka. 1/3 anggota dewan harus mewakili kelas pekerja secara keseluruhan dan dipilih melalui badan serikat pekerja pusat (atau federasi serikat pekerja nasional), dan 1/3 yang lain mewakili negara pekerja untuk menjalankan rencana produksi nasional.

(Diterjemahkan oleh Syaiful, diedit oleh Ted, dari Workers' Control and Nationalization oleh Rob Lyon, 13 Januari 2006)

Chavez Umumkan Nasionalisasi Universitas Lewat Twitter


Caracas - Presiden Venezuela Hugo Chavez membuat kebijakan menasionalisasi sebuah Universitas swasta di negaranya. Langkah Chavez itu diumumkan lewat akun twitternya.

"Mahasiswa Universitas Santa Ines, aku baru saja menyetujui rencana nasionalisasi untuk kebaikan semua orang. Sekarang: BEBAS!" kata chavez dalam postingnya di @chavezcandanga pekan lalu seperti dilansir The Wall Street Journal Online, Selasa (18/5/2010).

Pesan Chavez itu ditujukan kepada mahasiswa Universitas Santa Ines yang membiayai dirinya secara mandiri. Tujuannya, agar para mahasiswa di universitas itu mengetahui sekolah mereka telah diambil alih oleh pemerintah, dan biaya pendidikan akan gratis.

Nasionalisasi universitas itu secara resmi berlaku mulai Senin 17 Mei 2010, ketika surat kabar pemerintah setempat mencatat berita resmi yang mengumumkan 'akuisisi paksa' Universitas Santa Ines.

Universitas itu pun telah berganti nama menjadi Universitas Jose Felix Ribas, yang diambil dari nama pahlawan kemerdekaan Venezuela.

Universitas tersebut bertempat di bagian barat negara bagian Barinas. Negara bagian dimana Chavez lahir dan mengenyam pendidikan awalnya.

Namun, kebijakan Chavez ini bukan tanpa penentangan. Mahasiswa universitas ini mengatakan bahwa alasan Chavez untuk mengambil alih universitas hanya dalih untuk menguatkan cengkeraman pemerintahan terhadap sistem pendidikan negara.

"Ini adalah yang terburuk dari banyak langkah buruk yang dilakukan Chavez," kritik Carlos Chavez, pemimpin Badan Mahasiswa.

"Dia akan memaksakan agenda revolusioner, marxis, dan sosialisnya kepada kami. Dan dia akan menendang profesor-profesor baik yang memungkinkan kami belajar kapitalisme," lanjut mahasiswa yang mengambil studi hukum ini.

Chaves bukan kali ini saja menjalankan kebijakan nasionalisasi sektor swasta. Presiden yang terkenal dengan ideologi sosialisnya ini sudah terlebih dulu menasionalisasi sejumlah industri dan pabrik-pabrik swasta setelah menjadi presiden di salah satu negara kaya minyak ini. (Rez/fiq)

*detiknews.com 

The bigger, the better

hey,

I know it has been a long time, to long. But it has been a very busy week at school. All our tasks had to be finished.
So I didn't had any time to post some pictures. But this weekend I had a bit of time, so I did some shopping. I bought a short, it's a very loose one. It's so comfortable and cute. The skirt is very simple but I like it. The earrings are very big, but thats the way I like them. I bought everyting at H&M. After shopping I went to Sex and the city 2 with my friends. I loved the movie!! It's absolutely fantastic and fashionable!!!!! It cerently is a must-see!!!
I noticed I've already got so more followers, so I'm really happy!

Here's a funny story: My mum just told me she bought a new pro-age soap. She said she never felt softer. So i felt and she was rigth. Then she showed me the bottle. I carefully read everything and then I saw this: Beauty body lotion!! It wasn't soap!! :p
She was washing herself for over two weeks with body lotion :p Th next five minutes she couldn-'t stop laughing, she blames it on her age.

I'll write again soon!

Greetz, X.



Tan Malaka Sebuah Biografi


Tan Malaka atau Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka (lahir Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatra Barat, 2 Juni 1897 - wafat Jawa Timur, 21 Februari 1949 adalah seorang aktivis pejuang nasionalis Indonesia, seorang pemimpin komunis, dan politisi yang mendirikan Partai Murba. Pejuang yang militan, radikal dan revolusioner ini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris.

Dia kukuh mengkritik terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun pemerintahan republik di bawah Soekarno pasca-revolusi kemerdekaan Indonesia. Wlaupun berpandangan komunis, ia juga sering terlibat konflik dengan kepemimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Tan Malaka menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia, dan secara tak henti-hentinya terancam dengan penahanan oleh penguasa Belanda dan sekutu-sekutu mereka. Walaupun secara jelas disingkirkan, Tan Malaka dapat memainkan peran intelektual penting dalam membangun jaringan gerakan komunis internasional untuk gerakan anti penjajahan di Asia Tenggara. Ia mendeklarasikan sebuah "Pahlawan revolusi nasional" dalam unndang-undang parlemen tahun 1963.

Tan Malaka juga seorang pendiri partai Murba, berasal dari Sarekat Islam (SI) Jakarta dan Semarang. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan modernis Islam Kaoem Moeda di Sumatera Barat.

Tokoh ini juga adalah orang yang mendalangi terjadinya pergolakan sosial di wilayah Surakarta setelah pengumuman Proklamasi Kemerdekaan RI, yang berakibat hilangnya status Daerah Istimewa bagi bekas wilayah Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunagaran.

Riwayat

Saat berumur 16 tahun, 1912, Tan Malaka dikirim ke Belanda.
Tahun 1919 ia kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai guru disebuah perkebunan di Deli. Ketimpangan sosial yang dilihatnya di lingkungan perkebunan, antara kaum buruh dan tuan tanah menimbulkan semangat radikal pada diri Tan Malaka muda.
Tahun 1921, ia pergi ke Semarang dan bertemu dengan Semaun dan mulai terjun ke kancah politik
Saat kongres PKI 24-25 Desember 1921, Tan Malaka diangkat sebagai pimpinan partai.Januari 1922 ia ditangkap dan dibuang ke Kupang.
Pada Maret 1922 Tan Malaka diusir dari Indonesia dan mengembara ke Berlin, Moskwa dan Belanda.

Perjuangan

Pada tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke dalam gelanggang politik. Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk miskin, Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis. Pemuda cerdas ini banyak juga berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia Belanda. Selain itu juga merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI (Sarekat Islam) untuk menyusun suatu sistem tentang kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan aksi komunis, keahlian berbicara, jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat. Namun pemerintahan Belanda melarang pembentukan kursus-kursus semacam itu sehingga mengambil tindakan tegas bagi pesertanya.

Melihat hal itu Tan Malaka mempunyai niat untuk mendirikan sekolah-sekolah sebagai anak-anak anggota SI untuk penciptaan kader-kader baru. Juga dengan alasan pertama: memberi banyak jalan (kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia kapitalis (berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain); kedua, memberikan kebebasan kepada murid untuk mengikuti kegemaran mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan; ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum miskin. Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi sekolah. Dan sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga sekolah itu semakin lama semakin besar.

Perjaungan Tan Malaka tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada saat itu, tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh.

Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh “Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan simpati, apabila nanti menglami kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan akan didorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner”.

Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis di dunia sangatlah jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak untuk memberi usul-usul dan dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya. Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar, program dan taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern seperti yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskwa diikuti oleh kaum komunis dunia. Dengan demikian tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintern lebih berat dari keanggotaannya di PKI.

Sebagai seorang pemimpin yang masih sangat muda ia meletakkan tanggung jawab yang sangat berat pada pundaknya. Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannya memisahkan diri dan kemudian memutuskan hubungan dengan PKI, Sardjono-Alimin-Musso.

Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari Keputusan Prambanan yang berakibat bunuh diri bagi perjuangan nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu. Pemberontakan 1926 hanya merupakan gejolak kerusuhan dan keributan kecil di beberapa daerah di Indonesia. Maka dengan mudah dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda dapat mengakhirinya. Akibatnya ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven Digoel, Irian Jaya. Peristiwa ini dijadikan dalih oleh Belanda untuk menangkap, menahan dan membuang setiap orang yang melawan mereka, sekalipun bukan PKI. Maka perjaungan nasional mendapat pukulan yang sangat berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama bertahun-tahun.

Tan Malaka yang berada di luar negeri pada waktu itu, berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok. Di ibu kota Thailand itu, bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka memproklamasikan berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka telah menulis "Menuju Republik Indonesia". Itu ditunjukkan kepada para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda. Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon, Hong Kong, April 1925.

Prof. Mohammad Yamin, dalam karya tulisnya "Tan Malaka Bapak Republik Indonesia" memberi komentar: "Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina pecah…."

Madilog

Madilog merupakan istilah baru dalam cara berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta dan fakta adalah lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan pertama adalah budi (mind), kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme menganggap alam, benda dan realita nyata obyektif sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan yang pertama.

Bagi Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) yang pokok dan pertama adalah bukti, walau belum dapat diterangkan secara rasional dan logika tapi jika fakta sebagai landasan ilmu bukti itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional belum dapat menjelaskannya dan belum dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana.

Semua karya Tan Malaka dan permasalahannya didasari oleh kondisi Indonesia. Terutama rakyat Indonesia, situasi dan kondisi nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan bagaimana mengarahkan pemecahan masalahnya. Cara tradisi nyata bangsa Indonesia dengan latar belakang sejarahnya bukanlah cara berpikir yang teoritis dan untuk mencapai Republik Indonesia sudah dia cetuskan sejak tahun 1925 lewat Naar de Republiek Indonesia.

Jika membaca karya-karya Tan Malaka yang meliputi semua bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran (Gerpolek-Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948), maka akan dtemukan benang putih keilmiahan dan ke-Indonesia-an serta benang merah kemandirian, sikap konsisten yang jelas dalam gagasan-gagasan serta perjuangannya.

Pahlawan

Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului dengan penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan, di dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun. Setelah meletus pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan pimpinan Musso dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akibat peristiwa itu.

Di luar, setelah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi republik Indonesia akibat Perjanjian Linggajati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi Sutan Syahrir dan Perdana Menteri Amir Syarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan Partai MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta.

Pada tahun 1949 tepatnya bulan Februari Tan Malaka hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya di tengah-tengah perjuangan bersama Gerilya Pembela Proklamasi di Pethok, Kediri, Jawa Timur. Tapi akhirnya misteri tersebut terungkap juga dari penuturan Harry A. Poeze, seorang Sejarawan Belanda yang menyebutkan bahwa Tan Malaka ditembak mati pada tanggal 21 Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya

Namun berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan bahwa Tan Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional.

Tan Malaka dalam fiksi

Dengan julukan Patjar Merah Indonesia Tan Malaka merupakan tokoh utama beberapa roman picisan yang terbit di Medan. Roman-roman tersebut mengisahkan petualangan Patjar Merah, seorang aktivis politik yang memperjuangkan kemerdekaan Tanah Air-nya, Indonesia, dari kolonialisme Belanda. Karena kegiatannya itu, ia harus melarikan diri dari Indonesia dan menjadi buruan polisi rahasia internasional.

Salah satu roman Patjar Merah yang terkenal adalah roman karangan Matu Mona yang berjudul Spionnage-Dienst (Patjar Merah Indonesia). Nama Pacar Merah sendiri berasal dari karya Baronesse Orczy yang berjudul Scarlet Pimpernel, yang berkisah tentang pahlawan Revolusi Prancis.

Dalam cerita-cerita tersebut selain Tan Malaka muncul juga tokoh-tokoh PKI dan PARI lainnya, yaitu Muso (sebagai Paul Mussotte), Alimin (Ivan Alminsky), Semaun (Semounoff), Darsono (Darsnoff), Djamaluddin Tamin (Djalumin) dan Soebakat (Soe Beng Kiat).

Kisah-kisah fiksi ini turut memperkuat legenda Tan Malaka di Indonesia, terutama di Sumatera.

Beberapa judul kisah Patjar Merah:
  • Matu Mona. Spionnage-Dienst (Patjar Merah Indonesia). Medan (1938)
  • Matu Mona. Rol Patjar Merah Indonesia cs. Medan (1938)
  • Emnast. Tan Malaka di Medan. Medan (1940)
  • Tiga kali Patjar Merah Datang Membela (1940)
  • Patjar Merah Kembali ke Tanah Air (1940)
Buku
  • Dari Pendjara ke Pendjara
  • Menuju Republik Indonesia
  • Dari Pendjara ke Pendjara, autobiografi
  • Madilog
  • Gerpolek
Referensi
1. "Misteri Kematian Tan Malaka Terungkap", Kompas, diakses Juli 2007

Semaun

 
Semaun (lahir di kota kecil Curahmalang, Mojokerto, Jawa Timur sekitar tahun 1899 dan wafat pada tahun 1971) adalah Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI).

Masa kecil

Semaun adalah anak Prawiroatmodjo, pegawai rendahan, tepatnya tukang batu, di jawatan kereta api. Meskipun bukan anak orang kaya maupun priayi, Semaoen berhasil masuk ke sekolah Tweede Klas (sekolah bumiputra kelas dua) dan memperoleh pendidikan tambahan bahasa Belanda dengan mengikuti semacam kursus sore hari. Setelah menyelesaikan sekolah dasar, ia tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Karena itu, ia kemudian bekerja di Staatsspoor (SS) Surabaya sebagai juru tulis (klerk) kecil.

Politik

Kemunculannya di panggung politik pergerakan dimulai di usia belia, 14 tahun. Saat itu, tahun 1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) afdeeling Surabaya. Setahun kemudian, 1915, bertemu dengan Sneevliet dan diajak masuk ke Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda (ISDV) afdeeling Surabaya yang didirikan Sneevliet dan Vereeniging voor Spoor-en Tramwegpersoneel, serikat buruh kereta api dan trem (VSTP) afdeeling Surabaya. Pekerjaan di Staatsspoor akhirnya ditinggalkannya pada tahun 1916 sejalan dengan kepindahannya ke Semarang karena diangkat menjadi propagandis VSTP yang digaji. Penguasaan bahasa Belanda yang baik, terutama dalam membaca dan mendengarkan, minatnya untuk terus memperluas pengetahuan dengan belajar sendiri, hubungan yang cukup dekat dengan Sneevliet, merupakan faktor-faktor penting mengapa Semaoen dapat menempati posisi penting di kedua organisasi Belanda itu.

Di Semarang, ia juga menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu, dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang. Semaoen adalah figur termuda dalam organisasi. Di tahun belasan itu, ia dikenal sebagai jurnalis yang andal dan cerdas. Ia juga memiliki kejelian yang sering dipakai sebagai senjata ampuh dalam menyerang kebijakan-kebijakan kolonial.

Pada tahun 1918 dia juga menjadi anggota dewan pimpinan di Sarekat Islam (SI). Sebagai Ketua SI Semarang, Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh. Pemogokan terbesar dan sangat berhasil di awal tahun 1918 dilancarkan 300 pekerja industri furnitur. Pada tahun 1920, terjadi lagi pemogokan besar-besaran di kalangan buruh industri cetak yang melibatkan SI Semarang. Pemogokan ini berhasil memaksa majikan untuk menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dan uang makan 10 persen.

Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. Sikap dan prinsip komunisme yang dianut Semaoen membuat renggang hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya.

PKI pada awalnya adalah bagian dari Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921. Pada akhir tahun itu juga dia meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk meraih pengaruhnya kembali di SI tetapi kurang berhasil.

Pengasingan

Pada tahun 1923, VSTP merencanakan demonstrasi besar-besaran dan langsung dihentikan oleh pemerintah kolonial Belanda, dan setelah itu Semaun diasingkan ke Belanda. Selama masa pengasingannya dia kembali ke Uni Sovyet, dimana dia tinggal disana lebih dari 30 tahun. Pada masa itu dia tetap menjadi aktivis tapi hanya dalam aksi-aksi terbatas, berbicara beberapa kali di Perhimpunan Indonesia, organisasi mahasiswa di Belanda pada masa itu. Dia juga sempat belajar di Universitas Tashkent untuk beberapa waktu.

Selama pembuangan ke Eropa, Semaoen aktif di Executive Committee of the Comintern, Komite Eksekutif Komunis Internasional (ECCI). Setelah beberapa tahun tinggal di Belanda, Semaoen lalu menetap di Uni Soviet dan menjadi warga negara di sana. Ia pernah bekerja sebagai pengajar bahasa Indonesia dan penyiar berbahasa Indonesia pada radio Moscow. Puncak "karirnya" adalah ketika diangkat oleh Stalin menjadi pimpinan Badan Perancang Negara (Gozplan) di Tajikistan.

Setelah masa pengasingannya dia kembali ke Indonesia, dan pindah ke Jakarta. Kepulangan Semaoen ke Indonesia pada tahun 1953 merupakan inisiatif Iwa Kusumasumantri. Semaoen, Iwa, dan Sekjen Partai Komunis Iran mengawini tiga putri kakak-adik yang saat itu bekerja dalam Comintern. Saat kembali ke Indonesia dalam usia setengah abad lebih, Semaoen telah terputus dari PKI, partai yang ia dirikan. Dari tahun 1959 sampai dengan tahun 1961 dia bekerja sebagai pegawai pemerintah. Dia juga mengajar mata kuliah ekonomi di Universitas Padjadjaran, Bandung.

Referensi
  • Jarvis, Helen (1991). Notes and appendices for Tan Malaka, From Jail to Jail. Athens, Ohio: Ohio University Center for International Studies.
  • Kahin, George McT. (1952) Nationalism and revolution in Indonesia. Ithaca, New York:Cornell University Press.
  • Ricklefs, M.C. (2001) A history of modern Indonesia since c.1200 3rd ed. Stanford, California:Stanford University Press

HO CHI MINH DAN PERJUANGAN PEMBEBASAN NASIONAL VIETNAM


KATA PENGANTAR

Hari ini tanggal 18 Mei 2010 bertepatan dengan peringatan 120 tahun lahirnya kawan Ho Chi Minh atau yang lebih dikenal dengan panggilan Paman Ho (dalam bahasa Vietnam Bok Ho). Paman Ho bersama Lao Dong Party (Partai Buruh Vietnam) memimpin Rakyat Vietnam yang Patriotik melakukan perlawanan terhadap kaum kapitalis-imperialis Perancis selama 24 tahun dan kaum kapitalis-imperialis Amerika selama 21 tahun serta para bonekanya hingga akhirnya Vietnam Utara dan Selatan dapat bersatu kembali ditahun 1975. Kiranya tulisan kami ini masih sangat relevan untuk kembali disajikan kepada para pembaca ramai selain untuk menghormati Paman Ho juga agar dapat kiranya dapat menjadi inspirasi dari semua pejuang yang Berlawan yang berada di seluruh penjuru tanah air Indonesia ini yang menginginkan agar republik ini lepas dari cengkraman kaum kapitalis-imperialis dan cita-cita Kemerdekaan Ekonomi dan Politik atau dengan kata lain KEMERDEKAAN 100% dapat terwujud di Indonesia. Terima kasih

SALAM PEMBEBASAN NASIONAL !!!

MERDEKA 100% !!!

**************************
************************************

Pada 18 Mei 1890 telah lahir disebuah desa yang bernama Kim-Lien di propinsi Nghe An seorang bayi laki-laki yang bernama Nguyen Sinh Cung. Ayahnya, Nguyen Sinh Huy adalah seorang pegawai kecil pemerintahan yang dipecat karena kegiatannya melawan pemerintahan colonial Perancis. Waktu Nguyen masih kanak-kanak, Vietnam belum lama ditaklukkan oleh penjajah Perancis. Rakyat Vietnam penuh dendam terhadap majikannya yang baru itu. Beberapa pahlawan pecinta negara,bangkit mengadakan gerakan perlawanan tetapi semua itu dapat ditindas oleh penjajah Perancis, dengan mengadakan penyembelihan yang sangat kejam. Kaum penjajah dan kaum feudal mengadakan kerjasama untuk melakukan penindasan dan penghisapan.

Darah Rakyat diisap habis-habisan. Diadakan pajak yang bermacam-macam. Yang paling terberat adalah pajak garam. Disamping itu untuk membuai dan meracuni Rakyat diadakan penjualan umum: minuman keras dan madat. Seluruh Rakyat Vietnam jatuh dalam lembah kesengsaraan. Kaum terpelajar Vietnam membangkitkan kembali gerakan melawan penjajah tetapi organisasinya tidak meluas, dan bantuannya kepada Rakyat tidak terasa. Hasilnya adalah kegagalan! Tahun 1907 Rakyat tani Vietnam Tengah mengadakan pemberontakan tidak bersenjata. Senjatanya adalah tangan. Tuntutan mereka sederhana, yakni keringanan pajak tanah. Tuntutan yang sederhana dan pemberontakan tidak bersenjata itu dijawab oleh penjajah Perancis dengan kekejaman yang mengerikan. Pemimpin-pemimpin pemberontakan dan orang-orang yang di curigai ditangkap dan dipenggal lehernya begitu saja. Rumah penjara penuh sesak. Barang siapa kedapatan menyimpan surat kabar dan majalah Tionghoa ditangkap dan mendapat hukuman berat.. hampir seluruh pelajar dijebloskan ke penjara. Dr Tran Quy Cap, seorang penulis kenamaan yang dicintai Rakyat - dihukum mati dihadapan umum. Begitulah kondisi di Vietnam sampai Nguyen berumur 15 tahun.

Nguyen telah berumur 17 tahun. Secara resmi ia telah ikut serta dalam gerakan revolusioner rahasia. Gerakan revolusioner yang dipimpin oleh para pejuang revolusioner tua seperti Pan Chau Trinh, Phan Boi Chau, Hoang Hoa Tham. Tugas Nguyen menyampaikan berita-berita, sebagai kurir. Selama ikut dalam keanggotaan organisasi itu Nguyen banyak belajar tentang arti nasionalisme, mencintai dan mengabdi kepada Rakyat. Karena melihat penguasa colonial Perancis yang sewenang-wenang di negerinya, Nguyen menetapkan niat didalam hatinya bahwa dia harus pergi menuju Eropa, ke Perancis dan negeri- negeri di Eropa lainnya, untuk menyaksikan bagaimana orang Barat mengatur negaranya. Antara tahun 1912-1913 Nguyen meninggalkan negerinya, menyelundup, menumpang kapal yang mengantar surat ke negeri Perancis. Berkat pertolongan para pekerja kapal dia dapat selamat sampai ke Perancis. Selama di kapal dia senantiasa berada di dapur, menolong pekerjaan macam-macam di dapur itu. Selama diperjalanan itu Nguyen juga sering membantu teman-temannya yang buta huruf, menuliskan surat untuk dikirim kerumah. Selain itu Nguyen juga pandai menggunakan waktunya untuk bergaul dengan orang-orang Perancis dikapal sambil belajar bahasa Perancis dari mereka. Beberapa bulan Nguyen hidup dikapal, akhirnya tiba juga di Marseille Perancis. Nguyen terbelalak matanya melihat adat kebiasaan orang-orang disana. Semuanya masih asing baginya.

Dalam beberapa hari hidup di negeri Perancis ia mendapat pengertian yang berharga, yakni orang-orang Perancis di negerinya sendiri banyak lebih peramah dan sopan santun daripada orang Perancis yang berada di Vietnam. Setelah turun kedaratan kapal surat itu harus menjalani perawatan di Le Havre karena ada beberapa bagian kapal yang rusak. Sambil menunggu kapal itu diperbaiki Nguyen disuruh oleh Nakhoda kapal untuk bekerja di rumahnya yang terletad diluar kota Le Havre. Di rumah itu selain pemilik rumah hanya di huni oleh seorang juru masak, seorang pelayan pemudi, seorang pesuruh bangsa Vietnam bernama Ashen dan seorang pelayan baru bernama Abao. “ Abao” adalah nama panggilan Nguyen sejak bekerja di kapal. Pekerjaan Abao sehari-hari sangat ringan yakni mencuci alat-alat makanan dan piring serta membersihkan debu-debu dari lukisan-lukisan yang banyak dipajang didinding rumah itu. Karena pekerjaannya yang hanya sedikit Abao sering melihat-lihat kebun bunga yang luas di sekitar rumah, melihat-lihat majalah bergambar dan lain-lainnya. Tapi yang sangat dipentingkannya adalah belajar bahasa Perancis dari pelayan wanita bangsa Perancis yang masih muda itu.

Abao sudah bekerja di Villa itu selama sebulan. Pada satu malam tuan rumah memanggilnya dan menawarkan Abao pekerjaan di kapal barang yang akan berangkat ke Afrika. Tanpa ada keraguan Abao menerima pekerjaan itu dengan kegirangan. Pada hari yang sudah ditentukan kapal barang itu berlayar dari pelabuhan Le Havre menuju Afrika. Abao mempunyai tugas untuk mengurusi air teh untuk nakhoda dan ABK yang hanya berjumlah 8 orang itu. Kapal bertolak berlayar melalui Spanyol, Protugal, Algeria, Tunisia dan pelabuhan-pelabuhan dipantai Barat Afrika dan akhirnya tiba di Kongo, daerah jajahan Belgia. Selama dalam perjalanan itu Abao sungguh-sungguh menikmati dan selalu turun untuk melihat keadaan tempat-tempat yang disinggahi. Setelah mengantar barang ke Kongo maka kapal kembali ke Le Havre Perancis. Setahun sebelum perang dunia pertama meletus. Abao yang telah pindah pekerjaan ke kapal lain tiba di kota London. Disana dia hidup sebatang kara dan tetap menggunakan nama Abao. Mula-mula dia mendapat pekerjaan sebagai tukang sapu disebuah gedung sekolah menengah. Karena tugasnya yang berat maka Abao hanya tahan beberapa hari. Lalu dia pindah pekerjaan sebagai tukang untuk mengurusi api pemanas hawa di rumah. Setiap jam 5 pagi bersama seorang pekerja yang lain dia mulai bekerja. Ditempat itu pun dia tidak bertahan lama bekerja karena pekerjaannya yang cukup berat berada ditempat yang sangat panas di bawah rumah, tetapi udara di luar cukup dingin sedangkan Abao hanya sehelai. Abao mendapat pekerjaan lagi di rumah seorang kaum bangsawan di tengah kota London, pekerjaannya adalah mencuci piring, peralatan makan dan mengambil sisa-sisa makan di meja tamu, kerjanya pagi mulai jam 8-12 dan sore mulai jam 5-10 malam.

Perang Dunia pertama pecah. Seluruh negeri Inggris bangkit serentak. Beberapa semboyan terpancang disegala tempat, diantaranya berbunyi: “Galang-lah kemerdekaan bangsa-bangsa” “Lindungilah peradaban manusia” “Hancurkanlah bangsa Jerman, Austria dan Turki yang biadab!” Abao tertarik dengan dengan semboyan-semboyan itu. Terutama mengenai kemerdekaan bangsa-bangsa. Abao berfikir bahwa bangsa Vietnam pasti juga bisa merdeka. Ia memutuskan untuk menjadi tentara sukarela Inggris tetapi ketika menjalani tes masuk Abao tidak diterima, sebab syarat-syaratnya tidak terpenuhi terutama mengenai tinggi badan (tinggi badan Abao hanya 163 cm). Setelah menjalani pekerjaan di London Abao memutuskan untuk kembali ke Perancis. Waktu tiba di Perancis, api peperangan sedang menyala hebat. Belgia telah terbakar habis tentara Jerman sudah maju sampai ke sungai Mainz. Perancis telah dihantam habis-habisan. Di Perancis Abao bertemu dengan Phan Chau Trinh, pejuang revolusioner bangsa Vietnam, Phan Van Troung seorang ahli hukum bangsa Vietnam dan banyak dengan pejuang Vietnam yang lainnya. Abao mulai menganjurkan kepada mereka semua untuk menggalang perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa tetapi anjuran Abao itu diangga sepi saja. Perang dunia pertama selesai. Sekutu mendapat kemenangan. Jerman, Austria dan Turki bertekuk lutut. Di Versailles Perancis diadakan konferensi perdamaian. Baik di negera-negara yang menang maupun yang kalah perang, mengirimkan wakil-wakilnya kesana. Dari negeri- negeri jajahan juga mengirimkan wakil-wakilnya kesana untuk mengajukan tuntutan kemerdekaan negerinya. Diantara wakil negeri-negeri jajahan itu, terdapat wakil-wakil Irlandia, India, Korea, Vietnam, Arabia dan lain-lainnya. Diantara peserta yang hadir terdapat Abao sebagai wakil bangsa Vietnam. Tetapi namanya bukan Abao lagi. Melainkan nama sejatinya Nguyen Ay Kuo. Rombongan wakil Vietnam dibentuk oleh Nguyen Ay Kuo, dengan menarik orang-orang perantau bangsa Vietnam yang berada diparis dan lain-lainnya. Tuntutan yang diajukan kepada konferensi perdamaian dibuat oleh Ay Kuo sendiri dengan bantuan seorang ahli hukum bangsa Vietnam bernama Phan Van Truong. Hasil konferensi perdamaian tidak seperti yang diharapkan orang. Harapan akan membangun menjadi lenyap. Nguyen Ay Kuo mendapat pelajaran. Ia menjadi benar-benar mengerti. Pernyataan-pernyataan gemilang dari para pimpinan politik dibeberapa negeri pada masa perang itu: kosong belaka! Hanya suatu bujukan, untuk memikat hati bangsa-bangsa terjajah. Isinya hanya tipuan-tipuan halus! Nguyen Ay Kuo menjadi mengerti. Tuntutan kemerdekaan suatu bangsa harus disandarkan pada perjuangan bangsa itu sendiri!

Nguyen Ay Kuo terus tinggal di Paris. Untuk berjuang bagi kemerdekaan bangsanya. Penghidupan Nguyen Ay Kuo di Paris sangat menyedihkan. Penghasilannya sedikit. Kerjanya berat. Bermacam-macam pekerjaan dilakukan. Pernah menjadi tukang penghias gambar disebuah took gambar. Pernah menjadi pelukis, menggambar-gambar burung, bunga, ikan dan lain-lainnya. Menggambar dengan cat minyak. Disebuah toko barang antic dan meja kursi. Meski hidupnya sangat susah, jiwanya penuh semangat bakti. Bakti kepada nusa dan bangsanya sendiri, rela berkorban segala sesuatu kepunyaannya untuk usaha perjuangan memerdekakan bangsanya. Hidupnya sangat hemat sehingga dapatlah dikumpulkan uangnya guna sebagai ongkos cetak pamphlet buatannya sendiri dengan judul “MENUNTUT KEMERDEKAAN VIETNAM” . Disiarkan diantara para perantau bangsa Vietnam yang berada di negeri Perancis. Pamphlet semacam itu juga dibuat untuk kalangan perkumpulan-perkumpulan orang Perancis sehingga hasilnya tidak sedikit yaitu banyak orang Perancis yang lantas tertarik kepada soal Vietnam. Nguyen Ay Kuo juga mengirimkan phamplet-phamplet semacam itu kenegaranya di Vietnam! Jadi rakyat negerinya juga mengerti bahwa ada orang-orang Vietnam yang memperjuangkan kemerdekaan bangsanya di luar negeri. Disamping bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Nguyen Ay Kuo juga sangat rajin belajar bahasa Perancis dan macam-macam ilmu pengetahuan. Dan karena perjuangannya itu labmat laun ia berkenalan dengan orang-orang politik terkemuka di Paris. Diantaranya adalah Charles Lunquy, direktur sebuah surat kabar, Masson anggota parlemen dari partai Sosialis, Leon Blum, Coucoulier dan Professor Marshall Cazan, yang merupakan tokoh-tokoh pendiri Partai Komunis Perancis, dll.

Karena dorongan dari Charles Lunquy, Nguyen dapat memulai pekerjaan tulis-menulis di surat kabar. Banyak pula ia menghadiri rapat-rapat politik. Hampir setiap waktu Nguyen ikut angkat bicara sebagai perwakilan bangsa Vietnam. Sebagai wakil bangsa tertindas yang berjuang untuk kemerdekaan dan demokrasi! Kian lama kegiatan politik Nguyen semakin bertambah, pengaruhnya dikalangan rakyat perantau di Perancis semakin besar dan namanya mulai dikenal di negerinya sendiri, maka pemerintahan Borjuis Perancis sedang bersiap-siap untuk menindasnya. Mula-mula majikan Nguyen diancam agar memecatnya, izin tinggalnya di Perancis sebagai penduduk di coret dikantor polisi, dsb. Tetapi karena Nguyen mempunyai kenalan dari kalangan orang-orang politik yang progresif maka polisi belum berani bertindak keras. Karena aktifitas politiknya Nguyen akhirnya banyak berkenalan dengan para pejuang kemerdekaan dari Algeria, Tunisia, Marokko dan lail-lain. Bersama kenalan barunya ini, maka di Paris Nguyen dapat membentuk “Lembaga Bangsa-bangsa Terjajah”, yang mempunyai tujuan bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Usaha “Lembaga” ini pertama-tama mengadakan penerangan-penerangan. Dan untuk itu diterbitkan majalah mingguan kecil yang bernama “Paria”. Pengaruh majalah itu pertama-tama disebarkan dikalangan Buruh. Reaksi dari pemerintah adalah melarang penerbitan majalah itu ke negeri-negeri jajahan. Karenanya majalah tersebut terpaksa diselundupkan oleh Nguyen dkk melalaui kelasi-kelasi kapal yang menaruh simpati dan juga lewat berbagai cara lainnya.

Nguyen Ay Kuo lantas masuk menjadi anggota Partai Sosial Demokrat Perancis (PSDP). Dia adalah orang Vietnam pertama yang menjadi anggota partai itu. Jika ditanya kenapa dia bergabung dengan partai itu, maka jawabannya adalah: PSDP adalah satu-satunya partai politik yang menaruh simpati dan membela perjuangan kemerdekaan bangsa Vietnam. Pada waktu itu didalam Partai Sosial Demokrat sedang terjadi pertengkaran antara dua aliran. Sebagian menganut aliran Internasionale II dengan tokoh terkemukanya Leon Blum dan sebagian lagi menganut aliran Internsionale III dengan tokoh terkemukanya Profesor Marshall Cazan, Coucoulier dan Paul du Four. Pertengkaran menjadi sangat hebat dan lama tidak terjadi penyelesaian. Dalam kongres Partai dikota Tours barulah soal itu dapat diselesaikan dengan lewat pemungutan suara. Suara terbanyak (mayoritiet) menyetujui aliran Internasionale III dan golongan yang kalah suara dinamakan golongan minoritiet yang tetap berada pada Internasionale II. Nguyen termasuk golongan mayoritiet. Jika ditanya orang apakah sebab Nguyen memilih aliran itu, jawabnya adalah: “Yang saya perjuangkan adalah kebebasan bangsa saya dan kemerdekaan leluhur saya.

Internasionale III menunjukkan pendirian yang tegas, jelas untuk kebebasan dan kemerdekaan bangsa-bangsa terjajah. Sedangkan Internasionale II belum menunjukkan ketegasan pendirian yang demikian itu. Akhirnya Partai Sosial Demokrat Perancis terpecah menjadi dua golongan yaitu Partai Komunis Perancis yang menjadi cabang dari Internasionale III dan Partai Sosialis Perancis yang tetap dalam ikatan Internasionale II. Bagaimanapun juga Nguyen Ay Kuo akan lebih bebas hidupnya dan aman jika tetap tinggal di Perancis. Jika dia kembali ke negerinya maka dianggap termasuk golongan pengacau pengganggu ketertiban umum dan pasti akan dijebloskan kedalam penjara atau lehernya dipenggal begitu saja.

Pada tiap sore di hari Sabtu biasanya Nguyen dkk selalu berkumpul dikantor majalah “Paria” untuk berbincang-bincang atau melakukan persiapan materi penerbitan majalah itu minggu depan. Tetapi pada sore itu, banyak kawan-kawannya keheranan ketika datang ke kantor karena menemui kantor dalam keadaan tertutup dikunci. Sebab gelisah karena orang yang ditunggu- tunggu tidak juga muncul maka kawan-kawannya itu segera menuju rumah tuan “B” seorang ahli hukum dari kepulauan Antillen, karena biasanya Nguyen berada disitu. Ketika sampai disana benar juga Nguyen ada berkunjung tetapi sudah pergi 2-3 jam yang lalu. Tuan B menerangkan bahwa Nguyen sudah pergi ketempat yang dia tidak mau member tahu kemana. Pergi meninggalkan Perancis, untuk…………………… barangkali selama-lamanya. Nguyen meninggalkan sepucuk surat untuk kawan-kawannya itu. Dia mengatakan sebab-sebab kepergiannya. Dinyatakan bahwa pekerjaannya mengenai penerangan untuk perjuangan kemerdekaan negeri-negeri jajahan sudah cukup. Hasil perjuangan tahap pertama sudah memuaskan, tetapi perjuangan tidak boleh berhenti hanya sampai disitu. Harus dilanjutkan. Maju selangkah lagi! Nguyen akan pulang ke tanah airnya berjuang ditengah-tengah rakyatnya sendiri. Memberikan suntikan yang dalam dan menggalang kekuatan. Nguyen menyerukan kepada kawan-kawannya, jika syarat-syaratnya sudah ada, supaya mengikuti jejaknya tetapi jika syarat-syarat perjuangan belum cukup, bolehlah tetap berada di Perancis untuk terus melanjutkan memberikan usaha penerangan dan memperteguh persatuan seluruh bangsa terjajah. Akhir katanya, minta maaf kepada sekalian kawan-kawan yang ditinggalkan. Minta maaf karena tidak sempat berjabat tangan pada waktu perpisahan. Itu dilakukan karena terpaksa sebab mata-mata polisi selalu mengawasinya dan dia harus segera cepat pergi. Kawan-kawannnya mengerti bahwa Nguyen sudah berada tidak di Perancis lagi. Tetapi kemana dia pergi tidak ada yang mengetahuinya. Nguyen hanya mengatakan bahwa tujuannya kembali ke Vietnam.

***********

HARI TURUN SALJU! Diatas dek sebuah kapal dagang, salju berlapis-lapis bertimbun-timbun. Sinarnya gemerlapan. Kapal dagang itu kapal Rusia. Bertolak dari sebuah pelabuhan di Eropa, menuju Leningrad, yang pada waktu itu masih bernama Petograd. Kini telah membongkar sauh! Seorang pemuda Asia berhadap-hadapan dengan nakhoda kapal tersebut. Nakhoda kapal itu memberikan sebuah baju kulit kepadanya. Ia mengucapkan banyak terima kasih atas pemberian baju penolak dingin itu. Pemuda kurus Asia itu ternyata adalah Nguyen Ay Kuo. Tidak berapa lama kemudian dua orang pemuda kelasi kapal sambil lalu datang menghampirinya. Katanya: “jika engkau sudah siap, kami sedia mengantarkan ke kantor” . Nguyen minta diri kepada tuan nakhoda dan lantas meninggalkan kapal, diantar kedua kelasi tadi. Menuju kesuatu kantor! Seorang dari pengantarnya tadi menemui pemuda, opsir yang berada di kantor itu. Berbicara hanya beberapa patah kata. Sesudah itu memalingkan muka kepada Nguyen, katanya: “Opsir ini dapat memberikan pertolongan kepadamu: sekarang ini kita berpisah. Mereka berjabat tangan dan kedua kelasi itu lantas pergi.

Nguyen dipersilahkan duduk, sebatang rokok ditawarkan kepadanya, tetapi Nguyen menolak dengan halus. Opsir muda itu memulai pertanyaannya:

“Siapakah nama saudara?”

“Nama saya Nguyen Ay Kuo”.

“Saudara akan pergi kemana?”

“Akan kesini saja menengok Rusia, negeri saudara”.

“Saya ingin bertanya, untuk apa saudara datang kesini?”

“untuk melihat wajah Lenin, dan untuk mempelajari Revolusi”.

“Aduh sayang sekali!” saudara tidak akan melihat wajah Lenin, karena beliau baru saja wafat”. Opsir itu menjawab sambil menyapu airmatanya yang meleleh di pipi.

“Lenin telah wafat?” tanya Nguyen terharu.

“Benar………………! Tuan nakhoda mengatakan bahwa saudara datang ke disini menumpang kapalnya dan saudara tidak mempunyai surat pas”.

“Benar! Saya memang kesini dengan menyelundup”. “Apa saudara tidak mempunyai surat-surat bukti, atau surat legitimasi lainnya?” “Tidak”.

“Disini, di Rusia, apakah saudara mempunyai kenalan?” “Saya ada kenalan beberapa pelajar Rusia, misalnya Mikaylovsky, Biderov dll, tetapi mereka berada di Paris”.

“Saya ingin tahu kenalan yang berada di Rusia?” “Saya kenal beberapa orang Perancis yang sekarang berada di Rusia, ujar Nguyen”. “Siapakah itu?”

“Marshal Cazan dan Coucoulier”.

“Apakah mereka mengenal saudara?” “Mengenal”

“Coba saudara tulis surat untuk mereka, sebagai bukti bahwa keterangan saudara benar”.

“Lalu Nguyen menulis sebuah surat dan dimasukkan kedalam sebuah amplop serta memberikan kepada opsir itu”. Opsir itu lalu meminta seorang opsir yang lain untuk mengantar Nguyen kesebuah hotel untuk menunggu balasan surat yang dibuat tadi. Dua hari kemudian datanglah seorang pemuda Perancis mencari dia, Pemuda sahabat Nguyen sewaktu di Paris dulu yaitu Paul du Four!

“Akhirnya, sampai kesini juga sahabat!” sahut Nguyen “sayapun dapat juga datang disini!”

“Bagaimanakah caramu datang?” “Seperti biasa dengan cara lama, sendirian menyelundup masuk”.

“Jangan kaget Nguyen karena penjagaan disini yang cukup ketat, tapi itu memang sudah semestinya karena banyak sekali spion-spion negeri asing dan kaum anti-Revolusi yang ingin menerobos masuk negeri Rusia”.

Setelah berbincang-bincang segera Nguyen bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan menuju Moscow menggunakan kereta api.

************

Moscow ibukota Rusia. Ibukota Negara Sosialis yang besar itu. Negara Sosialis itu selalu menyediakan tempat bagi setiap pejuang revolusioner yang dimana-mana selalu dikejar-kejar. Diberikan kepadanya perlindungan yang hangat. Dan diberikan kesempatan untuk belajar. Diberi pula pupuk tenaga kekuatan baru. Dan bagi pejuang Revolusioner yang menderita karena perjuangannya, disediakan obat penyembuh luka. Sesudahnya nanti tenaga pulih kembali, dapatlah ia memulai perjuangannya lagi. Untuk memerdekakan sesama manusia!

Beberapa lama Nguyen hidup bebas merdeka. Selama itu dia tidak pernah membuang-buang waktu. Sangat rajin ia mempelajari ilmu pengetahuan dan teori-teori berbagai revolusi. Mencari pengalaman sebanyak mungkin. Bersiap-siap diri memupuk tenaga guna perjuangan yang akan ditempuhnya yaitu perjuangan memerdekakan bangsanya yaitu kemerdekaan bangsa Vietnam! Pelajaran di Rusia dirasanya sudah cukup. Nguyen Ay Kuo akan kembali ke Vietnam tetapi tidak bisa langsung. Dia harus singgah dulu di Tiongkok didaerah Kwangchou.

Pada masa itu negeri Tiongkok dikotak-kotakan oleh berbagai macam kekuatan bersenjata ( panglima perang), tiap kekuatan bersenjata itu mempunyai wilayah kekuasaannya masing- masing. Dibelakang mereka berdiri kekuatan Imperialis (Inggris, Perancis, Jerman, Amerika dan Jepang) yang mengemudi dan mengadu-dombakan. Justru karena keadaan demikian itu, maka ditengah-tengah Rakyat semangat perjuangan kebangsaan bangkit kembali. Menyala, berapi- api! Banyak peristiwa yang terjadi di Tiongkok menumbuhkan semangat nasionalisme dan anti- Imperialisme, semisal: gerakan menentang perjanjian Tiongkok-Jepang yang terdiri dari 21 pasal, peristiwa 30 Mei 1928 , yaitu peristiwa kekejaman militer Jepang, ekspedisi ke Utara yang dilakukan oleh tentara Revolusi Nasional, untuk menghancurkan para penguasa militer (panglima perang). Penasehat Pemerintah Nasional di Kwangtung adalah seorang Rusia yang bernama Borodin. Di Tiongkok Nguyen Ay Kuo lantas menjadi sekertaris Borodin. Dengan demikian dia dapat mempelajari sedalam-dalamnya tentang keadaan politik di Tiongkok.

Disamping itu Nguyen juga tidak lupa untuk terus berjuang untuk memenuhi panggilannya sebagai putera Vietnam yang mempunyai kewajiban untuk memerdekakan tanah leluhurnya. Di negeri Tiongkok itu Nguyen Ay Kuok bersama para pemuda patriotic Vietnam yang lain mendirikan sebuah partai politik dengan nama “Partai Pemuda Revolusioner Vietnam”. Juga diterbitkan majalah mingguan yang bernama “Mingguan Pemuda”, sebagai organ untuk membangkitkan gerakan Revolusioner di Vietnam. Pengaruh Partai Pemuda Revolusioner Vietnam di negerinya sudah mulai masuk. Kaum colonial Perancis ketakutan kalau Revolusi Tiongkok yang bergelora itu akan merembet ke negeri jajahannya.

Di Vietnam Revolusi-pun akan meletus. Penjajah Perancis itupun melakukan pembersihan. Penangkapan besar-besaran terhadap setiap orang patriotic terus dilakukan. Rakyat telah benar-benar merasakan pemerasan dan perbudakan penjajah Perancis. Dengan kekerasan saja usaha Perancis nampaknya tidak akan berhasil.Dijalankan siasat baru yaitu dikirimkannya ke Vietnam Gubernur Jendral yang baru, anggota Partai Sosialis, namanya Alexander. Pada awalnya obat mujarab itu berhasil dapat memikat hati rakyat Vietnam terutama kaum mudanya. Tapi sungguh celaka! Belakangan ternyata Alexander juga menjalankan politik reaksioner. Tindasan kepada para anak bangsa patriotic terus dilancarkan. Karena kenyataan yang demikian ini, maka ajaran Nguyen melekat dihati rakyat: Jika kita inginkan kemerdekaan, harus kita siapkan kekuatan tenaga kita sendiri untuk mencapainya!

Di Kwanchou Nguyen membuka kursus latihan untuk menggambleng kader-kader pejuang bangsa Vietnam. Tidak sedikit pemuda-pemuda Vietnam yang secara diam-diam melakukan perjalanan menuju Kwangchou untuk memperoleh kursus latihan itu, materi yang diajarkan adalah: Marxisme, Sa Min Cu I, macam-macam pekerjaan rahasia, dll. Revolusi Vietnam langsung mendapat pengaruh dari Revolusi Tiongkok. Tetapi sayang sejak tahun 1927 Chiang Kai Sek dkk (Kuo Mintang) telah mulai menjual revolusinya kepada imperialis Amerika dan kelas tuan tanah feudal. Mereka menjalankan politik yang reaksioner yang dinamakan “Gerakan Pembersihan dalam Partai”, Kuo Mintang melancarkan aksi pembersihan didalam partainya sendiri dengan cara menangkapi dan membunuh anggotanya yang juga merangkap anggota PKT (Partai Komunis Tiongkok). Puluhan Ribu kaum Buruh, pemuda, dan kaum intelektual patriotic Tiongkok menjadi korban. Nguyen Ay Kuo yang bekerja menjadi Sekertaris Borodin juga dikejar-kejar karena dianggap orang komunis. Tapi karena kelihaiannya dan perlindungan orang-orang disekitarnya maka Nguyen dapat meloloskan diri.

Tetapi banyak orang yang tidak tahu dia kemana, untuk kedua kalinya Nguyen menghilang. Adapun kawan-kawan perjuangan dan kepercayaannya banyak yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara.

*******************

Suatu tempat, disuatu daerah, ditengah-tengah Siam banyak berdiam penduduk berkebangsaan Vietnam. Mayoritas penduduk disitu penghidupannya bercocok tanam atau berjualan. Tiap hari sesudah habis bekerja, orang banyak berkumpul digedung sebuah sekolah. Lelaki, perempuan, tua-muda, duduk berkeliling mendengarkan orang membaca-baca atau bercerita. Berdiri seorang diatara mereka. Bentuk tubuhnya seperti petani biasa, badannya kurus, wajahnya kering. Ia membacakan berita-berita pada surat kabar. Suaranya terang dan perlahan- lahan. Orang disekelilingnya mendengarkan dengan tenang dan seksama. Setelah pembacaan habis, diberikan penjelasan agar semuanya dapat mengerti. Siapakah yang pandai bicara itu? Tidak lain Nguyen Ay Kuo! Sudah pasti menggunakan nama samara. Orang-orang tua menceritakan dongeng perjuangan gerilya kepada pemuda dan anak-anak. Mereka itu bekas tentara gerilya melawan penjajah Perancis di Vietnam. Perlawanannya mengalami kekalahan.
Nguyen tidak lama bekerja sebagai petani. Tidak lama pula menetap ditempat itu. Ganti pekerjaan. Kini menjadi pedagang. Berjualan barang keperluan sehari-hari. Pergi kemana-mana sebagai tukang kelontong. Masuk kampung keluar kampung. Tetapi yang lebih banyak dikunjungi kampong yang banyak dihuni oleh bangsanya sendiri. Bekerja sebagai tukang kelontong itu untuk mencari perhubungan dengan bangsanya dimana-mana, untuk mengetahui cara penghidupan mereka dan juga menyebarkan cita-citanya.

Pertama-tama penerangan kepada kawan-kawan sejawatnya sesame tukang kelontong. Hasilnya, tukang kelontong dapat disatukan didalam satu organisasi. Usaha yang lain lagi adalah membuat organisasi “Persahabatan Perantau Vietnam”, yang juga mempunyai majalah sebagai organnya. Dengan perkumpulan itu pula maka didirikanlah rumah-rumah sekolah baru. Dirumah-rumah sekolah baru itu juga pada waktu-waktu tertentu orang tua dan keluarga murid dikumpulkan. Mereka diajak merundingkan beberapa soal mengenai penghidupan sehari-hari. Dengan adanya sekolah-sekolah itu buta huruf menjadi kurang dan semangat gotong royong menjadi-jadi. Tindakan Nguyen sangat berhati-hati. Tetapi walaupun itu lama-lama tercium juga. Pemerintahan colonial Perancis sudah curiga tetapi tidak mengetahui Nguyen ada dimana. Walaupun sudah disebar mata-mata tidak juga berhasil mengetahui keberadaan Nguyen.

Kepercayaan bangsa Siam terhadap agama Budha sangat mendalam. Pelajaran Budha meresap di kehidupan masyarakat. Untuk menghidari mata-mata pemerintahan colonial Perancis, Nguyen masuk rumah suci dan menjadi pendeta. Kepalanya di gunduli dan setiap kemana- mana selalu menggunakan seragam yang biasa dipakai oleh Pendeta. Dengan menetap dan menyamar di daerah itu selama beberapa waktu Nguyen berhasil membentuk organisasi Rakyat di daerah Liu Kuo yang berazaskan nasionalisme dan persatuan Buruh. Organisasi itu merupakan yang paling hebat di kota-kota sekitar sungai Mekong.

Selama Nguyen Ay Kuo menjadi pendeta di kuil Budha di Siam itu, hanya sedikit kawan- kawannya yang mempunyai hubungan langsung. Kawan seperjuangan yang lain tidak mengenal wajahnya dan tidak mengetahui keberadaannya. Hanya namanya sajalah yang dikenal oleh orang-orang. Pernah Nguyen menghadiri suatu konferensi tetapi tidak seorang pun yang tahu bahwa dia adalah Nguyen.

***********************

Pada waktu itu, cabang “Partai Pemuda Revolusioner Vietnam sudah berdiri dimana-mana. Ada pula partai-partai politik lainnya seperti “Partai Nasionalis Vietnam” dibawah pimpinan Nguyen Thai Hoe dan Nguyen Khae Nhu, anggotanya kebanyakan dari orang kelas menengah: tuan tanah kecil, guru, pegawai, opsir rendah dll. Partai itu berpusat di Tonkin, “Partai Vietnam Baru”, berpusat di Annam, dibawah pimpinan para pemuda pelajar. Partai ini menganggap Partai Komunis terlalu radikal tetapi Sa Min Chu I kurang progresif, kebanyakan anggotanya adalah kaum intelektual. Partai-partai politik itu mempunyai azas yang berlainan tetapi mereka semua dipersatukan untuk sama-sama berjuang menentang penjajahan Perancis dan menuntut kemerdekaan bangsa Vietnam.

Pada waktu itu di Vietnam ada dua peristiwa yang sangat penting mengenai perjuangan kemerdekaan. Peristiwa pertama adalah persiapan Partai Nasionalis Vietnam untuk mengadakan pemberontakan. Nguyen berpendapat bahwa pemberontakan belum waktunya. Syarat-syarat belum mencukupi. Belum adanya front yang luas dari semua elemen-elemen yang anti terhadap pemerintahan colonial Perancis. Jika pemberontakan dilakukan sekarang, Partai Nasionalis Vietnam akan menemui kehancuran. Nguyen menghimbau agar sabar dulu sambil terus menyusun kekuatan sampai syarat-syarat untuk melakukan perlawanan terbuka kepada pemerintahan colonial Perancis sudah ada. Berhari-hari Nguyen disertai beberapa orang kawan-kawannya berjalan kaki naik turun gunung dari Siam menuju Vietnam untuk mencegah pemberontakan itu. Tetapi sebelum sampai sewaktu ditengah jalan, pemberontakan di Vietnam yang dipimpin oleh Partai Nasionalis Vietnam sudah meletus. Yang menjadi pemicu pemberontakan itu adalah seorang pelajat Vietnam menembak tuan tanah Perancis yang sedang menjual budaknya. Karena insiden tersebut maka pemerintahan colonial Perancis melakukan pembersihan yang kejam. Banyak orang yang ditangkap dan dibunuh. Yang menjadi sasaran utama adalah Partai Nasionalis Vietnam dan Partai Vietnam baru yang pada saat itu sudah bergabung. Para pemimpin dan anggotanya banyak yang ditahan. Penangkapan semakin hebat. Nguyen Thai Hoe, pemimpin partai itu berpendapat jika pemerintah colonial Perancis terus-menerus menangkapi anggota-anggotanya maka kader- kader terbaik pasti akan habis. Akibatnya Partai akan mati - daripada mati konyol, lebih baik mati dalam pertempuran, begitulah pikiran beberapa pemimpin Partai. Karena itu tidak ada jalan lain pemberontakan harus dilakukan. Pada tanggal 11 febuary 1930 pemberontakan meletus yang dimulai di daerah Yenbay, akibatnya darah membasahi bumi Vietnam. Korbannya sangat banyak. Yang mati bertimbun-timbun karena dalam perlawanan tidak seimbang. Pemerintahan colonial Perancis yang didukung dengan tentara yang bersenjata lengkap dilawan dengan senjata yang seadanya hanya berupa pistol, pisau, golok, beberapa pucuk senapan. Persiapan Partai sangat kurang. Setelah melakukan perlawanan kl. 1 bulan maka pemberontakan dapat ditumpas. Ribuan orang ditangkap. Para pimpinan dari Partai Nasionalis Vietnam juga ditangkap, disiksa. Akhirnya partai hancur berkeping-keping.

Peristiwa kedua adalah perpecahan ditubuh Partai Pemuda Revolusioner. Partai pecah menjadi tiga golongan. Masing-masing mempunyai susunan anggotanya sendiri dan menambahkan corak komunis. Jadi di Vietnam terdapat 3 partai komunis. Yang demikian itu sangat membingungkan para pecinta kemerdekaan karena perpecahan tentu akan membawa kelemahan dalam berjuang. Nguyen Ay Kuo pada saat itu sudah berada di Tiongkok. Wakil-wakil dari tiga Partai Komunis itu dipanggil datang kesana. Mereka diajak berunding bersama-sama. Pada saat perundingan itu Nguyen memberi pandangannya:

“Dinegeri-negeri merdeka, seperti di Inggris, Amerika, Perancis, Tiongkok dll ada berdiri Partai Komunis. Dinegeri-negeri jajahan seperti Indonesia, India, Malaya, dll Partai Komunis itu juga ada. Jadi di Vietnam pun juga boleh berdiri Partai Komunis. Tapi ditiap-tiap negeri itu hanya ada satu Partai Komunis, tidak dua, tidak tiga. Jadi kalau akan menghidupkan Partai Komunis di Vietnam, juga harus satu Partai Komunis saja. Tidak tiga!

Oleh sebab itu kewajiban kita yang mutlak adalah:

Pertama: mempersatukan seluruh tenaga banga Vietnam untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Kedua: mempersatukan lagi seluruh tenaga bangsa Vietnam itu untuk membangun kembali Negara kita. Untuk melaksanakan itu semua kita harus bergabung didalam satu organisasi. Partai yang kita dirikan boleh diberi nama apa saja. Boleh tetap diberi nama “Partai Pemuda Revolusioner”, atau “Partai Komunis Vietnam” atau boleh juga “Partai Buruh Vietnam”. Yang penting ialah sifat revolusioner pada tiap-tiap tingkat dan keadaan perjuangan serta harus mempunyai program politik nasional yang tegas, yang garis besarnya akan memperjuangkan dan melaksanakan: Kemerdekaan Bangsa, Kebebasan Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial.

****************
Selama 15 tahun kaum penjajah Perancis telah menaruh perhatian pada segala gerak-gerik Nguyen Ay Kuo dan pada 8 tahun belakangan ini selalu berusaha mengetahui dimana Nguyen berada. Pada periode tahun 1925-1927 diketahui bahwa Nguyen berada di Kwangchou tetapi pemerintahan colonial Perancis tidak dapat melakukan apa-apa sebab Nguyen berada dibawah perlindungan Pemerintahan Revolusioner Kwangtung. Tetapi sesudah meletus Revolusi di Tiongkok pada tahun 1927 keberadaan Nguyen tidak diketahui. Inggris, Perancis, Belanda dan Jepang pernah bersama-sama membentuk: Organisasi Polisi Internasional, untuk mengejar-ngejar dan menangkap patriot dari India, Vietnam, Indonesia dan Korea yang berkeliaran kemana-mana. Kaum patriot yang berkeliaran itu dikatakan sebagai “ Agen Internasionale ke III” atau “Agen Sovyet Rusia yang jahat”. Inggris juga menganggap bahwa Nguyen Ay Kuo adalah agen Rusia yang bertugas merobohkan kekuasaan Inggris di Hongkong. Dan pada waktu kedapatan Nguyen disana langsung ditangkap. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1932. Tidak hanya Nguyen saja yang ditangkap tetapi semua orang-orang yang dicurigai, dikenal atau dituduh menjadi Agen Sovyet Rusia yang berasal dari, Vietnam, Malaya, Indonesia, Korea juga dijebloskan kedalam penjara. Berita tersebut tersiar kemana-mana. Di Vietnam surat kabar pemerintahan colonial segera membuat headline yang besar-besar bahwa penjahat nomor 1 di Vietnam sudah berhasil ditemukan. Dan pemerintahan penjajahan Perancis langsung meminta Inggris segera menyerahkan Nguyen kepada mereka. Di Hongkong Nguyen dimasukkan kedalam penjara diperlakukan sebagai penjahat besar!

Kemudian ada usaha dari luar untuk membebaskannya. Hal itu dilakukan oleh sahabatnya seorang advokat kebangsaan Inggris. Nguyen berkali-kali dihadapkan dimuka Pengadilan Tertinggi di Hongkong. Ia dibela oleh advokat yang baik hati tadi. Tetapi karena tidak ada bukti kuat yang dapat dikenakan kepadanya maka putusan pengadilan dia dibebaskan, dengan syarat Nguyen tidak boleh tinggal di Hongkong dan dia harus segera keluar. Untuk keluar dari Hongkong harus menggunakan kapal Perancis. Keputusan pengadilan ini sungguh aneh. Harus meninggalkan Hongkong dengan kapal Perancis. Ini artinya bahwa Nguyen diserahkan kepada penjajah Perancis. Atas putusan itu advokat Nguyen mengajukan banding di “Pengadilan Perseorangan Raja Inggris” dan putusan banding itu diterima. Nguyen dibebaskan tanpa syarat. Segera Nguyen bersiap-siap untuk menuju ke London Inggris. Advokatnya meminta kepada Pemerintah Inggris tentang niat tersebut. Jawaban dari Pemerintah Inggris - mengijinkan tidak dan melarang pun juga tidak. Nguyen melakukan perjalanan dari Hongkong menuju London, ketika transit di Singapore Nguyen kembali ditangkap oleh polisi Singapore. Didakwa karena masuk ke wilayah Inggris secara gelap. Akhirnya dia dikembalikan ke Hongkong.

Sesampainya di Hongkong Nguyen kembali ditangkap dengan tuduhan yang sama ketika memasuki Singapore. Tetapi atas bantuan sahabatnya yang seorang advokat itu Nguyen berhasil dibebaskan. Selanjutnya atas bantuan sahabat-sahabatnya yang lain Nguyen berhasil keluar dari Hongkong. Dia menyamar menggunakan pakaian pedagang Tionghoa kaya sehingga luput dari pengawasan mata-mata Perancis. Dan dengan menggunakan kapal Nguyen menuju daratan Cina (Tiongkok). Sesampainya disana Nguyen tinggal di rumah seorang Cina. Beristirahat sekitar 6-7 bulan untuk memulihkan kesehatannya. Karena aktifitas politiknya yang tinggi dan selalu berpindah- pindah serta tidak pernah istirahat cukup, Nguyen terkena penyakit TBC (Tuberculose). Penyakit ini jika kambuh sangat menyulitkan Nguyen untuk beraktifitas. Nguyen hilang tidak diketahui kemana perginya, walaupun teman-teman bangsa Vietnamnya sendiri saja juga tidak tahu dia berada dimana.

************************

Pemerintahan colonial Perancis menjalankan politik tangan besi kepada kaum pergerakan Vietnam. Demonstrasi-demonstrasi pada tahun 1930-1931 dihadapi dengan terror, kaum pergerakan ditindas habis, ditangkapi, dihukum gantung, dibunuh ataupun dibuang. Pada periode tahun 1932-1935 Nguyen putus hubungan dengan pergerakan massa revolusioner di Vietnam. Selain dia berusaha memulihkan kondisi badannya yang digerogoti oleh TBC, dia juga mendapati seluruh teman-temannya sesama kaum pergerakan revolusioner Vietnam juga sudah ditangkap oleh pemerintah colonial Perancis. Nguyen terpencil dan terasingkan disebuah desa kecil di Cina Selatan.

Awal tahun 1936 pergerakan di Vietnam kembali menghangat. Pemogokan-pemogokan dan demonstrasi-demostrasi kembali menghebat. Kaum Buruh menuntut kebebasan ber- organisasi, menuntut 8 jam kerja sehari, menuntut perbaikan perlakuan dari pihak majikan, dll. Ditahun itu di Perancis ada perubahan suasana politik. “Front Rakyat” anti kebangkitan Fasisme Eropa di Perancis mendapat angin. Dan itu berpengaruh juga di tanah jajahannya. Di Vietnam beberapa tahanan politik dibebaskan, surat kabar Rakyat boleh kembali terbit. Tetapi kebebasan itu tidak berlangsung lama (3 tahun) karena setelah perang dunia ke II meletus oleh pemerintahan Daladier, kebebasan itu kembali di sumbat, surat kabar-surat kabar Rakyat kembali di tutup, Badan organisasi Rakyat dibubarkan, bekas tawanan politik kembali dikejar- kejar dan ditangkap. Terror kembali berulang lebih kejam dari masa-masa sebelumnya. Dibalik tindasan yang sangat kejam itu terdengar sayup-sayup diantara Rakyat Vietnam semboyan-semboyan baru. Diseluruh daratan Vietnam muncul suara baru yang menggelorakan semboyan-semboyan sebagai berikut:

Kita berdiri difihak Sekutu!

Kita bertempur menentang Fasisme internasional!

Kita akan mengusir kaum Fasis Perancis!

Kita berperang untuk kemerdekaan negera leluhur kita!

Rakyat Vietnam bersatulah!

Semboyan-semboyan ini diserukan oleh “Persatuan Pergerakan Kemerdekaan Vietnam”. Nama persatuan ini disingkat menjadi “VIETMINH” atau dalam bahasa Vietnamnya: “Viet-nam Doc-Lap Dong Minh Hoi” , yaitu organisasi persatuan baru yang merupakan “Front Persatuan Nasional”. Ini merupakan gabungan dari dua macam gerakan, yaitu Gerakan Kemerdekaan Vietnam dan Gerakan Demokrasi, yang embrionya sudah tumbuh 2-3 tahun sebelum pecahnya perang dunia ke 2. Organisasi yang bergabung di dalam Vietminh adalah Partai Kuo Mintang Annam, Partai Annam Baru, Partai Komunis Indo Cina, Perserikatan Pemuda, Gabungan Tani dan Gabungan Buruh Nasional. Semboyan Vietminh itu singkat dan jelas. Dirasakan benar dan pentingnya oleh seluruh Rakyat. Pemimpin Vietminh atau Front Persatuan Nasional itu, tidak lain adalah Nguyen Ay Kuo, yang kini telah berada ditengah-tengah Rakyat Vietnam, dinegerinya sendiri. Darimana dia datang dan kapan dia mulai mempersiapkan gerakannya itu tidak banyak orang yang mengetahuinya. Barangkali dia sudah lama berada di Vietnam tapi selama itu dia tidak pernah menunjukkan nama dan wajahnya.

Pada awal tahun 1941 Nguyen diam-diam menyelundup masuk ke Vietnam. Setelah tiba di Vietnam dia berusaha membangun kontak dengan para pemuda revolusioner, aktifis-aktifis Buruh dan kaum pergerakan yang lainnya. Dari perhubungan yang dibangun ini maka Nguyen mengusulkan untuk didirikannya “Front Persatuan Nasional” atau “Vietminh”. Ide ini langsung disambut oleh semua elemen-elemen pergerakan di Vietnam. Negeri Perancis di Eropa jatuh di serang oleh Jerman. Pemerintahan colonial di negeri-negeri jajahan menjadi goncang. Keadaan yang demikian ini dimanfaatkan dengan baik oleh Jepang yang sudah bersiap-siap untuk menyerang Vietnam. Terjadi pertempuran sebentar di Liangsan dengan Jepang. Tetapi tentara Perancis di Vietnam tidak sanggup menahan majunya serangan tentara Jepang dan dengan cepat mundur dan sebagian lagi menyerah. Ini menjadi pertanda akan jatuhnya kekuasaan pemerintahan colonial Perancis di Vietnam. Pada waktu itu Vietminh yang berada dibawah kepemimpinan Nguyen Ay Kuo, membuat pengumuman kepada seluruh Rakyat Vietnam:

“Mulai hari ini, musuh pertama dari Negara leluhur kita adalah kaum Fasis Jepang”

Beberapa kali Vetminh menawarkan kerjasama kepada pemerintahan colonial Perancis untuk bersama-sama melawan Fasis Jepang, tetapi tawaran itu ditolak, malahan pemerintah colonial semakin melakukan penindasan yang kejam kepada Rakyat Vietnam. Pada waktu itu kedudukan tentara sekutu di Timur-Jauh, kian hari kian buruk. Kedudukan tentara Fasis Jepang sangat baik. Perjuangan gerilya di Vietnam hanya menggunakan beberapa senapan tua dan senjata primitive berupa pedang, tombak, golok, pisau, arit dsb. Para pemimpin gerilya itu mencari akal, bagaimana mendapatkan senjata bantuan dari pihak sekutu. Anggota pasukan sekutu dan terdekat langsung adalah pemerintahan Chiang Kai Sek di Cina daratan. Karenanya harus diadakan perundingan dengan pemerintahan Cina. Diantara para pemimpin, yang kenal dan paham keadaan Cina adalah Nguyen Ay Kuo sendiri. Akhirnya diputuskan untuk mengirim Nguyen disertai dengan 2 orang pengawal untuk pergi menuju Cina. Tugas Nguyen sangat berat dan sangat sulit serta menempuh jalan yang sangat jauh. Jalan kaki dari Tonkin sampan Chungking!

Perjalanan menuju Cina dimulai siang dan malam hari ditempuh, melewati jalan setapak hutan belantara yang lebat. Perbekalan yang dibawa juga sangat minim. Setelah melewati beberapa hari perjalanan mereka tiba di perbatasan Vietnam – Cina, salah seorang pengawalnya telah ditangkap oleh polisi Jepang. Nguyen dan seorang pengawalnya lagi berhasil lolos. Mereka terus melakukan perjalanan naik turun gunung, pada suatu malam pengawalnya mendapat kecelakaan, jatuh kedalam jurang dan tulang pahanya patah. Nguyen terpaksa melanjutkan perjalanan itu sendiri, masuk kedaerah Cina. Pada waktu perjalanan itu Nguyen mengganti namanya dengan: Ho Chi Minh. Perjalanan dilakukan siang dan malam. Setelah berjalan kaki seorang diri selama 10 hari, Ho tiba di kota kecil di daerah Cina. Dia langsung memutuskan untuk istirahat sejenak. Pada satu malam ketika dia sedang tidur di rumah orang Cina terjadi penggerebekan oleh aparat kepolisian Cina, maka Ho yang dianggap orang asing dan tidak punya surat-surat ditangkap. Dan sejak itu hidup Ho menjadi lebih menderita.

Hidupnya berpindah-pindah dari satu penjara ke penjara lainnya. Didalam penjara dia disiksa dengan kejam. Dia dimasukkan kedalam penjara daerah, pada kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai besi. Ho berusaha untuk menghubungi pemerintah setempat untuk bertemu tetapi tidak ada respon. Dia juga mengirimkan kawat kepada pemerintah daerah atasan tetapi juga tidak di respon. Akhirnya selama 1 bulan didalam penjara Ho, sunyi, senyap, terasing dari segala-galanya. Sampai pada satu hari Ho dibawa oleh 6 orang polisi ke daerah pinggiran kota untuk dibebaskan. Ho dilepas disuruh untuk melanjutkan perjalanannya. Dengan sendirian Ho berjalan kembali melanjutkan perjalanannya. Panas terik dan hujan silih berganti menemaninya. Pada satu hari ketika sedang istirahat di tumpukan jerami Ho di datangi oleh satu pasukan tentara bersenjata dan Ho kembali ditangkap karena tidak punya surat-surat. Kembali belenggu terikat ditangan dan kakinya. Tiba di kota kabupaten Ho kembali dimasukkan kedalam penjara. Ho kembali terasing. Didalam penjara Ho mengalami tekanan yang sangat berat bagi jiwanya. Sendirian berada diantara orang-orang hukuman yang tidak dikenalnya. Didalam penjara Ho harus berkelahi dengan kutu dan nyamuk serta harus pula bertempur dengan penyakit gatal. Ho Chi Minh pernah tidur disamping mayat, pernah menjalankan pekerjaan membuang tong berisi tai (kotoran manusia), mencuci lantai kotor, dsb. Semangatnya menjadi lemah dan layu. Kesehatannya menjadi rusak. Badan tinggal tulang dan kulit. Rambutnya menjadi putih dan mudah ronto. Penglihatan matanya menjadi kabur, kadang menjadi rabun ayam. Demikianlah keadaannya. Keluar masuk penjara.

Dalam kurun waktu 8 bulan dia secara berpindah-pindah sebanyak 30 penjara. Akhirnya Ho dibebaskan di Kweilin. Dia lalu melanjutkan perjalanan lagi. Tetapi sampai disatu daerah dia ditangkap lagi oleh tentara daerah dan dipenjara selama 1 ½ bulan di daerah Liuchou. Dan dimasukkan kepenjara Angkatan Darat Daerah Pertempuran IV. Dipenjara itu dia mendapat perlakukan sebagai tahanan politik. Tangan dan kakinya tidak di rantai. Mendapatkan ransum yang cukup dan juga di izinkan untuk membaca buku. Setelah menjalani tahanan selama 14 bulan Ho akhirnya dibebaskan. Ho Chi Minh memutuskan untuk kembali saja ke Vietnam.

Usahanya untuk mendapatkan bantuan senjata dari pemerintahan Cina Kuo Mintang gagal. Hampir 3 tahun hidupnya terlunta-lunta di Cina. Dia terputus sama sekali hubungannya dengan teman-teman seperjuangan di Vietnam dan dia juga tidak mendapat perhubungan dengan teman-temannya dari PKC yang juga masih dikejar-kejar oleh Chiang Kai Sek. Akhirnya Ho tiba juga di Vietnam dengan cara menyelundup masuk menumpang kapal menyusuri sungai Mekong. Waktu itu organisasi Vietminh sudah berkembang besar dan kuat serta sudah berada di hampir seluruh wilayah Vietnam. Pasukan-pasukan gerilya Vietminh terus melakukan serangan kepada pasukan-pasukan Jepang dan Perancis. Bantuan yang diharapkan dengan kedatangan pasukan Sekutu juga tidak kunjung datang. Jepang merubah siasatnya. Kalau tadinya Jepang mendukung pemerintahan colonial Perancis tetap berkuasa maka semenjak tanggal 9 maret 1945 , Jepang membubarkan segala ketentaraan dan instansi sipil pemerintahan colonial Perancis. Jepang membentuk pemerintahan sipilnya sendiri. Jepang menjanjikan kemerdekaan buat Vietnam. Dan mengajak Rakyat Vietnam bersama-sama dengan Jepang untuk menghadapi Sekutu. Tetapi Rakyat Vietnam tidak begitu saja percaya terhadap janji palsu Jepang itu. Jepang menghadiahi “kemerdekaan” itu kepada Partai politik yang pro-Jepang yaitu “Partai Vietnam Raya”. Jepang mengangkat seorang tua terpelajar yang bernama Tran Chung Chin untuk dijadikan Perdana Menteri. Jadilah pemerintahan boneka Jepang sudah dibentuk.

Pada waktu itu Vietminh sudah mempunyai wilayah kekuasaan di 7 propinsi sebelah Utara Tonkin. Sering terjadi pertempuran antara pihak gerilya Vietminh dengan tentara pendudukan Jepang atau tentara boneka. Tentara boneka tidak mempunyai disiplin yang tinggi, sering dalam setiap pertempuran mereka lari atau banyak juga yang bergabung menjadi pasukan gerilya Vietminh. Banyak persenjataan yang didapat dari musuh. Empat tahun yang lampau, senjata pasukan gerilya itu sangat primitive. Pedang, tombak, golok, arit dan senjata-senjata primitive lainnya. Disamping itu ada 2 atau 3 pucuk pistol serta senapan-senapan tua, anggotanya juga cuma sedikit hanya berjumlah 35 orang saja. Pemimpinnnya seorang pemuda, guru sekolah menengah yang bernama: Bu Nguyen Chia (Dia yang nantinya akan menjadi seorang jendral besar yang dikenal dengan nama Jendral Vo Nguyen Giap yang meluluh-lantakan benteng pertahanan Perancis yang terbesar dan terakhir Dien Bhien Phu pada tahun 1954. Karena kalah dalam pertempuran itu maka Perancis mundur dari Vietnam).

Pada awalnya daerah operasi dari pasukan gerilya itu hanya berada di propinsi Cao Bang dan Lan Seng. Pasukan ini merupakan embrio dari Tentara Rakyat Vietnam. Sekarang pasukan itu telah menjadi besar. Prajuritnya ada seratus ribu orang, ini belum terhitung dengan satuan-satuan gerilya yang kecil-kecil yang masih bersembunyi di berbagai tempat. Pertempuran-pertempuran terus terjadi besar atau kecil tentara boneka dan tentara jepang mulai kewalahan. Pasukan gerilya Vietminh tidak dapat dibersihkan. Bahkan sebaliknya bala tentara Dai Nippon sendiri yang banyak menderita kekalahan dimana-mana. Pemerintahan boneka Jepang tidak berdaya lagi sampai-sampai menarik pajak saja tidak mampu karena waktu itu kaum VietMinh telah mengeluarkan seruan sebagai berikut:

1. Berperang melawan Penjahat Jepang! Berperang melawan Pemerintah Boneka!!

2. Jangan diberikan sebutir beras! Jangan diberikan uang sepeserpun!!

3. Kita berjuang untuk kemerdekaan 100%!!

Seruan yang demikian itu benar-benar ditaati rakyat. Dan persatuan menjadi kekal. Jepang mengetahui, bahwa kekuatan senjatanya sudah tidak dapat menolong lagi. Para pemimpin Vietminh dikirimi surat. Diajak untuk bekerjasama. Tetapi surat itu tidak dijawa. Malahan serangan kepada pasukan tentara pendudukan Jepang semakin hebat dilancarkan oleh pasukan gerilya Vietminh. Jepang yang merasa malu karena merasa himbauannya tidak dianggap semakin kejam dan semena-mena kepada Rakyat Vietnam.

Awal Agustus 1945. Beberapa hari sebelum Jepang menyerah Vietminh tengah bersiap-siap untuk mengadakan kongres bagi seluruh negeri di Tan Trae (propinsi Tuyen Quang). Kongres ini sangat penting, karena untuk menentukan langkah merebut kekuasaan diseluruh Vietnam. Persiapan sudah selesai. Utusan datang dari seluruh penjuru negeri. Acara kongres sebagai berikut:

1. Menentukan sikap kerjasama dengan tentara sekutu, bila sewaktu-waktu mereka mendarat di Vietnam.

2. Menambah perhatian dan memberikan pertolongan, apabila sewaktu-waktu Angkatan Udara Sekutu terpaksa mengadakan pendaratan darurat di Vietnam.

3. Mempersiapkan pemberontakan bersenjata di seluruh negeri.

4. Merebut kekuasaan seluruh Vietnam.

Berikut adalah ringkasan pidato yang dibuat oleh Ho Chi Minh (Ho tidak dapat hadir karena sakit) yang dibacakan pada kongres itu:

“Dear compatriot, Four years ago in one of my letters I called on you to unite together. Because unity is strength, only strength enables us to win back independence and freedom. At Present, the Japanesse army is crushed. The National Salvation movement has spread to the whole country. The Revolutionary Front for the Independence of Vietnam (Vietminh) has millions of members from all social strata: Intelectuals, peasents, workers, businessmen, soldiers, etc and from all nationalities in the country………………..”

“………………………The Vietminh Front is at present the basis of struggle and solidarity of our peoples. Joint the Vietminh Front, support it, and make it greater & stronger” “………………………

The decisive hour in the destiny of our peoples has struck. Let us stand up with all our strength to free ourselves!

“Many oppressed peoples the world over are vying with each other in the march to win back their independence. We can not allow ourselves to lag behind”

Forward! Forward!

Under the banner of Vietminh Front, move forward courageously!!”

Konggres baru berjalan satu hari semua peserta dikejutkan oleh berita yang menggemparkan, Jepang telah menyerah dan takluk tiada bersyarat! Maka kongres segera memutuskan untuk mempersiapkan keputusan mengadakan pemberontakan bersenjata di seluruh negeri dan perebutan kekuasaan di seluruh Vietnam.

Pada tanggal 16 Agustus diputuskan untuk mengadakan serangan besar-besaran. Sebelum dimulainya serangan itu kepala angkatan bersenjata Vietminh yaitu Bu Nguyen Chia yang berada di markas gerilya di tengah-tengah hutan belantara Vietnam mengucapkan kalimat sumpah untuk bertempur sampai titik darah penghabisan kepada pasukan pendudukan Jepang dan pemerintah boneka. Ho Chi Minh tidak datang pada acara tersebut karena sedang menderita sakit.

Barisan pejuang gerilya berangkat dengan menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Menderu suara akan menyerbu musuh! Dikota-kota besar-kecil, didesa-desa dan dikampung-kampung. “Sang Merah Berbintang Kuning” berkibar dimana-mana. Semboyan-semboyan terpasang dimana- mana disegala tempat:

Hancurkanlah Fasis Jepang!!

Hidup Vietnam Merdeka!!

Saudara-saudara: Angkat Senjata, Berontak!!

Satuan-satuan gerilya kecil-kecil yang tadinya bersembunyi dimana-mana, semuanya muncul keluar. Perlengkapan senjatanya disiapkan terang-terangan. Senapan, pistol, senapan mesin, panah, tombak, pedang, golok, arit dibawa oleh pasukan gerilya. Tidak kurang dari kaum wanita juga ikut dalam penyerangan-penyerangan pasukan gerilya. Para pemuda Vietnam menyerbu kubu-kubu pertahanan Jepang dan merebut semua persenjataan Akhirnya pada tanggal 19 Agustus 1945 pasukan Jepang menyerah, pemerintahan boneka juga jatuh, kaisar Bao Dai menyerahkan kekuasaannya kepada Vietminh. Ditengah penyerahan kekuasaan itu Ho Chi Minh juga hadir tapi dia dalam kondisi sakit tidak dapat berdiri, TBC kembali menggerogoti tubuhnya. Tapi dia tetap memaksa agar hadir di tengah-tengah Rakyatnya yang dicintai itu.

Pasukan gerilya Vietminh berbaris memasuki kota Hanoi beberapa hari setelahnya keluar dari hutan-hutan belantara. Dengan jatuhnya Hanoi ketangan Rakyat memberi inspirasi pada seluruh Rakyat Vietnam diseluruh negeri untuk bergerak dan serentak melucuti pasukan-pasukan Jepang, sehingga banyak juga senjata yang jatuh ketangan penduduk.

Pada tanggal 2 September 1945 , setelah kondisi tubuhnya sehat Ho Chi Minh didepan ribuan Rakyat Vietnam memproklamasikan kemerdekaan Republik Demokrasi Rakyat Vietnam. Diantara ribuan orang yang hadir itu tidak pernah tau bagaimana rupa dan wujudnya Ho Chi Minh, mereka selama ini hanya mendengar nama dari pemimpin mereka. Baru kali itu mereka menyaksikan bagaimana wujud dari pimpinannya, yang kurus, kecil, penampilannya sederhana yang hanya mengenakan baju seperti petani dan menggunakan sandal yang biasa juga digunakan para petani ketika bekerja disawah.

Terlihat raut wajah yang mulai kelihatan tua tetapi tampak orang itu berwatak keras. Disekitar panggung tempat dibacakan proklamasi kemerdekaan itu tampak di hiasi oleh bendera merah dengan tanda bintang kuning ditengahnya. Rakyat menyambut riang gembira setelah pembacaan proklamsi kemerdekaan itu. Mereka menganggap bahwa waktu kemerdekaan yang telah dinantikan lama itu sudah sampai. Dan didalam hatinya segenap Rakyat Vietnam berjanji akan terus mempertahankan kemerdekaannya walaupun nyawa taruhannya. Setiap jengkal tanah Vietnam akan dipertahankan dengan senjata dari setiap aggressor yang ingin kembali menjajah.

Berikut ini adalah cuplikan dari pidato proklamasi kemerdekaan yang dibacakan oleh Ho Chi Minh:

“Kami memegang Teguh kenyataan-kenyataan bahwa semua manusia sama-sama dititahkan, bahwa mereka dilengkapi oleh Pencipta mereka dengan hak-hak yang tidak dapat dihilangkan, yaitu: Penghidupan, Kemerdekaan dan Kebahagiaan.

“………… Dalam waktu 80 tahun ini, kaum Imperialis Perancis meninggalkan prinsip-prinsip dari Kemerdekaan, Persamaan dan Persaudaraan dan memperkosa hak-hak kedaulatan negeri warisan nenek moyang dan menindas rakyat kita. Tindakan mereka itu sudah nyata-nyata bertentangan dengan cita-cita kemanusiaan dan keadilan.

“………… Mereka lebih banyak mendirikan penjara daripada rumah sekolah. Mereka menyakiti dan menyiksa rakyat kami. Mereka dengan kekejaman menindas revolusi-revolusi kami hingga banyak darah mengalir.

“………… Dengan tiada henti-hentinya mereka menguasai ladang kami, tambang, hutan dan bahan mentah. Mereka mengakui dirinya berhak mengeluarkan uang kertas, dan memonopoli semua perdagangan dengan luar negeri.

“………… Pada musim gugur tahun 1940, ketika kaum Fasis Jepang dalam usahanya untuk memukul pasukan sekutu, memasuki Indo Cina dan mendirikan pangkalan perang, kaum imperialist Perancis menyerah bertekuk lutut dan memberikan negeri kami pada mereka.

“………... Dalam hakekatnya sejak musim gugur tahun 1940, negeri kami berhenti menjadi jajahan Perancis dan menjadi milik Jepang.

“………… Sesudah Jepang takluk, Rakyat kami serentak bangun dan memproklamirkan kedaulatan mereka dan mendirikan Republik Demokratis Rakyat Vietnam.

“…………. Kami anggota-anggota pemerintahan sementara Republik Demokratis Rakyat Vietnam, dengan hikmad menerangkan kepada seluruh dunia: “Vietnam mempunyai hak untuk merdeka dan sesungguhnya telah menjadi merdeka. Rakyat Vietnam memutusan memobilisir segala tenaga baik yang bersifat batin maupun yang bersifat lahit dan mengorbankan jiwa dan benda untuk mempertahankan Hak Kemerdekaan dan Kebebasan”

Hanoi, 2 September 1945

Tertanda: Ho Chi Minh - Presiden; Tran Huy Lieu, Vo Nguyen Giap, Chu Van Ta, Pam Van Dong, Le Van Hien, dll (21 orang yang menyetujui teks proklamasi ini).

Pada tanggal 13 September 1945 , satu escadrille pasukan udara Inggris yang terdiri dari 30 buah pesawat Dakota mendarat di Saigon. Tugas mereka adalah melucuti tentara Jepang dan melepaskan tawanan Sekutu dan kaum interniran (APWI). Tentara Sekutu yang mendarat di Vietnam ini dipimpin oleh Mayor Jendral Gracey. Pada awalnya kedatangan pasukan Sekutu ini disambut meriah oleh Rakyat Vietnam, tetapi suasana gembira itu tidak lama berlangsung berubah menjadi kekuatiran dan dendam.

Bersama-sama tentara Inggris itu juga ikut diam-diam tentara Perancis dibawah pimpinan colonel Cedille. Tentara Perancis ini mulai menempelkan phamplet-phamplet yang isinya membusukkan nama-nama pemimpin Vietnam. Pemimpin-pemimpin itu dinamakan oleh mereka kolaborator Jepang. Bagi pemimpin-pemimpin Vietnam dan Rakyat, peranan yang dimainkan oleh Inggris lambat laun semakin jelas.

Dengan berkedok melucuti tentara Jepang dan memulihkan keamanan Inggris bermaksud mengembalikan Perancis untuk kembali menguasai Vietnam. Seminggu setelah mendarat di Saigon Mayjend Gracey mengumumkan sebuah maklumat yang isinya mengatakan bahwa penduduk dilarang membawa atau memiliki senjata barang siapa yang diketahui membawa atau memiliki senjata maka akan di tangkap.

Rakyat Vietnam sungguh resah dan terbukti pada tanggal 23 September 1945 tentara Inggris, tentara Perancis pada pagi hari buta menyerbu gedung-gedung yang dikuasai oleh pemerintahan Vietnam. Kontak senjata tidak dapat ditahan pecah perang antara Tentara Rakyat Vietnam dengan pasukan Inggris dan Perancis. Ledakan granat tangan serta suara rentetan senapan mesin memecah suasana damai.

Pada waktu siang hari tidak tampak Rakyat Vietnam ada di jalanan, semua orang bersembunyi melihat aksi tentara Inggris dan Perancis itu. Terror dilakukan oleh mereka, wanita, anak-anak, orang tua di bunuhi di seluruh penjuru kota. Kota Saigon Nampak sunyi seperti kota mati. Tetapi pada saat matahari mulai tenggelam dimulailah serangan balasan dari Tentara Rakyat Vietnam yang dibantu oleh pasukan/milisi/laskar gerilya rakyat. Gedung-gedung yang dikuasai oleh tentara Inggris dan Perancis diserang. Gedung-gedung yang masih berdiri dibakar semua, sehingga malam sampai keesokan harinya kota Saigon terbakar hebat yang tersisa hanya sisa runtuhan bangunan. Sementara tentara dan pasukan gerilya Vietnam sudah lari ke hutan. Politik bumi hangus dilancarkan oleh pasukan gerilya. Itu kejadian yang ada di Selatan.

Di Utara di kota Hanoi juga terjadi insiden yang lain, Perancis mengadakan serangan mendadak dan mengadakan perjanjian dengan pasukan Cina Kuo Mintang, yang pada saat itu bertugas menjadi tentara perdamaian. Perancis memerintahkan agar pasukan Cina Kuo Mintang itu mundur dan menyerahkan penjaga keamanan kepada pihak tentara Perancis. Puncak dari semua peristiwa yang terjadi di Saigon (Selatan) dan di Hanoi (Utara) adalah “ Inciden Haipong” pada tanggal 20 November 1946, ketika itu pasukan Perancis menahan sebuah perahu nelayan Vietnam. Ini dianggap pelanggaran kedaulatan, karena pasukan Inggris dan Perancis hanya di izinkan berada di kota-kota besar saja. Haipong adalah daerah yang menjadi pintu masuk keseluruh Vietnam.

Dengan dikuasainya Haipong oleh tentara Perancis maka di mulailah perang terbuka antara Rakyat Vietnam dengan pasukan colonial Perancis. Semenjak akhir tahun 1946 itulah dimulainya satu periode baru perjuangan Rakyat Vietnam untuk Pembebasan Nasionalnya dengan cara melancarkan perang gerilya jangka panjang dihutan-hutan belantara melawan tentara pendudukan Perancis (s/d tahun 1954) dan dilanjutkan dengan perlawanan terhadap tentara pendudukan Amerika Serikat (s/d tahun 1975) .

DAFTAR PUSTAKA

• Supeno, Vietnam Berdjoang – dipersembahkan kepada kawan Oei Gee Hwat yang sudah tidak ada lagi, 24 December 1949 , Penerbit Ksatria Surabaya.

• Sun Han, Pak Ho Bapak Republik Demokrasi Rakyat Vietnam, Januari 1951, Penerbit Pesat Jogjakarta.

• Ho Chi Minh Selected Works 2nd edition, Hanoi Foreign Language Publishing House, 1961.

• Ho Chi Minh Selected Works 3rd edition, Hanoi Foreign Language Publishing House, 1961.

• Bernard B.Fall, The Two Vietnam - A Political & Military Analysis, 1965.