Karya-karya Marx dan Engels
Pasti kamu pernah menempelkan tangan dan menelekannya di kepala seperti patung The thinker karya Auguste Rodin yang terkenal. Apa yang ada di serat otakmu saat berpose dengan posisi seperti itu?. Apa di kepala merngerjap-erjap kesan hangat lipgloss yang dikecupkan girl friendmu tepat bibir? atau malah kamu sedang berfantasi sekaligus bermasturbasi setelah membuka situs porno 6 jam lalu?. Atau barangkali kamu sedang merasa hampa, memikirkan muasal manusia?, untuk apa manusia tercipta dan akan kemana setelah mati?. “Ha..ha…ha rumit sekali kamu berfikir?”, “ha…ha…ho, berfikir tentang kehidupan remaja aja dech, yang membumi misalkan ngobrol tentang kissing, clothing, pokoknya jangan yang melangit!” tertawaan itu terdengar saat kamu setengah sedeng memikirkan pertanyaan tak lazim yang kutanyakan dia akhir paragraf pertama. “Hei, gak apa-apa kok!”, lanjutkan, jangan bimbang, jangan plin-plan sebab sesungguhnya ketika berfikir seperti itu, kamu sedang mencari kunci sebuah pintu besar alam semesta yang memang harus manusia buka. Dan kamu tahu?, sejak jauh-jauh hari pertanyaan rumit itu sudah dikutak-katik filsuf-filsuf Babylonia. Pertanyaan yang mengkeriet-keriet di pemikiranmu itu sudah di pertanyakan Plato dan Aristoteles, bahkan di bahas dan dibukukan dengan lezat melalui perjalanan fiksi seorang Sophie Admunsen dan anak lelaki bernama Hans Thomas --melalui buku filsafat kontemporernya yang terkenal. Kamu sampai pada pertanyaan diatas!, artinya kamu beranjak maju satu langkah dari teman-temanmu. Kamu sudah sampai di persimpangan jalan yang akan mengarahkan kamu menuju kebangkitan sebab! jawaban pertanyaan tersebut akan memaksa kamu untuk memilih landasan dasar bagi kehidupanmu (jalan hidup a atau b, atau x, mau stair way to heaven, naik lift to basements!). Radiknya! aku katakan : “Hoi, kamu sedang berfikir megenai landasan ideologi besar yang berganti-ganti memegang tampuk peradaban dunia!!!”. Lantas ideology itu apa?. Bagi sebagian orang ideologi dianggap sebagai alat untuk membebaskan manusia dari belenggu-belenggu. Sebagian lainnya termasuk Auguste Comte, Francis Bacon1) --serta Marx--, masuk kedalam kubu yang menganggap bahwa : untuk membebaskan manusia dari belenggu maka manusia harus di jauhkan dari ideology karena ideologi merupakan kesadaran palsu yang menjauhkan manusia dari realita. Sebagian pihak lainnya menganggap ideology sebagai hal yang mengawang-awang “untuk apa mikirin yang begituan, mendingan mikirin fluktuasi minyak jalantah di pasar Ranca Ekek”. Padahal kalau mau tahu, fluktuasi minyak jalantah di Ranca Ekek merupakan --aturan cabang— dari ideology yang mengatur tentang pengelolaan serta distribusi kekayaan alam. Dari perbedaan itu (tidak termasuk fluktuasi minyak jalantah), tidak bisa dipungkiri bahwa pemahaman mengenai ideology pasti berbeda di setiap benak kepala --seperti yang pernah diutarakan Eagleton dalam bukunya yang berjudul ideology. Dulu, seorang Marxis yang hidup lebih dahulu dari Althuser, bernama George Lucas dan Antonio Gramsci pernah merevisi konsep ideology yang dikatakan Marx : membawa manusia pada kesadaran palsu. Mereka secara tidak langsung menyatakan bahwa ideologi dapat berperan positif tergantung cara orang memandangnya. Tentu karena mereka Marxis maka ideology yang dianggap dapat membebaskan penindasan dan dipakai dalam perjuangan kelas adalah ideology Marxis. Hal ini berarti, bahwa Geprge Lucas dan Antonio Gramsci menganggap bahwa ideologi sebenarnya bebas nilai, tergantung man behind the gun-nya dan sudut pandang ke dua orang itu –sedikitnya-- sejalan dengan pemahaman Destutt de Tracy yang menjelaskan bahwa ideology adalah pengetahuan tentang ide-ide. Memang jika saya menjabarkan devinisi ideologi yang diutarkan setiap tokoh maka terlalu banyak yang harus dipilih. Tulisan ini akan mengembang menjadi puluhan lembar dan editor majalah ini pasti mencak-mencak memarahi saya (padahal enggak dibayar!). Sebabnya!, saya hanya mengambil beberapa devinisi dari dua kubu yang memiliki pandangan negatif dan positif terhadap ideologi. Disaat kamu kebingungan, untuk memilih devinisi ideologi diatasa, saya mengajukan tawaran pada kalian untuk memilih devinisi ideologi yang saya yakini, yang –devinisinya-- diambil dari pemikiran Taqiyudin Annabhani (pemikir bawah tanah Jordania). Menggunakan devinisi Annabhani tentang devinisi ideologi! maka saya harus menolak pandangan Destut Tracy dan filsuf lainnya yang menganggap ideology sekedar ide-ide atau pandangan dasar karena seandainya ideology merupakan sekedar pandangan dasar!, yang menjadi pertanyaan adalah “pandangan dasar seperti apa?”. Apakah ketika seseorang menyatakan bahwa alam semesta merupakan ciptaan Ambu Luhur2) apakah kepercayaan itu disebut ideology?. Apakah kepercayaan terhadap Tuhan, dan materi yang berdialetik dapat disebut sebagai ideology?. Jika demikian sederhana pengertian ideology maka akan terlalu banyak yang harus diakui sebagai ideology termasuk apa yag dilakukan penyembah tahi di situs shit city.com yang pandangan kepuasannya disandarkan pada kepuasan filosofi memakan tahi sehingga mereka dapat disebut kaum ideologis?.Memang benar di dalam ideology terdapat pandangan dasar tetapi apakah setiap pandangan dasar merupakan ideology?. Bagi saya, ideologi merupakan ide atau pandangan dasar mengenai alam semesta serta kehidupan sebelum manusia ada dan sesudah manusia mati. Tidak sekedar itu, ideology memutlakan “syarat pembangunan” berbagai aturan cabang untuk menguraikan problematika kehidupan manusia --dari pandangan dasarnya3). Ideologi juga memiliki kekhasan tersendiri yaitu memiliki metode untuk menerapkan dan menjaga pemikiran dasarnya serta tata cara menyebarluaskannya ke seluruh dunia untuk ummat manusia (karena ideology bersifat universal4)). Singkatnya : ideology harus memiliki dua unsur 1) pemikiran mendasar dan 2) metode!. Itulah devinisi ideologi yang sebenar-benarnya, sesungguh-sungguhnya, semurni-murninya 24 gram bebas karat!. Dan kamu harus menelan-nelan mentah-mentah devinisi ideologi yang saya utarakan. Cuiiih!, bohong!, jangan percaya begitu aja, semua pilihan ada di kamu, terserah mau mengambilnya atau tidak. Saya sudah tak percaya lagi indoktrinasi dan … mengenai bahasan tentang ideologi!!!, tunggu saja perkembangan selanjutnya dibalik halaman ini, ok?. Dari Majalah perubahan..
Labels:
Tulisan Kritis
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment