Tolak Pungli di Sekolah Swasta Maupun Negri

Pendidikan adalah suatu proses belajar dan mengajar yang mempunyai tujuan untuk menjadikan anak2 didiknya mempunyai skil / kemampuan untuk kelangsungan hidupnya,dan sebagai roda penggerak bangsa. Tapi hari ini pendidikan kita telah jauh dari makna yang sebenarnya,yang seharusnya menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas, malah menjadikan sebagai robot2 pekerja yang nantinya harus tunduk dan patuh kepada para kapitalis (pemilik pemodal), tanpa harus mendapatkan hasil atau upah yang layak.
Apalagi dengan banyaknya masalah2 di dalam dunia pendidikan dan tepatnya kemarin pada tanggal 22 Desember 2008 telah disepakatinya RUU BHP di dalam gedung MPR/DPR. Hal seperti ini akan berdampak sangat parah bagi kita para pelajar. Dan kita semua yang akan menjadi korban dengan di sahkannya Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Karena undang – undang ini telah sangat jelas untuk menjadikan pendidikan sebagai bahan dagang,sehingga menimbulkan banyak anak-anak yang ekonomi keluarganya rendah tidak akan pernah mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya sedangkan anak-anak yang ekonomi keluarganya memadai mereka bebas dan akan mendapatkan pendidikan dengan nyaman.

Sekolah Mahal dan Dijadikan Ajang Bisnis
Praktek komersialisasi ( ajang bisnis ) sekolah yang selama ini terjadi akan mendapatkan perlindungan hukum dengan adanya UU BHP ( Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan ).
Selama ini, mayoritas rakyat Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan tidak mampu mendapatkan pendidikan yang gratis dan berkualitas sampai perguruan tinggi. Pada tahun ajaran yang lalu saja tercatat banyak sekali pungutan dan biaya sekolah yang sangat memberatkan orang tua siswa.
Di Cibubur, Jakarta Timur, misalnya, pada hari pertama masuk sekolah, kertas fotokopi berisi judul buku, penerbit, dan harga buku yang akan dipakai siswa kelas III SMA jurusan IPA tersebut dibagikan kepada siswa. ”Ada 14 buku yang mesti dibeli. Harga semua buku yang dijual di sekolah hampir Rp 1 juta. Siswa yang mau beli pesan ke bagian Tata Usaha,” kata seorang siswa. Buku-buku teks yang dipakai di sekolah tersebut merupakan keluaran dari penerbit buku ternama yang umum dipakai di sekolah. Tidak ada satu buku pun yang direkomendasikan dari buku digital yang disediakan pemerintah di situs web Depdiknas.
Di Bandung, siswa kelas II SMA negeri disodori daftar buku berikut penerbit dan harga masing-masing buku yang jumlah keseluruhannya mencapai Rp 418.000. ”Tidak bisa dicicil karena tahun ajaran baru sudah dimulai,” ujar orangtua murid.
Di Bekasi, selain dikenai uang masuk sebesar Rp 1,5 juta dan sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) Rp 150.000 per bulan, siswa baru juga harus segera membeli buku yang harganya di atas Rp 420.000 untuk satu semester.
Di Palembang, Sumatera Selatan, orangtua murid juga mengeluh karena selain harus membayar Rp 4 juta untuk uang gedung, sumbangan pengembangan pendidikan, uang seragam dan orientasi sekolah, anaknya harus membeli buku pelajaran yang harganya mencapai lebih dari Rp 350.000 per semester.

Ditambah lagi dengan pungutan-pungutan liar lainnya semisal; uang kartu ujian, uang raport, uang ijazah dan sebagainya. Pungutan-pungutan ini sangat memberatkan orang kita kawan2. pungutan itu seharusnya sudah termasuk dalam uang SPP yang kita bayarkan serta sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk membiayai biaya2 tersebut.

Untuk itu mari kita bersama2 menuntut kepada pemerintah untuk :
1. Hapus pungli di sekolah baik swasta maupun negri
2. Cabut UU BHP
3. Pendidikan harus gratis, ilmiah, demokratis & bervisi kerakyatan

Penulis adalah Koordinator Dept. Pendidikan Barisan Kaum Pelajar Jakarta ( BKPJ )


Diposkan oleh redaksi MAJU di 02:53

No comments:

Post a Comment