“NATIONAL SUMMIT”: MALA PETAKA BAGI HAM!!! *

Rezim SBY-Budiono pasca pelantikan untuk berkuasa lagi di Indonesia yang didukung elit politik borjuasi. Penyambutan rezim SBY-Budiono ditandai dengan pertemuan National Summit, yang diselenggarakan dari tanggal 29 - 31 Oktober 2009 di Hotel Bidakara oleh Kabinet Indonesia Bersatu Jilid Dua telah menempatkan keselamatan Rakyat diposisi terendah, dibanding hasrat untuk melayani kepentingan modal. Pertemuan tersebut dihadiri oleh kaum borjuasi dan intelektual borjuis (Pemerintah, Pengusaha, Intelektual dan SPSI). Apa tujuan National Summit yang sebenarnya?.
Roadmap 2010 Industri Nasional rekomendasi Kadin Indonesia ada tiga klaster industri unggulan peningkatan daya tarik investasi dan daya saing bangsa:

1. Industri Pengembang Infrastruktur, seperti : Industri Pembangkit Sumber Energi, Industri Telekomunikasi, Pengembang Jalan Tol, Konstruksi, Industri Semen, Baja dan Keramik.
2. Industri Barang Modal dan Mesin Perkakas.
3. Industri Petrokimia Hulu/Antara, termasuk Industri Pupuk.


Target Tiga Misi Utama Industrialisasi Peningkatan Daya Tarik Investasi dan Daya Saing Bangsa, menurut Kadin Indonesia: melalui : (a). langkah restrukturisasi untuk penciptaan Struktur Biaya produksi yang kompetitif dengan meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri dari industri pengembang infrastruktur seperti pengembang jalan tol, industri pembangkit sumber enersi, industri telekomunikasi, (b). Implementasi kebijakan pendalaman struktur industri untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan komponen setengah jadi, dengan pengembangan klaster supporting industry dan jaringan industri komponen, agar terjadi :

1. Penciptaan & implementasi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk non-tariff barrier bagi produk industri negara lain.
2. Pemberantasan penyelundupan untuk menghilangkan distorsi pasar domestik.
3. Pembenahan infrastruktur jalan raya dari Kawasan Industri ke Pelabuhan Bongkar Muat & Bandara, untuk penurunan biaya transportasi, logistik dan distribusi produk industri ke pasar.


Kesemua itu adalah skema dalam melibralisasikan perekonomian Indonesia, yakni Perubahan Peta Persaingan Industri sebagai Dampak Liberalisasi Ekonomi, Free Trade Agreement, Tingkat Pertumbuhan Produktivitas dan Perbaikan Iklim Usaha & Investasi untuk Peningkatan Daya Saing Indonesia.
Dengan National Summit, rezim SBY-Budiono akan merubah wajah Indonesia dengan “Pasar Bebas”, wajah dengan wajah-wajah Investasi. Usaha yang dilakukan pemerintah adalah akan merevisi produk undang-undang yang menghambat jalannya investasi seperti, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, UU No. 3 tahum 1992 tentang JAMSOSTEK dll. Hal tersebut dilakukan, karena rezim SBY-Bodiono merupakan perpanjangan tangan dari kapitalis Internasional (agenda Noe-libralisme). Negara-negara ASEAN yang telah menyepakati perdangan bebas dengan nama FTA (Free Trade Agreement) pada tahun 2010.
Munculnya produk-produk regulasi untuk menyukseskan Pasar Bebas, akan menghancurkan sepenuhnya martabat rakyat Indonesia, HAM telah dikubur secara paksa oleh Rizim SBY-Budiono. Hal itu bisa dilihat pada beberapa rekomendasi National Summit, yaitu:

a. Rekomendasi pada sektor infrasuktur: Perlunya PERPPU pengadaaan tanah yaitu ada “Bank Tanah”. Investor bebas menentukan tanah untuk dijadikan usaha (ekploitasi, akumulasi dan ekspansi).
b. Rekomendasi sektor revitalisasi industri dan jasa: perbaikan kinerja PLN untuk meminimalkan pemadaman, sehingga rakyat akan dibebani dengan kenaikan biaya Listrik. Serta perbaikan kinerja perusahaan gas Negara untuk menyupalai para kapitalis-kapitalis.
c. Rekomendasi sektor energi: pemerintah akan menjamin pasokan energy untuk menopang kapitalis-kapitalis, pemerintah merivisi PERPRES No. 71 tahun 2005 tentang penyediaan dan pendistribusian jenis BBM tertentu (Pertronas, Shell, dll.), pemerintah menerbitkan PERPRES tentang proyek pembangkit listrik 10.000 Mw. Lagi-lagi rakyatlah yang dikorbankan.
d. Bidang Pertahanan: tambahan anggaran Rp. 5 Trilyun pada tahun 2010, sehingga keamanan dan ke-stabil-an perekonomian (investasi) berjalan maksimal. (sumber: Kadin Indonesia)


Akibat dari “National Summit” adalah kenaikan harga BBM, Gas dan Listrik, akan membuat rakyat sengsara dan kenaikan tersebut akan menyeret kenaikan harga Sembako. PHK massal yang mengancam buruh Indonesia dengan masuknya perdagangan bebas, misalnya perdangan bebas antara Indonesia dan China ataupun India. Dengan masuknya produk Garmen dari China atau India yang menguasai dunia dan dijual dengan harga murah mengakibatkan industri Garmen Indonesia akan sulit bersaing baik secara harga dan kualitas serta ekspansi pasar. Hal itu akan berefek pada bangkrutnya industri Garmen dan akan terjadi PHK massa. Dalam pengadaan proyek infrastuktur dan pembangunan instalisi penunjang investasi, rakyat akan kehilangan tanah secara paksa. Dalam menjaga dan ekspansi investasi maka diperlukan aparatus Negara untuk mengamankannya, yaitu dengan militer, polisi, Satpol PP, preman bentukan, sehingga rakyatlah yang menjadi korban kekerasan.
Dalam momentum hari HAM se-dunia yang jatuh pada tanggal 10 Desember 2009, Indonesia yang dipimpin oleh rezim SBY-Budiono kian jauh dari harapan. Esensi HAM adalah bagaimana rakyat dapat hidup sejahtera, tanpa ada yang menindas dan yang ditindas. Padahal HAM telah diatur dalam undang-undang dengan tujuan meningkatkan harkat martabat manusia, seperti:
UUD HAM NO. 39 TAHUN 1999 BAB III HAM DAN KEBEBASAN MANUSIA Pasal 9 menyatakan:

(1) Setiap orang berhak untuk hidup, dan mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
(2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya) dalam Pasal 6 sampai dengan pasal 15:
Mengakui hak asasi setiap orang dibidang ekonomi, sosial, dan budaya, yakni hak atas pekerjaan (Pasal 6), hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menyenangkan (Pasal 7), hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh (Pasal 8), hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial (Pasal 9), hak atas perlindungan dan bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak, dan orang muda (Pasal 10), hak atas standar kehidupan yang memadai (Pasal 11), hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi yang dapat dicapai (Pasal 12), hak atas pendidikan (Pasal 13 dan 14), dan hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya (PasaI15).

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Pasal 23 menyatakan:

a. Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari pengangguran.
b. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama.
c. Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.
d. Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.


Hal yang berbanding terbalik, ketika melihat HAM pada hari ini, rakyat-lah yang selalu ditindas dan pemerintah hanya menjadi antek-antek kapitalis. Rakyatlah yang menanggung biaya Pendidikan, Kesehatan, kenaikan BBM, Kenaikan Gas, Kenaikan Listrik, Rakyat Menjadi Korban PHK Massal, Penganguran dll. Di bidang pendidikan dalam menetapkan biaya pendidikan, bisa menutup ruang bagi masyarakat tidak mampu mengenyam pendidikan, dan akhirnya menjadi pelanggaran Hak Azazi Manusia (HAM). UU BHP adalah mata rantai pelanggaran HAM di bidang pendidikan.
Oleh karena itu Rezim SBY-Budiono telah gagal dalam menjalankan amanat rakyat mengenai HAM untuk rakyat Indonesia dan selebihnya Rezim SBY-Budiono adalah antek Imperialisme.

* Resume Diskusi FMY (Forum Mahasisswa Yogyakarta)

No comments:

Post a Comment