Artikel ”Kaum Proletar and Revolusi” dipublikasikan pada akhir tahun 1904, setahun setelah dimulainya perang dengan Jepang. Ini merupakan tahun yang sulit bagi penguasa otokrat Rusia. Dimulai dengan demonstrasi patriotik dan berakhir dengan serangkaian kekalahan di medan perang yang memalukan dan bangkitnya aktivitas politik dari kelas-kelas yang kaya. Zemstvo (institusi lokal yang dipilih untuk mengurusi permasalahan lokal) yang dikepalai oleh kaum liberal pemilik tanah mengadakan sebuah kampanye politik mendukung ketertiban konstitusional. Kelompok-kelompok liberal lainnya, organisasi orang-orang profesional (yang disebut oleh Trotsky sebagai “kaum demokrat” dan “elemen-elemen demokrasi”) bergabung dengan gerakan ini. Pemimpin-pemimpin Zemstvo menyerukan sebuah konvensi terbuka di Petersburg (6 Nopember) yang menuntut kebebasan demokrasi dan sebuah konstitusi. “Elemen-elemen demokrasi” mengorganisasi pertemuan-pertemuan publik yang dihadiri oleh tokoh-tokoh politik di bawah samaran pesta-pesta pribadi. Pres liberal menjadi lebih berani menyerang pemerintah. Pemerintah mentoleransi gerakan ini. Pangeran Svyatopolk-Mirski, yang menggantikan Von Pleve, seorang diktator reaksioner yang dibunuh pada bulan Juli 1904 oleh seorang kaum revolusioner, telah menjanjikan “hubungan baik” antara pemerintah dan masyarakat. Dalam jargon politik, periode toleransi ini, yang berlangsung dari bulan Agustus hingga akhir tahun, dikenal sebagai era “Musim Semi”.
Ini adalah sebuah periode yang menggairahkan, penuh dengan harapan-harapan politik. Namun, anehnya, kaum pekerja tidak bergerak. Kaum pekerja telah menunjukkan ketidakpuasannya pada tahun 1902 dan khususnya di musim panas 1903 ketika beribu-ribu kaum pekerja di Barat Daya dan Selatan melakukan mogok politik. Selama sepanjang tahun 1904, hampir tidak ada demonstrasi massa dari kaum pekerja. Situasi ini memberi kesempatan kepada kaum liberal untuk mencemooh wakil-wakil dari kelompok revolusioner yang membangun taktik mereka berdasarkan harapan akan revolusi nasional. Untuk menjawab para skeptik tersebut dan untuk mendorong anggota partai sosial-demokrat yang aktif, Trotsky menulis artikel ini. Nilai utama dari artikel ini adalah diagnosa situasi politiknya yang jelas, yang membuat artikel ini signifikan secara historis. Meskipun tinggal di luar negeri, Trotsky merasakan denyut nadi rakyat jelata dengan sangat seksama, "energi revolusi yang terbelenggu" yang sedang mencari sebuah jalan keluar. Analisanya terhadap laju sebuah revolusi nasional; analisanya terhadap peran kaum pekerja, non-proletariat kota, kelompok berpendidikan, dan tentara; estimasinya atas pengaruh perang terhadap pikiran masyarakat awam; akhirnya, slogan-slogan yang dia kedepankan sebelum revolusi (baca Revolusi 1905), semua ini sesuai dengan apa yang terjadi sepanjang tahun 1905 yang penuh badai. Membaca artikel ”Kaum Proletar dan Revolusi”, mereka yang mempelajari kehidupan politik Rusia bisa merasakan seolah-olah esay ini ditulis setelah Revolusi 1905 karena esay ini sesuai dengan lajunya peristiwa. Namun, esay ini muncul sebelum 9 Januari 1905, yakni sebelum serangan hebat pertama dari kaum pekerja Petersburg. Keyakinan Trotsky atas inisiatif revolusioner kelas pekerja sangatlah besar.
Moissaye J. Olgin
1918
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kaum pekerja bukan hanya harus mengadakan sebuah propaganda revolusioner. Kaum pekerja sendiri harus harus bergerak menuju sebuah revolusi.
Untuk bergerak menuju sebuah revolusi bukan serta merta berarti menetapkan sebuah tanggal untuk sebuah pemberontakan dan bersiap-siap menghadapi hari tersebut. Kita tidak akan pernah bisa menetapkan sebuah hari dan jam untuk sebuah revolusi. Rakyat tidak pernah membuat sebuah revolusi berdasarkan perintah.
Apa yang dapat dilakukan, mengingat krisis yang akan terjadi, adalah untuk mengambil posisi yang paling tepat, untuk mempersenjatai dan menginspirasi massa dengan slogan-slogan revolusioner, untuk memimpin semua pasukan cadangan ke medan perang, untuk membuat mereka belajar seni bertarung, untuk membuat mereka siap berperang, dan mengirim sebuah signal di semua barisan bila waktunya telah tiba.
Apakah ini hanya berarti serangkaian latihan, dan bukan sebuah pertempuran yang menentukan dengan musuh? Apakah ini hanyalah manuver-manuver, dan bukan sebuah revolusi?
Ya, ini hanyalah manuver-manuver. Akan tetapi, ada sebuah perbedaan antara manuver revolusioner dan manuver militer. Persiapan-persiapan kita bisa berubah, kapanpun dan dan di luar kehendak kita, menjadi sebuah pertempuran sesungguhnya yang akan menentukan perang revolusi. Bukan hanya bisa, tapi ini akan terjadi. Ini didukung oleh situasi politik sekarang yang akut yang menyimpan sebuah ledakan-ledakan revolusioner di dalamnya.
Kapan manuver-manuver ini akan berubah menjadi sebuah pertempuran yang sesungguhnya, ini tergantung pada jumlah dan kekompakan revolusioner dari massa, ini tergantung pada atmosfir simpati popular yang mengelilingi mereka dan sikap pasukan tentara yang digerakkan oleh pemerintah untuk melawan rakyat.
Tiga elemen kesuksesan itu harus menentukan kerja-kerja persiapan kita. Massa proletar revolusioner eksis. Kita harus bisa memanggil mereka turun ke jalan, di satu waktu tertentu, di seluruh negara; kita harus bisa menyatukan mereka dengan sebuah slogan umum.
Seluruh kelas dan kelompok massa dipenuhi dengan kebencian terhadap absolutisme, dan itu berarti mereka dipenuhi dengan simpati terhadap perjuangan pembebasan. Kita harus bisa memusatkan simpati ini pada kaum proletar sebagai satu kekuatan revolusioner yang dengan sendirinya bisa menjadi kaum pelopor rakyat di dalam perjuangan mereka untuk menyelamatkan masa depan Rusia. Menyangkut mood para tentara, ini tidaklah memberikan harapan yang besar bagi pemerintah. Banyak gejala-gejala yang mengkawatirkan dalam beberapa tahun belakangan ini; para tentara muram, mereka menggerutu, banyak kekecewaan di dalam tubuh angkatan bersenjata ini. Dengan segala daya upaya, kita harus membuat pasukan tentara tersebut memisahkan diri mereka dari absolutisme pada waktu yang menentukan di saat rakyat bangkit.
Pertama, mari kita analisa dua kondisi yang terakhir, yang menentukan jalan dan hasil dari kampanye ini.
Kita baru saja melewati periode ”pembaruan politik” yang dibuka dengan bunyi terompet dan berakhir dengan desisan cambuk[1], yakni era Svyatopolk-Mirski. Ini menyebabkan meningkatnya kebencian terhadap absolutisme di antara semua elemen-elemen masyarakat. Hari-hari selanjutnya akan menuai buah dari harapan-harapan rakyat yang menggelora dan janji-janji pemerintah yang tak terpenuhi. Belakangan ini, ketertarikan terhadap politik mulai mengambil bentuk yang lebih jelas; ketidakpuasan telah tumbuh lebih dalam dan dibangun di atas dasar teori yang lebih jelas. Pemikiran-pemikiran popular di antara rakyat, yang kemarin sama sekali primitif, sekarang dengan cepat memiliki analisa politik.
Semua manifestasi kekuasaan yang jahat dan sewenang-wenang dengan cepat diusut kembali ke penyebab utamanya. Slogan-slogan revolusoner tidak lagi menakutkan bagi rakyat; sebaliknya, mereka menggema beribu kali lipat, mereka berubah menjadi pepatah-pepatah. Kesadaran umum menyerap setiap kata penolakan dan kutukan yang diarahkan pada absolutisme layaknya sebuah sepon yang menyerap air. Tidak ada langkah dari pemerintah yang luput dari hukuman. Setiap kesalahannya tercatat. Usaha-usahanya diejek, ancaman-ancamannya menghasilkan kebencian. Aparatus media kaum liberal[2] yang besar mengedarkan beribu-ribu koran tiap harinya yang dipenuhi dengan fakta-fakta yang menggemparkan, merangsang, dan membakar emosi rakyat.
Emosi-emosi yang terkukung ini sedang mencari sebuah jalan keluar. Mereka ingin berubah menjadi aksi. Akan tetapi, hiruk pikuk press liberal, walaupun merangsang keresahan rakyat, cenderung mengarahkan arus keresahan ini ke sebuah jalur yang sempit; mereka menyebarkan ilusi tahayul mengenai ”opini publik” yang tak berdaya, ”opini publik” yang tak terorganisir, yang tidak mengarah ke sebuah aksi; mereka mengutuk metode emansipasi nasional yang revolusioner; mereka menyebarkan ilusi legalitas; mereka memusatkan semua perhatian dan semua harapan dari kelompok-kelompok yang resah di sekeliling kampanye Zemstvo, dan oleh karena itu secara sistematis mempersiapkan kegagalan besar bagi pergerakan. Ketidakpuasan yang akut ini, yang tidak menemukan jalan keluar, dan dipesimiskan oleh kegagalan yang tak terelakkan dari kampanye Zemstvo yang tidak memiliki tradisi perjuangan revolusioner di masa lalu dan tidak memiliki prospek yang cerah di masa depan, akan memanifestasikan dirinya dalam sebuah ledakan usaha-usaha terorisme yang nekat. Para intelektual radikal hanya akan menjadi pengamat yang tidak berdaya, pasif, walaupun simpatik. Para liberal akan tersedak oleh antusiasme yang lemah sembari memberikan bantuan yang meragukan.
Ini tidak boleh terjadi. Kita harus mengambil kepemimpinan di dalam keresahan popular ini. Kita harus mengalihkan perhatian dari banyak kelompok-kelompok sosial yang resah ini ke satu proyek besar yang dipimpin oleh kaum pekerja, yakni ke Revolusi Nasional.
Kaum pelopor Revolusi harus membangunkan seluruh elemen rakyat dari tidur mereka; mereka harus berada di mana saja; mereka harus memajukan permasalahan-permasalahan perjuangan politik dengan tegas; mereka harus membuka kedok demokrasi yang munafik; mereka harus membuat kaum demokrat dan kaum liberal Zemstvo saling melawan satu sama lain; mereka harus memajukan, memanggil, dan menuntut sebuah jawaban yang jelas atas pertanyaan, ”apa yang akan kamu lakukan?”; pantang mundur; memaksa kaum liberal legal untuk mengakui kelemahan mereka sendiri; memisahkan elemen-elemen demokratis dari kaum liberal legal dan membantu mereka menuju ke arah revolusi. Untuk melakukan ini, kita harus menarik simpati dari semua pihak oposisi demokrasi menuju kampanye revolusioner kaum proletar.
Dengan semua daya upaya kita, kita harus menarik perhatian dan meraih simpati dari kaum non-proletar yang miskin. Pada saat aksi kaum proletar yang terakhir, seperti dalam pemogokan umum 1903 di Selatan, tidak ada usaha untuk melakukan ini, dan ini merupakan titik paling lemah dari persiapan kerja kita. Menurut korespondensi press, desas-desus yang sangat aneh sering beredar di antara populasi kota. Penduduk kota mengira para pemogok kerja akan menyerang rumah mereka, para pemilik toko takut kalau tokonya akan dijarah oleh para pemogok, dan kaum Yahudi ketakutan akan kerusuhan rasial. Hal-hal ini harus dihindari. Sebuah pemogokan politik, sebagai satu pertarungan antara kaum pekerja kota dengan polisi dan bala tentara, akan menemui kegagalan bila populasi kota yang lainnya menentangnya atau bahkan tidak peduli.
Ketidakpedulian masyarakat terutama akan mempengaruhi moral kaum proletar sendiri, dan kemudian sikap para tentara. Di bawah kondisi seperti ini, sikap pemerintah akan menjadi lebih tegas. Para Jendral akan mengingatkan perwira-perwira mereka, dan perwira-perwira tersebut akan menyampaikan pesan Jendral Dragomirov[3] kepada para prajurit: “senapan diberikan untuk menembak dengan jitu, dan tidak seorangpun boleh memboroskan selongsong peluru dengan sia-sia”.
Sebuah pemogokan politik kaum proletar harus berubah menjadi sebuah demonstrasi politik massa, ini merupakan syarat pertama untuk kesuksesan.
Syarat penting yang kedua adalah mood para tentara. Keresahan di antara prajurit dan simpati untuk “para pemberontak” adalah sebuah kenyataan. Hanya sebagian dari simpati ini disebabkan oleh propaganda langsung kita di antara para tentara. Sebagian besar dari simpati ini disebabkan oleh bentrokan antara para tentara dengan massa yang berdemonstrasi. Hanya orang yang benar-benar bodoh atau bajingan tulen yang berani menembak rakyat. Mayoritas besar tentara benci bertindak sebagai algojo; ini diakui oleh semua reporter yang menggambarkan bentrokan-bentrokan antara tentara dengan rakyat yang tak bersenjata. Para tentara bawahan membidik tembakannya di atas kepala para demonstran. Ketika resimen Bessarabian menerima perintah untuk membubarkan pemogokan di Kiev, sang komandan mengatakan bahwa dia tidak dapat menjamin sikap prajuritnya. Perintah untuk membubarkan pemogokan ini kemudian diberikan ke resimen Cherson, tetapi tidak ada setengah kompi di seluruh resimen yang mematuhi perintah atasan-atasan mereka.
Kasus di Kiev ini bukanlah sebuah pengecualian. Kondisi di dalam angkatan bersenjata sekarang lebih mendukung untuk terjadinya revolusi dibandingkan pada tahun 1903. Kita telah melewati satu tahun peperangan. Sangat sulit untuk mengukur pengaruh satu tahun perang tersebut di pikiran para tentara. Akan tetapi pengaruh ini pastilah sangat besar. Perang tidak hanya menarik perhatian rakyat, perang juga membangunkan minat profesional para tentara. Kapal kita lambat, senjata-senjata kita jangkauannya pendek, prajurit kita tak berpendidikan, sersan-sersan kita tidak memiliki kompas maupun peta, prajurit kita tak bersepatu, lapar, dan kedinginan, palang merah kita mencuri, atasan-atasan kita mencuri; desas-desus dan informasi seperti ini bocor ke para prajurit dan dilahap dengan cepat. Setiap desas-desus, seperti asam kuat, melarutkan mental para tentara. Propaganda selama bertahun-tahun tidaklah bisa menyamai hasil dari satu hari peperangan. Mekanisme disiplin memang masih ada, akan tetapi keyakinan untuk menjalankan perintah dan kepercayaan bahwa kondisi sekarang ini dapat tetap berlangsung semakin berkurang. Semakin sedikit kepercayaan para prajurit atas absolutisme, semakin besar kepercayaan mereka terhadap musuh mereka.
Kita harus menggunakan situasi ini. Kita harus menjelaskan kepada para prajurit makna dari aksi kaum pekerja yang sedang dipersiapkan oleh Partai. Kita harus menggunakan slogan yang akan menyatukan para prajurit dengan rakyat revolusioner. Hentikan Peperangan! Kita harus menciptakan satu situasi dimana para perwira tidak dapat mempercayai prajurit mereka di saat genting. Ini akan mencerminkan sikap para perwira tersebut.
Selebihnya akan dilakukan di jalanan. Antusiasme rakyat yang revolusioner. akan menghancurkan sisa-sisa hipnosis-barak.
Akan tetapi, faktor utama tetaplah rakyat revolusioner. Memang benar bahwa selama peperangan unsur yang paling maju dari rakyat jelata, yakni kaum proletar yang sadar kelas, belumlah melangkah secara terbuka ke garis depan dengan ketegasan yang dibutuhkan di waktu yang kritis ini. Namun bila seseorang mengambil kesimpulan yang pesimis, ini hanya berarti bahwa ia tidak mempunyai dasar teori politik yang kuat dan ia sangat dangkal.
Perang ini telah meremukkan kehidupan rakyat dengan bobotnya yang besar. Monster yang mengerikan ini, yang bernapas darah dan api, menyelimuti kehidupan politik, menggelapkan semuanya, menancapkan taring besinya ke dalam tubuh rakyat, berulang kali melukai rakyat, menyebabkan luka yang mematikan, yang untuk sementara membuat rakyat bahkan tidak bisa menanyakan apa sebab dari luka tersebut. Perang, seperti setiap malapetaka yang besar, yang disertai dengan krisis, pengangguran, mobilisasi, kelaparan, dan kematian, mengejutkan rakyat, menyebabkan keputusasaan dan bukan protes. Akan tetapi ini hanyalah permulaan saja. Rakyat jelata, yakni strata sosial yang biasanya pasif, yang kemarin tidak memiliki hubungan dengan elemen-elemen revolusioner, digedor oleh kenyataan yang besar yang menghadapkan mereka dengan peristiwa yang paling sentral di Rusia sekarang ini, yakni peperangan. Mereka ketakutan, mereka tidak dapat mengejar napas mereka. Elemen-elemen revolusioner, yang sebelum peperangan tidak menggubris massa yang pasif, terpengaruh oleh atmosfir keputusasaan dan ketakutan yang besar. Atmosfir ini menyelimuti mereka, atmosfir ini menekan pikiran mereka. Suara protes tidak dapat terdengar di antara kesengsaraan ini. Kaum proletar revolusioner yang belum pulih dari luka yang mereka terima pada Juli 1903 tidak berdaya sama sekali untuk melawan ”panggilan primitif”.
Akan tetapi, tahun-tahun peperangan ini tidaklah lewat begitu saja tanpa menyebabkan sesuatu. Rakyat, yang kemarin primitif, hari ini dihadapkan dengan peristiwa-peristiwa yang besar. Mereka harus memahami peristiwa-peristiwa ini. Lamanya peperangan ini telah melahirkan sebuah keinginan untuk memahami apa yang terjadi, untuk mempertanyakan arti peperangan ini. Oleh karena itu, walaupun perang ini untuk sementara telah menghambat inisiatif revolusioner dari ribuan rakyat, perang ini telah membangkitkan pemikiran politik jutaan rakyat.
Peperangan ini tidaklah terlewati tanpa hasil, tak satu pun hari terlewat tanpa hasil. Di lapisan rakyat yang rendah, di kedalaman rakyat, sesuatu sedang terjadi, sebuah gerakan molekular yang tak terlihat tetapi tak terbendung, yang bergerak terus menerus, sebuah gerakan molekular yang menimbun kegeraman, kemarahan, dan enerji revolusioner. Atmosfir di jalanan sudah bukan lagi atmosfir keputusasaan. Ia telah berubah menjadi sebuah atmosfir yang penuh dengan kemarahan yang terkonsentrasikan, yang mencari arti dan jalan menuju aksi revolusioner. Setiap aksi dari kaum pelopor kelas pekerja sekarang akan menyeret bukan hanya pasukan cadangan revolusioner kita, tetapi juga ribuan dan ratusan ribu rekrut-rekrut yang revolusioner. Mobilisasi ini, tidak seperti mobilisasi pemerintah, akan dilaksanakan dengan simpati umum dan bantuan aktif dari mayoritas besar populasi.
Di hadapan simpati rakyat jelata, di hadapan bantuan aktif elemen-elemen demokrasi di dalam masyarakatt; menghadapi sebuah pemerintah yang dibenci secara umum, yang gagal dalam semua proyeknya besar atau kecil, sebuah pemerintahan yang dikalahkan di peperangan laut, kalah di medan peperangan, yang dibenci, yang patah semangatnya, yang tidak punya harapan lagi untuk masa depan, sebuah pemerintahan yang mencoba bertahan hidup dengan sia-sia, yang memohon kemurahan hati, memprovokasi dan lalu mundur, yang tergeletak tak berdaya, yang besar mulut tetapi ketakutan; menghadapi sebuah angkatan bersenjata yang moralnya telah hancur karena peperangan, pasukan bersenjata yang keberanian, enerji, antusiasme, dan heroismenya telah menabrak sebuah tembok yang tinggi dalam bentuk kekacauan administratif, sebuah angkatan bersenjata yang telah kehilangan keyakinannya akan kestabilan rejim yang ia layani, sebuah angkatan bersenjata yang tidak puas dan mengeluh, dan yang telah lebih dari sekali melepaskan dirinya dari cengkraman disiplin tentara pada tahun lalu dan yang sekarang mendengar raungan suara-suara revolusioner dengan tidak sabar – inilah situasi yang dihadapi oleh kaum proletar ketika mereka akan turun ke jalan. Tidak ada kondisi historis yang lebih baik untuk sebuah serangan akhir. Sejarah telah melakukan semua hal yang diperbolehkan oleh hukum fundamental sejarah. Sekarang kekuatan-kekuatan revolusioner yang sadar harus bertindak untuk menyelesaikannya.
Enerji revolusioner yang sangat besar telah terakumulasi. Enerji ini tidak boleh menguap tanpa hasil. Enerji ini tidak boleh dihamburkan di pertempuran-pertempuran yang terpecah-pecah dan tanpa kepaduan serta tanpa rencana yang pasti. Kita harus memusatkan usaha-usaha kita untuk mengkonsentrasikan kegeraman, kemarahan, protes-protes, kegusaran, dan kebencian rakyat; untuk memberikan emosi-emosi tersebut sebuah ekspresi yang tersatukan, sebuah gol yang tersatukan, untuk menyatukan dan untuk menguatkan semua elemen-elemen massa, untuk membuat mereka merasa dan memahami bahwa mereka tidak terisolasi. Kita harus menyatukan mereka dengan slogan yang sama, dengan tujuan yang sama. Bila pemahaman ini telah tercapai, maka setengah revolusi telah tercapai.
Kita harus menyerukan seluruh kekuatan revolusioner untuk beraksi secara bersamaan. Bagaimana caranya kita bisa melakukan ini?
Pertama-tama, kita harus ingat bahwa medan perang revolusioner yang utama akan tejadi di perkotaan. Tidak ada yang bisa menyangkal ini. Lalu, jelas kalau demonstrasi-demonstrasi di jalan-jalan dapat berubah menjadi sebuah revolusi popular bila mereka adalah sebuah manifestasi rakyat, yakni bila mereka merangkul terutama para buruh di pabrik-pabrik. Untuk membuat para buruh menghentikan mesin-mesin mereka dan berdiri; untuk membuat mereka keluar dari pabrik mereka dan turun ke jalan; untuk memimpin mereka ke pabrik-pabrik tetangga; untuk menyerukan pemogokan kerja di sana; untuk membuat massa yang baru turun ke jalan; untuk lalu pergi dari pabrik ke pabrik dan bertambah besar tanpa henti, menyapu barikade-barikade polisi, menyerap massa-massa yang baru yang mereka temui, memadati jalan-jalan, menduduki gedung-gedung yang cocok untuk pertemuan-pertemuan akbar, membarikade gedung-gedung tersebut, terus mengadakan pertemuan-pertemuan revolusioner dengan massa yang datang dan pergi, membawa pesan ke gerakan rakyat, membangkitkan semangat mereka, menjelaskan kepada mereka tujuan dan makna dari apa yang sedang terjadi; pada akhirnya untuk mengubah seluruh kota menjadi satu kamp revolusioner; secara umum ini adalah rencana aksi yang harus dilakukan.
Titik tolak dari rencana aksi ini haruslah berasal dari pabrik-pabrik. Ini berarti bahwa demonstrasi-demonstrasi jalanan yang serius, yang dipenuhi dengan peristiwa-peristiwa yang menentukan, harus dimulai dengan pemogokan-pemogokan massa yang bersifat politis.
Lebih mudah untuk menentukan sebuah tanggal untuk sebuah pemogokan kerja daripada untuk sebuah demonstrasi rakyat, seperti halnya lebih mudah untuk menggerakan massa yang sudah siap untuk beraksi daripada mengorganisir massa yang baru.
Akan tetapi, sebuah pemogokan kerja yang politis, yang bukan mogok lokal tetapi mogok umum di seluruh Rusia, harus memiliki sebuah slogan politik yang umum. Slogan ini adalah: hentikan peperangan dan bentuk Majelis Konstituante Nasional.
Tuntutan ini harus menjadi tuntutan nasional, dan disinilah terletak tugas dari propaganda kita yang dilakukan sebelum mogok umum seluruh Rusia. Kita harus menggunakan semua kesempatan yang ada untuk membuat popular ide Majelis Konstituante Nasional di antara rakyat. Tanpa kehilangan satu momen pun, kita harus mengoperasikan semua metode dan kekuatan propaganda kita. Proklamasi-proklamasi dan pidato-pidato, lingkaran-lingkaran studi dan pertemuan-pertemuan massa harus menyerukan, menekankan, dan menjelaskan tuntutan membentuk sebuah Majelis Konstituante. Tidak boleh ada seorangpun di kota yang tidak mengetahui tuntutannya: sebuah Majelis Konstituante Nasional.
Para petani harus diserukan untuk bertemu pada hari pemogokan politik dan untuk mengambil resolusi-resolusi menuntut dibentuknya sebuah Majelis Konstituante. Petani-petani sub-urban harus dipanggil ke kota-kota untuk berpartisipasi di gerakan-gerakan massa di jalanan yang disatukan di bawah panji Majelis Konstituante. Semua asosiasi dan organisasi, badan-badan profesional dan intelektual, organ-organ mandiri dan organ-organ pres oposisi harus diberitahukan terlebih awal oleh kaum pekerja bahwa mereka sedang mempersiapkan sebuah pemogokan politik di seluruh Rusia, yang ditetapkan pada satu tanggal tertentu, untuk menuntut dibentuknya Majelis Konstituante. Kaum pekerja harus menuntut dari semua asosiasi dan organisasi bahwa, pada hari yang telah ditentukan untuk demonstrasi massa, mereka harus bergabung menuntut dibentuknya sebuah Majelis Konstituante Nasional. Kaum pekerja harus meminta pres oposisi untuk mempopulerkan slogan mereka dan di hari sebelum demonstrasi mencetak sebuah seruan kepada populasi untuk bergabung dengan demonstrasi proletariat di bawah panji tuntutan pembentukan Majelis Konstituante.
Kita harus melakukan propaganda yang paling intensif di dalam angkatan bersenjata supaya pada hari pemogokan setiap prajurit, yang dikirim untuk menertibkan “para pemberontak”, harus mengetahui bahwa ia sedang berhadapan dengan rakyat yang menuntuk dibentuknya Majelis Konstituante Nasional.
Catatan:
[1] “Desisan cambuk” yang mengakhiri era “hubungan baik” adalah sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh pemerintah pada 12 Desember 1904, yang menyatakan bahwa “semua hal yang mengganggu keamanan dan ketertiban, dan semua pertemuan yang memiliki karakter anti-pemerintah, harus dan akan dihentikan dengan semua cara legal oleh pihak otoritas.” Zemstvo dan badan-badan munisipal disarankan untuk tidak berbicara mengenai politik. Partai-partai Sosialis dan gerakan buruh secara umum ditindas di bawah pemerintahan Svyatopolk-Mirski dan juga Von Plehve.
[2] “Aparatus media kaum liberal yang besar” adalah satu-satunya cara untuk meraih telinga jutaan rakyat. Press kaum revolusioner “bawah tanah” hanya dapat diakses oleh sejumlah kecil pembaca. Di saat kekacauan politik, rakyat menjadi terbiasa membaca di antara kalimat-kalimat dari press legal, dan mengambil apa yang mereka butuhkan untuk membangkitkan kebenciannya terhadap penindasan. Yang dimaksud dengan press “legal” adalah press yang terbuka secara publik, yang mengikuti peraturan-peraturan legal dari absolutisme di dalam upaya mereka untuk mengutuk pemerintahan absolutis. Kata “legal” berbeda dengan kata “revolusioner” yang berarti aksi-aksi politik yang melanggar hukum.
[3] Dragomirov adalah pemimpin pasukan Militer Kiev dan terkenal dengan gaya bahasanya yang puitis.
Leon Trotsky (1904)
Sumber: The Proletariat and the Revolution . Trotsky Internet Archive
Penerjemah: Ted Sprague dan Kelompok Kijaru (May 2009)
Pengantar
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment